Perjalanan Selingkuh - Bab 159 Aku adalah Safira Demina

Hari kedua, diadakan acara perjamuan di rumah keluarga Demina.

Acara perjamuan ini membahas tentang peresmian pembagian saham kepada Siro Likan dan Sunni, keduanya membagi rata saham yang dipegang oleh Weni Demina.

Tetapi karena Siro Likan sebelumnya memegang beberapa saham perusahaan Demina, ditambah pembagian ini, ia sudah bisa menjadi wakil direktur dengan 50% saham perusahaan yang ia miliki.

Akhirnya Steven menyelesaikan semua kesibukan kantornya selama setengah bulan, dan membawaku ke acara perjamuan ini.

Siro Likan membawa Lulu, ia membahas rencana ia kedepannya dengan kepercayaan diri yang tinggi.

Aku merasakan kemunafikan, sambilan aku mencari alasan untuk meninggalkan suasana yang penuh dengan kemunafikan ini.

Aku tidak memerhatikan jalan, secara tidak sadar tiba di tempat tinggalku dulu.

Aku melihat Weni memeluk bonekanya dan berlari kearahku, dengan pengasuh di belakang yang mengejarnya, sambil berteriak : “Nyonya, Cepatlah kamu kembali, Tuan bilang kamu tidak boleh berkeliaran.”

“Aku mau pergi menolong Rui Rui ku, Rui Rui ku masih menungguku, kalian semua orang jahat, orang jahat, kalian membully Rui Rui ku.”

Weni Demina lari melewatiku, tubuhnya menabrak bahuku.

Aku bisa menghindarinya, tetapi memori itu muncul begitu saja di pikiranku, aku seperti merasa terbeku ketika teringat memori itu.

Ketika aku sudah mulai tersadar, Weni sudah kabur.

“Aduh, Nyonya mulai menggila lagi, dia pasti pergi ke kolam yang ada di halaman belakang lagi.”

Aku tau kolam itu, sesekali aku suka berjalan-jalan disana ketika masih tinggal di rumah keluarga Demina, mendengar pengasuh berkata begitu, aku bergegas pergi ke sana.

Hati mulai khawatir dengan keadaan Weni.

Toh, kolamnya juga lumayan dalam, jika terjadi sesuatu sangatlah bahaya.

Sambil berpikir, langkahku semakin cepat, aku terkejut, ketika melihat Weni berjalan menjelajahi kolam.

“Weni Demina.”

Aku buru-buru berteriak, kemudian lari kearahnya, ingin menarik lengannya untuk kembali.

Tetapi aku tidak menyangka ternyata tenaga Weni lebih kuat dibanding diriku, ia menjatuhkanku ketika ia mendorong dirinya kearah depan.

“Rui Rui ku …..”

Ia mengapung di permukaan air, dan aku merasa tidak nyaman.

Mungkin karena pernah tenggelam waktu kecil, jadi saya menjadi sedikit trauma, sehingga tidak begitu berani mendekati tempat seperti ini.

Seluruh tubuhku tertutupi oleh air kolam ketika terjatuh.

Banyak memori yang muncul secara bergantian di pikiranku, aku sangat ketakutan, hanya bisa meminta tolong,

Aku tidak tau aku bertahan berapa lama, hanya ingat ada satu tangan yang memegangku, dan terus-menerus berteriak di sampingku : “Rui Rui, jangan takut, mama datang menolongmu, jangan takut….”

Terakhir, mataku tertutup dan pingsan.

Waktu sangatlah lama berlalu.

Aku merasa seperti sedang berlari di dalam waktu.

Aku bahkan melihat adegan seorang anak bayi kecil yang dengan seketika bertumbuh menjadi seorang gadis kecil berumuran sekitar sepuluh tahunan.

“Rui Rui, mama sudah kembali, ini hadiah yang mama belikan untukmu, suka tidak?”

“Rui Rui, kamu adalah tuan putri di rumah ini, tuan putri untuk selamanya, mama akan membahagiakanmu…”

“Rui Rui, jangan takut, ada mama, jangan takut.”

“Rui Rui, kamu tinggal bersama kakek, mama kerja beberapa hari sudah balik….”

Bermacam-macam memori, muncul dipikiranku berkali-kali seperti adegan di film-film.

Melihat itu semua, Hatiku sangat sedih.

Aku tidak terpikir, duniaku seketika berbalik dari kenyataan ketika aku membuka semua ingatanku.

Aku mati pun tidak terpikir, ternyata inilah ingatanku yang terpendam,

Dan aku hidup dalam kebohongan selama puluhan tahun.

Aku teringat, semuanya teringat, aku adalah Safira Demina, Safira Demina sesungguhnya.

Safira Demina yang sangat disayangi oleh kakek, dan Weni Demina adalah ibuku.

Ini semua begitu menyedihkan, kita saling menyakiti satu sama lain, tetapi siapa yang tau, orang yang terdekat yang malahan saling menyakiti.

Aku teringat, kebohongan yang sudah dikatakan oleh orang tua asuhku selama ini.

Aku bukan Linda, aku adalah Safira Demina yang ditolong mereka, karena kehilangan ingatan, aku menjadi Safira Demina yang dibohongi mereka.

Kenyataan ini, sangat membuatku terpuruk, aku bahkan tidak tau bagaimana menghadapi orang tuah asuh ku dan Weni Demina.

Bahkan menghadapai, Steven yang mencariku selama ini.

Waktu sudah berlalu sangat lama, seluruh jiwaku seperti terperangkap dalam perputaran waktu itu, seperti mengulangi siklusnya berkali-kali.

“Linda, cepat bangun, aku mohon, cepatlah bangun?”

Siapa yang berbisik di telingaku?

Siapa?

“Linda, aku adalah Steven, aku mohon, cepatlah bangun?” Suara tangisan itu, membuat orang merasa sangat sedih.

Steven? Kakak Stevenku, kakak yang sangat aku sukai sewaktu kecil, kakak yang ingin aku nikahi saat tumbuh besar nanti.

Jangan menangis.....

Aku sangat sulit membuka kedua mataku, penglihatanku kabur, hal pertama yang aku lakukan adalah menghapus air matanya.

Ketika aku ingin mengangkat tanganku dan meraih mukanya, steven memegang erat tanganku, dan ia terkejut : “Linda, kamu tersadar?”

Penglihatanku semakin jernih, setelah mulai menyesuaikan cahaya.

Dia berubah sangat banyak, jenggot di dagunya mulai tumbuh, matanya tampak lesu, dan wajahnya tampak tidak begitu segar.

“Kamu....”

Aku baru membuka mulut, dan terasa sangat kering di tenggorokan.

Steven menuangkan air minum dan menyuapiku dengan sangat lembut.

Setelah minum beberapa suap air, tenggorokanku terasa sedikit lega, aku melihat sekeliling, bertanya : “Dimana Weni?”

Maafkan aku yang masih belum terbiasa memanggilnya mama, karena ada beberapa hal yang sudah terjadi tidak dapat diperbaiki kembali, yang sudah disakiti sudah tersakiti.

“Dia tidak apa-apa.”

Steven menatapku, menerangkan : “Ia menyelamatkanmu, tetapi kamu tetap tidak sadarkan diri selama tiga hari, temperatur badan juga sangat tinggi, aku sangat mengkhawatirkanmu.”

Sambil berbicara, steven mendekatkan kepalanya ke dahiku : “Bodoh, lain kali jangan lakukan hal bahaya seperti ini lagi, kamu membuatkan orang sangat khawatir.”

Aku tersenyum pelan, aku mengelus-elus kepalanya, berkata : “Kakak steven, kamu boleh tidak jangan tumbuh dewasa dulu? Tunggu aku tumbuh dewasa sepertimu, kita akan menikah dan hidup berdua selamanya seperti papa dan mama, ya?”

Steven terbeku, dan menatapku dengan bingung.

Beberapa saat kemudian, dia tertawa, kemudian menangis.

Dia memelukku, bergumam : “Aku seharusnya mengetahui ini lebih awal, lebih awal, aku sangatlah bodoh.”

Air mata yang hangat menetes di leherku.

Hatiku juga sangat sedih : “Maaf! Aku telah membiarkan dirimu menunggu terlalu lama.”

Novel Terkait

Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu
Dipungut Oleh CEO Arogan

Dipungut Oleh CEO Arogan

Bella
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
4 tahun yang lalu
My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
3 tahun yang lalu
Adieu

Adieu

Shi Qi
Kejam
5 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Mr Lu, Let's Get Married!

Mr Lu, Let's Get Married!

Elsa
CEO
4 tahun yang lalu