Perjalanan Selingkuh - Bab 152 Dendam Yosi

Sorotan mata itu, seperti sapi dan kambing yang menunggu untuk disembelih, mengandung kejahatan yang sangat dalam sekali, juga ada semacam kepuasaan setelah membalas dendam.

“Kamu yang seperti ini, sungguh jelek sekali.”

Aku dengan mencemooh melihat Sunni, kemudian dia berbalik mau pergi.

Tapi saat aku membalikkan badan, badanku didorong dengan sangat kuat sekali oleh orang, lalu aku tersungkur jatuh ke depan.

Legan dan persendian menjadi sakit sekali.

“Linda, kamu sekarang tidak lain hanya adalah seekor anjing yang bisa mengeluarkan darah saja, atas dasar apa kamu berkata seperti itu kepadaku?”

Saat ini, aku kedengaran suara tawa kecil.

Sepasang kaki yang panjang menginjak sepatu berhak tinggi berjalan ke sini.

“Nona Demina, orang seperti ini, kenapa kamu masih bisa berbicara dengan baik terhadapnya? Kalau tidak nurut, langsung baik-baik beri dia pelajaran.”

Suara agak akrab, aku dari lantai berdiri, agak terkejut kelihatan wanita itu.

Anak perempuan ini bukan orang lain, dia adalah keponakan wanita si pelakuu yang menabrak ayahku, aku teringat akan hasil pemeriksaan Steven, kakek wanita itu adalah kepala pengurus rumah tangga yang ikut dengan kakek Demina, baru pension setelah kakek Demina meninggal, tapi karena sudah lama ikut dengan kakek Demina, sangat dihormati oleh orang di keluarga Demina.

Tapi yang paling membuatku penasaran itu adalah apa sebenarnya hubungan antara Yosi dan orang tuaku?

“Benar yang kamu bilang, jadi, kamu saja yang bantu aku beri pelajaran!” Sunni menoleh berkata ke Yosi.

Yosi mendengar perkataan Sunni, selangkah demi selangkah berjalan ke arahku.

Di wajahnya mengandung senyuman yang tidak bermaksud baik, menjulurkan tangan dan memukul ke arahku, dari awal aku sudah punya persiapan, saat dia mengangkat tangan, langsung menggenggam pergelangan tangannya.

Lalu menggenggam lengannya dan mendorongnya ke belakang: “Pergi ——”

“Kamu ini dasar pelacur, beraninya kamu mendorongku?”

Mata Yosi membawa niat jahat melihatku, orangnya menerkam ke arahku, sekali badanku mengelak, lalu Yosi terjatuh ke lantai.

Namun Sunni di samping melihat saja.

Aku mendongak dan melihat Sunni berkata: “Aku sekarang digaji oleh Weni, ini merupakan transaksi di antara kami, bukan menjual nyawa untukmu, kalau kamu membuat hatiku tidak senang, kapan saja aku bisa pergi dari sini.”

Sunni mendengar perkataanku, wajah menjadi berubah, menggigit gigit melihatku, memeras keluar dua kata: “Berani kamu?”

“Ada apa yang aku tidak berani?” AKu tahu saat ini tidak boleh lemah, juga tidak boleh takut dan mundur.

Kalau tidak, selama aku di rumah keluarga Demina ini bukannya masih bisa sangat dipersulit oleh Sunni.

“Kalau kamu berani pergi dari sini, kamu percaya tidak aku akan membuat mamamu tidak akan pernah bisa keluar dari penjara.” Sunni dengan jahat melihatku.

Dan ketika Sunni mengatakan ini, aku kelihatan sorotan mata Yosi menjadi tertegun sejenak.

“Memang aku berjanji untuk memberi kamu darah, tapi tidak berjanji untuk diinjak oleh kamu.” Aku dengan dingin melihat Sunni.

Aku percaya, dibanding dengan aku, Sunni sekarang lebih memerlukan aku.

Sunni dibuat marah oleh perkataanku sampai muka ikut memucat, dan aku tanpa rasa takut sama sekali melihatnya, sedikit maksud untuk mengalah saja tidak ada.

Terakhir Sunni kalah, menoleh ke Yosi berkata: “Kita pergi.”

Setelah berkata, membalikkan badan dan pergi, dan Yosi menoleh, setelah dengan dingin melihatku, dari belakang mengikuti Sunni pergi.

Aku tidak tahu apa perselisihan yang sebenanrnya terjadi antara aku dan Yosi, dihitung-hitung hanya bertemu sekali saja, tapi di matanya melihatku, bisa memngandung kebencian dan dendam, membuat hatiku terkejut.

Aku teringat akan wajah di foto yang disembunyikan oleh orang tuaku, apa mungkin di antara dia dan orang tuaku ada perselisihan?

Kalau mau tahu jawaban ini, perlu bertanya ke Yosi yang bersangkutan dan orang tuaku, tapi mereka pasti tidak akan memberitahuku, banyak hal, seakan seperti segumpalan teka-teki saja, membuatku dengan ceroboh terjerumus masuk dengan dalam dan tidak mengerti walau sudah berpikir keras.

Dipikir-pikir juga tidak akan mengerti, lalu aku lebih baik mengenyampingkan masalah ini.

Hari kedua, dokter Nisti datang lagi.

Setelah melihatku terbangun, tersenyum menyapaku: “Apa tidurnya nyenyak?”

Aku dengan dingin melihatnya, dia yang membuatku mengerti apa itu “kenal muka seseorang tapi tidak kenal isi hatinya” perkataan ini, ini bisa dibilang adalah seekor rubah yang tersenyum, tersenyum padamu, namun di belakang masih tidak tahu bagaimana memperdaya kamu.

Kalau Farad awalnya beralasan, benar demikian dokter Nisti ini, memang benar dan pasti adalah orang yang menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan..

“Tidak nyenyak.”

Aku berkata dengan jujur.

Kemarin malam terbaring di sini, membolak-balikkan badan tidak bisa tidur, terakhir dengan tidak mudah tertidur, namun tak henti bermimpi, bermacam adengan mimpi, mimpi yang terasa sangat dikenal, tapi terakhir apapun tidak bisa diingat.

Sampai-sampai sekarang ini di sekeliling mata juga masih ada lingkaran hitam!

“Badanmu sekarang ini masih perlu makan dan tidur yang baik, jaga semangat yang baik.”

Aku tersenyum dingin dengan tidak jelas berkata: “Terima kasih atas perhatianmu.”

Perhatian pria itu bisa dibilang seekor serigala berkulit kuning bersilahturahmi ke rumah ayah, tidak berniat baik.

“Aku ini juga bisa dibilang demi kebaikanmu, kalau kamu menjaga kesehatanmu dengan baik, masih bisa memperkecil kerusakan tubuhmu.”

Dia berkata sambil mengambil berbagai macam jenis peralatan.

Kemudian berkata padaku: “Julurkan lenganmu.”

Aku menjulurkan lengan, di atas lengan yang putih bisa terlihat ada urat berwarna hijau, dia mengambil jarum suntik dan menusuk masuk ke lenganku, lalu menarik dan mengambil darah keluar.

Aku kelihatan darah berwarna merah mengalir keluar, di depan mata jadi menggelap.

Terakhir saat aku hampir saja tidak bisa menahan, baru berhenti.

“Tekan dulu….”

Aku berdiri, baru berjalan dua langkah, di depan mataku menghitam, badanku langsung tak bertenaga, lalu pingsan.

Dalam mimpi, aku merasa diri sendiri berada di sebuah kapal pesiar, dua orang wanita membawa anak bermain di atas kapal pesiar.

“Mama, besok adalah hari ulang tahunku, kamu temani aku merayakannya, ok?”

Anak perempuan mengoyangkan tangan salah seorang wanita berkata dengan manja dan manis.

“Anak baik, besok mama masih ada satu rapat! Hari ini mama temani kamu main, anggap sudah terlebih dahulu merayakannya bersamamu ok?”

“Tidak mau, mama, kamu temani aku lamaan!”

Anak perempuan itu dengan wajah bersedih mengoyangkan lengan mamanya.

Aku kelihatan muka anak perempuan itu, hati tersentak sedih, sepertinya bisa mengerti sekali perasaannya, saat aku berpikir pergi untuk menghiburnya, lalu merasakan kapal persiar tergoncang.

Terakhir gambaran terganti, aku terasa diriku terjatuh masuk ke dalam air, memberontak, namun tidak henti tenggelam ke bawah, dan hanyut.

“Tolong….”

Sesak nafas yang terasa membuatku merasa diriku kapan saja bisa mati.

Saat aku kira diriku mau mati, aku dengan cepat terbangun dari atas ranjang.

Di lenganku juga tergantung air saline, setelah kelihatan, aku langsung mencabut jarum infusan.

Kemudian, aku tanpa bersepatu dan sandal langsung turun dari ranjang, baru keluar dari kamar tidur, langsung kelihatan ada seorang pembantu sedang merapikan ruang tamu, setelah kelihatan aku keluar, tersenyum berkata padaku: “Di dapur sana ada kuah ramuan obat yang dibuat khusus untuk menjaga kesehatan otak, apa mau diantar kemari?”

Kuah ramuan obat?

Aku menggeleng kepala: “Tidak perlu, buat banyakan makanan yang bisa menambah dari sudah cukup.”

Bukan aku bermanja, tapi aku tidak percaya keluarga Demina, tidak percaya Weni dan Sunni.

“Nyonya besar sudah pulang, memesan kalau kamu sudah bangun, langsung pergi ke tempat dia sebentar.” Pembantu wanita itu berhati-hati melihatku dan berkata.

Novel Terkait

Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
5 tahun yang lalu
Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
5 tahun yang lalu
Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
5 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
4 tahun yang lalu
Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
5 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
4 tahun yang lalu