Perjalanan Selingkuh - Bab 89 Steven Tolong Aku

"Tetapi yang aku inginkan dari dulu hanyalah dirimu yang dulu." setelah itu Steven menatapnya dengan dalam lalu berbalik dan melangkah pergi.

Setelah Sunni memelototiku dengan garang, dia segera berlari mengikuti Steven : "Steven, tunggu aku--"

Justin menikmati menonton adegan di depannya lalu dia memandang kedua sosok yang baru saja pergi itu dengan penuh minat, akhirnya dia terkekeh dan menatapku : "Kehidupanmu sekarang sangat sulit, apakah kamu mau masuk ke dalam pelukanku?"

Sambil berbicara, dia merentangkan kedua tangannya lalu tersenyum dengan santai kepadaku : "Ayo kemari! pelukan kakak selamanya akan selalu terbuka untukmu."

Aku meliriknya dengan datar : "Tidak tertarik."

Setelah itu aku berbalik dan masuk ke dalam kamar pasien.

Kakek melihatku masuk, dia menatapku dengan tatapan cemas, aku duduk di atas ranjang pasien dan menggenggam tangannya : "Kakek tenang saja, aku tidak apa-apa."

"Kakek mau makan tidak?"

Saat melihat kakek menganggukkan kepalanya, aku menaikkan ranjang pasien lalu bangkit berdiri dan membuka termos, setelah itu aku mengeluarkan satu mangkok dan menuang sedikit bubur ke dalamnya.

Aku mendinginkan bubur dengan menggunakan sendok sambil meniupnya, setelah itu baru mendekatkan sendoknya ke depan mulut kakek : "Kakek makan sedikit, aku menghabiskan waktu 3 jam untuk membuatnya."

Kakek tersenyum dan menganggukkan kepalanya, lalu dia memakan semangkuk bubur hangat dari tanganku sambil tersenyum dan menganggukkan kepalanya.

Setelah selesai makan, tubuhnya terlihat sedikit bertenaga, suaranya juga terdengar sedikit lebih keras.

"Gadis kecil, bisakah kamu menceritakan masa kecilmu kepada kakek?" dia menatapku dengan sayang.

Aku tersenyum malu : "Bisa dibilang Itu adalah sebuah takdir yang aneh, saat aku berumur 10 tahun, ketika ibuku menjemputku dari desa ke kota untuk pergi bermain, aku jatuh ke dalam sungai, setelah aku diselamatkan, karena kepalaku terbentur, malam itu aku panas tinggi, jadi aku kehilangan semua ingatanku yang dulu."

Setelah aku baru saja selesai berkata tentang hal ini, tatapan mata kakek langsung berubah, dia langsung memegang lenganku.

Aku merasa sangat terkejut dan sedikit bingung.

"Gadis kecil--" kemudian dia membalikkan tanganku, lalu tatapan matanya jatuh ke atas bekas luka yang sangat tipis di punggung tanganku, seketika dia sangat bersemangat."

"Gadis kecil, Safiraku--"

Dia memegang dadanya dengan bersemangat, akhirnya dia menatapku dan air matanya mengalir keluar tetapi aku malah tidak mampu berkata apapun.

Aku sangat kaget sehingga segera menekan bel untuk menghubungi dokter.

Ketika barisan dokter masuk ke dalam, kakek sudah tidak sadarkan diri, aku bingung dan tidak tahu harus berbuat apa.

Dokter sedang berusaha menyelamatkannya, tetapi aku hanya bisa mondar-mandir menunggu di luar kamar dengan cemas.

Tidak lama kemudian, Weni datang dengan tergesa-gesa, dia masih mengenakan setelan kerjanya, dia terlihat cakap dan cerdas, wanita yang telah berumur 50 tahun tetapi terlihat seperti wanita yang belum berumur 40 tahun.

Begitu datang dia langsung bertanya kepada dokter dengan cemas : "Bagaimana keadaan ayahku?"

"Nona Demina, anda jangan panik dulu, saat ini kami sudah mengirimnya ke ruangan operasi untuk diselamatkan."

"Diselamatkan? Bukankah kalian berkata kalau ayahku sudah melewati masa kritisnya? kenapa sekarang bisa seperti ini?" Weni menatap dokter yang ada di depannya dengan marah.

Dokter merasa sangat takut sampai berkeringat : "Emosi Kakek tidak stabil sehingga menyebabkan hal ini terjadi, mungkin ada sesuatu hal yang membuatnya seperti itu."

Setelah itu, dokter itu tidak bisa menahan dirinya untuk tidak menatap ke arahku.

Saat ini Weni baru menyadari kehadiranku yang duduk diam di sudut ruangan.

Dia menatapku dengan sangat marah : "Kamu lagi? Apakah kamu yang menyebabkan penyakit ayahku semakin parah?"

Aku tidak tahu harus bagaimana menjawabnya, karena kali ini sepertinya benar-benar merupakan tanggung jawabku, aku juga tidak tahu kenapa kakek bisa begitu bersemangat seperti itu.

"Aku tidak tahu....."

Aku bergumam pada diriku sendiri, aku merasa sangat kacau, aku juga sangat sangat mengkhawatirkan keadaan kakek, begitu aku berpikir kemungkinan akan terjadi sesuatu kepadanya, aku merasa sangat takut.

"Apa yang kamu tidak tahu? Bukankah aku sudah memberitahumu untuk menjauhi keluargaku, apakah kamu tidak mengerti?" Weni langsung menarikku berdiri dari bangku lalu menatapku dengan sangat marah.

"Aku hanya ingin membuatkan bubur dan menjenguk kakek sebentar saja." setelah itu air mataku mengalir dengan deras.

"Tidak usah berusaha untuk mengambil hati ayahku, apakah kamu mengira dengan mengambil hati ayahku maka kamu akan mendapatkan sesuatu? Kuberitahu kamu, bukan hanya kamu tidak akan mendapatkan apapun, aku juga akan membuatmu membayarnya."

Weni mendekatiku selangkah demi selangkah, tatapan matanya menatapku dengan sangat garang.

"Linda, kuberitahu sesuatu, jika sampai terjadi sesuatu kepada ayahku, aku akan membuatmu menghabiskan sisa hidupmu di dalam penjara."

Setelah itu dia mendengus lalu berbalik dan pergi dari sana.

Saat ini aku tidak terlalu mempedulikan peringatan Weni, aku mengira kalau itu hanya perkataan yang terucap saat sedang marah saja, lagipula hal yang paling aku khawatirkan saat ini adalah keadaan kakek.

Tidak lama kemudian, orang-orang mulai berdatangan satu persatu.

Di antaranya juga ada suami Weni, Siro Likan, di belakangnya ada seorang wanita yang berpenampilan mahal seperti kalangan atas, penampilan wanita itu membuatku merasa sedikit familiar.

Tetapi aku tidak bisa mengingatnya, aku hanya mengingat seperti pernah bertemu dengannya di suatu tempat.

"Weni, kamu jangan cemas, paman pasti akan baik-baik saja." wanita ini maju ke depan dan menghibur Weni dengan lembut.

Mata Weni memerah, dia berkata kepadanya : "Lulu, aku merasa sangat takut."

Siro juga berjalan ke depan Weni dan memeluk pundaknya serta menghiburnya dengan lembut : "Jangan takut, aku berada di sisimu."

Postur Weni yang terlihat kuat tiba-tiba melemah, dia menangis dengan keras di pundak Siro.

Aku melihat Siro dan Lulu saling memandang, lalu mereka mengalihkan pandangannya seperti tidak terjadi apa-apa.

Lulu menoleh dan menatapku, tatapan matanya terlihat menilaiku dari atas ke bawah, dia mengerutkan alisnya dan berkata : "Bukankah kamu adalah wanita yang membuat onar di pesta pertunangan Safira?"

Aku tidak menjawab pertanyaannya.

Weni menghapus air matanya dan berkata kepada Lulu : "Kemarin Fuji yang membawanya kemari."

"Fuji benar-benar yah, sembarangan membawa masuk orang, menurutku penyakit kakek semakin memburuk kali ini pasti ada hubungannya dengan dia bukan?" Lulu melihatku dari atas ke bawah.

Weni menoleh dan berkata kepada 2 bodyguard yang ada di kedua sisinya : "Kalian urus dia dulu, jika sampai terjadi sesuatu kepada ayahku, aku mau dia membayar dengan nyawanya."

Bodyguard itu menjawab iya lalu berkata kepadaku : "Ayo jalan!"

Lulu juga menatapku dengan tatapan berbahagia di atas penderitaanku.

"Aku tidak mau pergi, aku mau di sini menunggu kakek sadar kembali."

Aku menatap Weni dengan keras kepala.

Aku tidak mau pergi, meskipun aku tidak tahu kenapa kakek bisa begitu bersemangat seperti itu, tetapi tatapannya yang penuh dengan air mata saat menatapku terakhir kali, benar-benar terukir dalam-dalam di hatiku, serta menyentuh jiwaku.

Begitu aku memikirkan hal itu, hatiku terasa sangat sakit.

Weni tersenyum dingin : "Di sini kamu tidak berhak membuat keputusan apapun."

Setelah itu dia menoleh dan memerintahkan kedua bodyguardnya : "Bawa dia pergi--"

"Tidak, aku tidak mau pergi--" aku menggelengkan kepalaku dengan panik, tetapi tubuhku ditahan oleh dua bodyguard yang berbadan besar itu.

"Kumohon padamu, bisakah biarkan aku tinggal disini?"

Aku menangis dan berteriak kepada Weni.

"Dia terlalu berisik, tutup mulutnya." Weni mengerutkan alisnya dan berkata dengan dingin.

Lulu menatapku dengan gembira, tatapan matanya mengandung kebencian juga mengandung senyum yang tidak aku mengerti.

Saat bodyguard memegang lenganku dan menarikku ke arah lift, pintu lift terbuka, Steven berjalan keluar dari dalamnya.

Di tengah kepanikanku, aku tiba-tiba memegang lengan baju Steven dengan sangat erat : "Steven, kumohon tolong aku..."

Novel Terkait

1001Malam bersama pramugari cantik

1001Malam bersama pramugari cantik

andrian wijaya
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
3 tahun yang lalu
Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
3 tahun yang lalu
My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu
Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Thick Wallet

Thick Wallet

Tessa
Serangan Balik
4 tahun yang lalu