Perjalanan Selingkuh - Bab 51 Aku Tidak Mau Dijadikan Kambing Hitam

Bab 51 Aku Tidak Mau Dijadikan Kambing Hitam

"Mereka ada di rumah sakit mana?"

"Di rumah sakit pusat kota."

Setelah Adit selesai berbicara, aku langsung berbalik dan pergi : "Aku pergi ke rumah sakit untuk melihatnya."

Adit segera mengejarku : "Linda, kali ini kau jangan pergi ke sana untuk menambah masalah."

Menambah masalah? Dia mengira aku pergi ke sana untuk menambah masalah?

Aku menoleh untuk melihat Adit lalu berkata dengan serius : "Adit, aku tidak mendorongnya, benar-benar tidak mendorongnya, kau percaya atau tidak?"

Adit tidak berkata apa-apa, hanya terdiam saja.

Aku tertawa dengan pahit : "Saat itu saja aku tidak mencelakakan anak Ling Ling, bagaimana mungkin aku bisa mendorong Kinara sampai jatuh."

Setelah itu, aku langsung berbalik dan pergi dari sana.

"Linda, dia dikamar nomor 301!" Adit tiba-tiba mengatakan hal itu kepadaku.

"Terima kasih!" Aku menoleh dan tersenyum kepadanya.

Aku tahu, jika Adit memberitahuku nomor kamar itu, maka itu berarti dia sudah mempercayaiku.

Terima kasih Adit, temanku.

Aku memberhentikan taksi di depan perusahaan lalu segera pergi ke rumah sakit.

Saat aku berdiri di depan kamar rawat inap, langkahku malah berhenti di depan sana, tiba-tiba saja aku tidak tahu bagaimana cara menghadapi Steven.

Atau bisa dibilang, apakah Steven akan mempercayaiku? Tidak peduli perasaannya terhadap Kinara seperti apa, selama anak yang di perut Kinara adalah anaknya, dia tidak akan mungkin tidak peduli!

Saat aku sedang berpikir, pintu kamar tiba-tiba terbuka, dokter yang memakai jas putih keluar dari dalam kamar.

Aku segera minggir ke samping, lalu mengikuti langkah dokter itu dan bertanya kepadanya : "Bagaimana keadaan pasien yang di dalam?"

Dokter menggelengkan kepalanya sambil menghela napas, di wajahnya terlihat ekspresi sangat disayangkan.

Aku sangat kaget sekali, apakah terjadi sesuatu kepada Kinara? Saat ini, di hatiku tidak ada rasa bahagia, hanya ada rasa takut, meskipun penyebab hal itu bisa terjadi adalah dirinya sendiri, tetapi aku juga tidak mampu menghadapi kehilangan nyawa seseorang.

Aku tidak lagi memperdulikan hal lainnya, langsung menerobos masuk ke dalam kamar pasien.

Keluarga pasien yang sedang berada di dalam, semuanya bengong melihatku : "Kau siapa?"

Aku melihat mereka semua, tidak ada Steven, tidak ada Kinara.

Yang berbaring di atas ranjang adalah seorang nenek tua yang menggunakan bantuan oksigen.

Akhirnya aku menyadari kalau aku sudah salah masuk kamar, aku merasa sangat malu sekali : "Maaf, aku salah masuk kamar, maaf...."

Aku terus-menerus membungkuk dan mengucapkan maaf pada mereka.

"Nona, kau tidak boleh tiba-tiba menerobos seperti itu, jika pasien kaget karenamu, maka kau harus tanggung jawab." Suster yang bertugas mengecek hari itu masuk kedalam kamar, dia menggelengkan kepalanya sambil melihatku dengan tatapan tidak setuju.

"Aku yang salah, aku salah masuk kamar, maaf, maaf!"

Aku merasa bersalah jadi terus meminta maaf kepada mereka.

"Linda--"

Tiba-tiba, dari belakangku terdengar suara yang kukenal.

Aku menoleh dan langsung melihat Steven sedang keluar dari dalam kamar pasien yang satu lagi.

Sikapku yang menyedihkan tadi seharusnya semua sudah dilihat olehnya.

Tetapi aku tidak memperdulikan hal itu, aku membalikkan tubuhku dan menatapnya, memaksakan sebuah senyuman : "Direktur Steven."

Steven hanya berkata "hem" dengan datar, perasaannya tidak nampak di wajahnya yang dingin.

"Apakah dia baik-baik saja?" aku bertanya dengan suara yang terdengar tidak jelas.

"Anaknya terlahir prematur, tubuhnya agak sedikit kecil." Dia menatapku dengan tatapan matanya yang dingin, nada suaranya datar.

Aku tidak bisa menebak pemikirannya saat ini, terlebih lagi tidak tahu apa pendapatnya tentangku saat ini, mungkin di matanya aku adalah seorang perempuan yang sangat kejam dan tidak mempunyai belas kasihan.

"Aku tidak mendorongnya." pada awalnya saat sedang di dalam perjalanan kemari, aku ingin memberitahu Steven, menjelaskan kepadanya, tetapi saat dia ada di depanku, aku malah hanya mampu mengucapkan kata-kata ini.

Saat ini, perbendaharaan kosa kataku tiba-tiba menyusut dengan drastis, bahkan aku tidak tahu bagaimana caranya membela diriku, tetapi di dalam hatiku, aku sangat berharap dia dapat mempercayaiku.

Steven hanya menatapku dengan tatapan mata yang dingin, tidak berkata apapun.

Harapan di mataku pelan-pelan meredup dan menghilang, akhirnya aku hanya tersenyum pahit kepadanya : "Saat itu aku begitu membenci Ling Ling, tetapi aku bahkan tidak pernah berpikir untuk mencelakai anak yang ada di perutnya, aku pernah kehilangan 2 orang anak, tahu rasa sakitnya seperti apa, jadi aku sangat menghargai nyawa seorang anak, lebih dari siapapun."

Setelah selesai bicara, aku tidak mau melihat lagi ekspresi yang ada di wajahnya, aku segera berbalik, hatiku terasa sangat sedih dan hampa.

Aku menangis di sepanjang jalan sampai ke dalam lift, setelah keluar dari lift, aku menemukan bangsal bayi yang baru lahir.

Bagian luar bangsal ditutupi dengan jendela kaca transparan, dibalik kaca transparan itu dia bisa melihat berbaris-baris bayi yang diletakkan di dalam inkubator.

Di dalam inkubator tertulis nama dan kode anak-anak itu, aku melihat sebentar, tidak bisa mengenali yang mana yang merupakan anak Kinara.

"Baris ketiga, bayi yang pertama adalah anak itu."

Suara Steven terdengar dari belakangku, melalui jendela kaca, aku dapat melihat pantulan sosoknya yang samar di sana.

Aku melihat ke arah yang tadi ditunjukkan olehnya dan melihat anak itu, panjangnya kira-kira setengah lengan orang dewasa, kulitnya berwarna merah, dia lebih kecil dibandingkan bayi yang lahir normal.

"Kau sudah menjadi seorang ayah, selamat!" aku berkata sambil melihat anak itu.

Steven malah tidak menjawab perkataanku.

Sosok di jendela kaca itu terlalu samar, aku tidak bisa melihat ekspresinya dengan jelas, hanya merasa suasananya agak tidak nyaman.

Aku tidak punya keberanian untuk menoleh, hatiku sedikit menyalahkannya oleh karena ketidakpercayaannya terhadapku.

Dia tidak membuka mulutnya, akupun tidak berbicara apapun, suasananya sangat tidak nyaman, kadang-kadang ada orang yang datang dan dengan penasaran melihat ke arah kami beberapa kali, akhirnya mereka tidak berani mendekat dikarenakan Steven seperti mengeluarkan aura "orang asing dilarang mendekat" dari tubuhnya.

"Direktur Steven, apakah aku masih boleh kerja?" setelah berlalu cukup lama, aku memutar tubuhku, menatap Steven dan bertanya kepadanya.

Aku tidak rela diberhentikan dari pekerjaanku karena dijebak oleh Kinara.

Aku tahu maksud ucapan Steven, karena Adit mau menjaga mukaku, maka dia berkata Steven menyuruhku untuk istirahat beberapa hari, sebenarnya maksudnya adalah berhenti kerja, saat itu aku berhenti dikarenakan aku dijebak oleh Ling Ling, kali ini karena dijebak lagi oleh Kinara, jika aku pergi begitu saja, orang lain akan semakin merasa aku sudah mencelakai Kinara, aku tidak mau dijadikan kambing hitam.

"Linda, kecuali kau minta maaf kepada Kinara, minta dia untuk memaafkanmu." Steven menatapku dengan tatapan yang dalam.

"Aku tidak akan pernah minta maaf oleh karena hal yang tidak pernah aku lakukan." aku menggelengkan kepalaku dengan tegas, hatiku sangat sedih.

Dia masih tidak mempercayaiku, tiap kali aku memikirkan hal ini, hatiku mulai berdarah, sangat sakit sampai-sampai tidak bisa bernapas.

Jika aku minta maaf, maka aku bersedia dijadikan kambing hitam.

"Aku bersedia mengundurkan diri dan diperiksa, aku hanya berharap direktur Steven bisa membuktikan kebenarannya." aku melihat Steven, setelah aku mengatakan hal ini, aku pergi dengan percaya diri.

Aku menegakkan punggungku dan pergi tanpa menoleh lagi.

Jangan mengira aku pergi dengan percaya diri, sebenarnya di saat aku berbalik, air mataku langsung mengalir keluar, tetapi aku tidak mau terlihat lemah.

Setelah aku sampai di rumah, Moli menyapaku, aku ingin tersenyum kepadanya, tetapi senyumku terlihat sangat jelek, bahkan lebih jelek daripada saat aku menangis.

Moli sangat kaget, dia buru-buru bertanya kepadaku : "Linda, kau kenapa?"

Aku memeluk Moli lalu menangis dengan keras.

Tidak peduli apapun yang Moli tanyakan, aku tidak bisa menjawab apapun, aku hanya ingin menangis sepuasnya.

Hal yang terjadi hari ini merupakan pukulan yang sangat besar bagiku, kemunculan Jason dan jebakan yang dilakukan oleh Kinara, semuanya membuatku sampai di titik kehancuranku.

Novel Terkait

Predestined

Predestined

Carly
CEO
5 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
4 tahun yang lalu
Excellent Love

Excellent Love

RYE
CEO
4 tahun yang lalu
See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu
Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
5 tahun yang lalu
Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
4 tahun yang lalu
My Beautiful Teacher

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
4 tahun yang lalu
After Met You

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu