Perjalanan Selingkuh - Bab 281 Tumbuh

“Sudah, kita kembali saja! sekarang yang terpenting adalah meningkatkan kemampuan dirimu terlebih dahulu, wanita hanya bisa mengandalkan diri sendiri.”

Setelah mengatakannya, Weni berbalik dan melangkah pergi.

Wanita hanya bisa mengandalkan dirinya sendiri, ucapan ini menggema cukup lama di telingaku.

Benar! Kepercayaan diri darimana yang membuatku percaya Steven bisa kuandalkan seumur hidupku?

Meskipun ucapan Weni begitu tidak berperasaan, namun ucapan ini bagaikan air dingin yang membangunkanku dari mabuk cinta yang sedang kualami.

Aku sudah bukan gadis berusia 17 tahun lagi, sudah waktunya aku memikirkan diriku.

Kalau aku terus mengandalkan Steven, kalau suatu hari aku sudah tidak bisa mengandalkannya lagi bagaimana?

Apakah aku ditakdirkan menjadi seorang wanita yang tidak bisa lepas dari jerat pria?

Tidak… bukan ini yang ku inginkan.

Disaat ini, tiba-tiba sebuah tekad membulat dalam hatiku, membuatku tidak lagi fokus pada wanita asing yang muncul di sisi Steven lagi.

Setelah aku kembali ke kantor, aku langsung bekerja disisi Weni dengan serius.

Sampai pulang kerja sama sekali tidak melakukan kesalahan apapun lagi.

Setelah pulang kerja, Steven tetap tidak pulang, pada malam harinya baru mengirimkan pesan kalau dia tinggal di sebuah apartemen yang terletak tidak jauh dari kantor untuk mempermudah dirinya mengurus pekerjaan.

Tiba-tiba rasa tidak tenang dan lelah mendera hatiku.

Tiba-tiba dalam hatiku muncul perasaan yang sama seperti saat David berselingkuh, menggunakan lembur sebagai alasan, sibuk kerja, semakin lama pulang semakin malam, bahkan tidak pulang.

Apakah Steven juga……

Membayangkan ini, aku segera menepis pikiran yang menghampiri pikiranku, berkali-kali kuberitahu diriku, dia adalah Steven, bukan David, bukan David .

Mengingat begitu banyak hal yang sudah Steven lakukan untukku, hatiku perlahan menjadi tenang.

Namun tanpa Steven yang menemani di malam hari, membuatku merasa kesepian dan sulit untuk terlelap.

Ternyata tanpa sadar aku sudah terbiasa ditemani oleh Steven, perlahan-lahan aku ketagihan bersandar padanya, ingin menghentikan kebiasaan ini, namun rasanya sulit bagaikan sedang mengoyak hatiku dengan tanganku sendiri.

Semalaman tidak bisa tidur, akhirnya aku memilih duduk bersila dan latihan meditasi.

Keesokan paginya, aku kembali dibangunkan oleh Weni untuk berangkat kerja.

Belakangan ini aku terlihat jauh lebih tegang, pekerjaan semakin lama semakin sibuk, terlihat bagaikan workaholic.

Ketegasannya terhadapku semakin ketat, baginya sekarang, selain menjadi ibuku, dia juga menjadi atasanku, guruku, dan mulai turun tangan untuk mengajariku bagaimana mengatasi pekerjaan.

Dalam satu minggu, aku hampir seperti benih yang diberi tenaga ekstra dan tumbuh dengan kecepatan ekspress.

Dan selama satu minggu, tanpa sadar komunikasi diantara aku dan Steven menjadi semakin lama semakin jarang.

Dan pada akhirnya karena sibuk dengan pekerjaan masing-masing, bahkan dalam satu hari sama sekali tidak berkomunikasi melalui telepon sekalipun.

Hari ini, Weni menarikku kehadapan seluruh karyawan dan menobatkanku sebagai General Manager.

Setelah apa yang dia ucapkan, meskiipun orang disekeliling menatapku dengan tatapan tidak yakin, namun pada akhirnya tetap memberikan sambutan dan tepuk tangan.

Aku dibuat bingung oleh keputusan yang dibuat Weni secara tiba-tiba ini.

Jujur saja, meskipun selama ini perkembanganku cukup pesat, namun untuk langsung menduduki posisi General Manager ini cukup membuatku tidak percaya diri, rasanya kemampuanku dalam bekerja masih belum mencapai tahap itu.

Setelah menunggu rapat selesai, tanpa menunggu sekretaris baruku melaporkan tugas untukku, aku langsung melesat menuju kantor Weni .

“Ma, ada apa ini?” aku menatapnya sambil mengkerutkan alis.

Dia duduk di kursinya dan berputar sambil bertanya padaku dengan alis mengkerut : “Kenapa? Tidak suka?”

Jujur saja, siapa yang tidak suka naik jabatan? Siapa yang tidak suka menjadi pemimpin yang hanya satu kata saja bisa membuat semua orang mendengarkannya.

Namun perkembangan sebuah karir tidak boleh seegois itu, karena general manager bukanlah sebuah posisi biasa, tidak bisa diemban oleh sembarangan orang.

Aku tidak berani mempercayai, Weni sebagai seorang wanita karir yang sukses tidak memahami semua ini.

“Safira, apakah kamu tahu, ada berapa banyak orang yang bermimpi menduduki posisimu ini, sekarang kamu sudah mendapatkannya, kamu seharusnya merasa senang.” Dia menatapku dengan alis berkerut.

“Tapi sekarang aku sama sekali masih belum pantas, kamu melakukan hal ini hanya akan membuat orang-orang itu merasa tidak senang padaku, kalau hati bawahan tidak kompak, bagaimana bisa membuat perusahaan berkembang bersama?”

Kedua tanganku menopang meja sambil menjawab pertanyaan yang dilontarkan Weni .

“Kamu tenang saja, aku sudah mengatur sekretaris untukmu, mereka memiliki kinerja yang sangat bagus sehingga bisa membantu pekerjaanmu, dan ada lagi, harus percaya pada diri sendiri, kamu adalah putri dari Keluarga Demina, hanya berdasarkan marga ini saja, kamu sudah sangat pantas berdiri disini.” Weni berkata dengan arogan.

“Tetapi, Demina Group bisa berdiri karena mengandalkan seluruh karyawan, bukan hanya mengandalkan beberapa orang yang berada di Keluarga Demina .”

Aku berkata sambil menghela nafas.

Aku terlahir di keluarga yang kaya, melalui masa kecil di dalam keluarga kaya, namun aku tumbuh besar di keluarga yang sederhana, cara pandangku lebih condong dari sudut pandang orang yang sederhana dan berderajat lebih rendah dalam melihat dunia sosial.

Seandainya, aku berdiri disudut pandang yang sama dengan Weni, dia melihat segala sesuatu dari sudut pandang seorang pemimpin, sedangkan aku melihat dari sudut pandang karyawan di tingkat paling rendah.

Setelah mendengar perkataanku, Weni terdiam sesaat.

Akhirnya menggunakan pena yang ada ditangannya untuk menunjuk pintu ruangannya : “Kalau tidak ada urusan lain, kamu lanjutkanlah pekerjaanmu!”

“Tapi masalah jabatan?”

Weni mengangkat kepala dan menatapku : “Kalau mereka merasa tidak senang, pakai kemampuanmu untuk membungkam mulut mereka.”

Jujur saja, aku tidak mempunyai dasar kepercayaan diri Weni, selalu merasa terlalu cepat, diriku sama sekali tidak mampu mengemban jabatan ini.

“Safira, tidak ada orang yang mampu memberimu waktu untuk tumbuh yang cukup, yang kamu butuhkan adalah mengemban semua tanggungjawab ini, dan lagi, kalau kamu tidak mencoba, bagaimana kamu bisa tahu kalau kamu tidak bisa?”

Weni menatapku dengan serius, ekspresinya begitu tegas.

Aku menarik nafas dalam, dan akhirnya mengangguk : “Baiklah, aku akan berusaha dengan keras.”

Aku tahu, berkata lebih banyak pun tidak akan mengubah apapun, Weni sudah mengumumkannya, maka dia tidak mungkin menarik kembali ucapannya.

Sekarang tidak perduli apapun yang terjadi, aku hanya bisa menjalankannya.

Sekretaris yang diatur oleh Weni ada seorang wanita dan pria, keduanya sudah bekerja lama di group Demina bertahun-tahun lamanya, bekerja dengan rajin dan giat selama begitu lama, kemampuannya sudah tidak diragukan lagi.

Bisa dikatakan, dengan adanya mereka, pekerjaanku jauh lebih ringan dari yang kubayangkan.

Tetapi meskipun hal yang harus kuurus tidak rumit, namun harus mengambil banyak sekali keputusan, dan inilah yang tersulit dan penuh dengan tekanan.

Takut mengambil keputusan yang salah, dan akhirnya membuat kerugiain yang besar bagi perusahaan.

Bahkan ketika membuat keputusan mudah goyan, sama sekali tidak punya kepercayaan diri terhadap pilihan sendiri.

Mau tidak mau harus diakui, bekerja seperti ini sungguh memberikan tekanan yang besar untuk mental, aku bahkan tidak sempat memikirkan hal tidak beres yang terjadi pada Steven, seluruh jiwa dan raga terfokus pada pekerjaan.

Beberapa hari seperti ini, aku merasa setiap harinya rambutku rontok cukup banyak karena terlalu banyak tekanan.

Weni melihatku, hanya berkata : “Berbuatlah dengan berani, jangan takut merugi, meskipun investor terbaik pun tidak mungkin bisa menjamin setiap investasinya akan menghasilkan!”

Novel Terkait

Meet By Chance

Meet By Chance

Lena Tan
Percintaan
4 tahun yang lalu
Beautiful Lady

Beautiful Lady

Elsa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
Unplanned Marriage

Unplanned Marriage

Margery
Percintaan
5 tahun yang lalu
Kembali Dari Kematian

Kembali Dari Kematian

Yeon Kyeong
Terlahir Kembali
4 tahun yang lalu
Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Jasmine
Percintaan
4 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu