Perjalanan Selingkuh - Bab 155 Pendampingan Adalah Pernyataan Cinta Yang Dalam

“Steven, kamu ini menganggap rumah keluarga Demina ini jadi tempat apa?” Weni dengan tenang melihat ke Steven.

Tapi sorotan mata yang dingin itu, sama seperti air es saat bersalju yang paling dingin itu, membuat orang yang melihat jadi takut.

Aku ingat akan cara Weni mengatasi masalah, dan juga nasib ibuku yang masih ada di tangannya, tubuhku tak bisa menahan untuk gemetaran ketakutan.

Sikapku membuat Weni tertawa, mukanya mengandung cemooh, tanpa segan berkata: “Burung gereja ya memang burung gereja, berkhayal berubah jadi burung phoenix, sungguh bermimpi.”

“Tante Weni, kali ini aku datang, ingin membatalkan perjanjian pernikahan.” Steven melihat Weni berkata.

“Kenapa?”

Weni berdiri dengan cepat, tapi di tengah-tengah, mungkin gerakannya terlalu kuat dan menarik lukanya, mukanya berubah sebentar, lalu tidak bisa tidak duduk kembali di atas sofa.

Pengasuh segera meletakkan bantal di belakang badannya, meminta wanita itu bersandar di sana.

Weni tidak mampu perduli dengan hal lainnya, mata terus melototi Steven.

Dan muka Sunni sudah dibasahi air mata, hampir saja tumbang melihat Steven, menggigit bibir bertanya padanya: “Kenapa? kak Steveb?”

Steven dengan datar melirik ke Sunni, dan setelah melihat ke Weni: “Di dalam hatiku, dia buka Safira itu.”

“Tidak—— dia itu adalah Safiraku.”

Ekspresi wajah Safira berubah melihat ke Steven.

Dan lalu tersenyum dingin melecehkan dan berkata: “Hati sudah berubah ya berubah saja, buat apa mencari alasan yang lucu seperti ini?”

Dan setelah mendengarkan perkataan Steven ini, raut wajah tambah lebih memucat lagi.

“Aku tahu, yang tante Weni percaya itu adalah hasil tes DNA, tapi yang aku percaya hanya hatiku sendiri, dia bukan Safira, aku juga tidak merasakan dia ada sedikit kesamaan dengan Safira.”

Wajah Steven masih tetap saja terus melihat ke arah Weni.

Perkataan Steven membuat Weni marah sampai dada menonjol keluar dengan kuat.

Sunni segera duduk ke samping Weni dan membantunya melancarkan nafas, dan kemudian dengan wajah yang dipenuhi air mata melihat Steven: “Kak Steven, badan ibuku sekarang tidak sehat, kamu jangan buat dia marah lagi.”

Lalu menundukkan kepala berkata: “Aku tahu, kamu sekarang sudah menyukai orang lain, tapi kamu juga tidak boleh mencari alasan seperti ini!”

Mengatakan ini, air mata di wajah Sunni satu demi satu butir menetes.

Weni yang melihat sangat sakit hati sekali.

Dia menoleh, melihat Steven sebentar, terakhir sorotan mata terjatuh ke diriku lagi, sorotan mata itu sama seperti sebuah cahaya lampu yang kuat, sedikit demi sedikit, membuat sekujur tubuhku tidak enak.

Aku berusaha membuat diriku dengan badan dan kepala tegap berdiri di samping Steven, teguh dan tidak melakukan kebodohan, tidak mempermalukan pria itu sedikitpun.

“Dia adalah anak yang dengan susah payah aku temukan, aku percaya dengan diriku sendiri, dia adalah Safiraku.”

“Safira sejak kecil tidak sampai hati untuk melukai seekor serangga kecil, dia yang sangat baik, meski sudah berubah, juga tidak akan berubah menjadi dia yang berhati jahat dan keji ini.” Steven melirik ke Sunni sebentar, nada suara yang dingin juga mengandung sedikit kebencian.

“Yang terlihat oleh mata tidak berarti adalah yang sebenarnya, aku hanya percaya dengan hatiku, perasaanku.”

Selesai mengatakan, Steven menghelakan nafas ringan sebentar, menarik tanganku, berkata ke Weni: “Aku sekarang sudah melepaskan masa lalu, sekarang aku hanya berpikir untuk memulai kembali.”

“Kak Steven, kenapa kamu bisa seperti ini? bukannya kamu bilang, akan menikahiku menjadi istrimu? Apa mungkin semua perkataanmu tidak ditepati lagi?” Sunni menangis tersedu-sedu melihat Steven, nada suara yang penuh amarah dan juga kasihan sekali.

“Perkataan itu untuk Safira, tapi kamu bukan dia.”

Baru saja perkataan Steven selesai dikatakan, lalu kelihatan wajah Sunni memucat, orangnya pingsan.

“Safira——”

Wajah Weni memucat, memeluk Sunni dan berteriak ke mereka: “Masih juga tidak segera menyiapkan mobil, pergi ke rumah sakit.”

Kemudian, wanita itu mendongak ke arah Steven dan berteriak berkata: “Steven, kalau hari ini terjadi sesuatu dengan Safira, meski menghabiskan semua harta keluarga Demina, juga akan membuat keluarga Himura kalian hidup tidak tenang.”

Suasana yang genting, setelah aku kelihatan Sunni dibawa ke dalam mobil, baru tersadar kembali.

Tadi hanya belasan menit saja, namun aku merasa seperti menemani Steven bertarung dalam satu peperangan saja.

Sekarang orangnya sudah pergi, batinku jadi lega.

Aku teringat akan perkataan Steven, teringat lagi akan sikap pria itu terhadap Weni dan Sunni, seketika baru mengerti Steven yang merasa tidak cocok.

Aku menoleh, dengan suara kecil bertanya padanya: “Apa benar Sunni bukan Safira?”

Steven menggelengkan kepala: “Meski aku tidak ada bukti, tapi aku tahu, dia bukan.”

“Kenapa kamu begitu pasti? Keluarga Demina sudah mengakui dan membawanya pulang, benar demikian pasti sudah memeriksa dengan jelas, kenapa kamu bisa curiga seperti itu?”

Hatiku sangat curiga, aku berpikir, Safira menghilang sampai sekrang ini muncul, berselisih 10 tahun, belasan tahun ini sudah cukup untuk mengubah watak seseorang.

“Ada beberapa hal, perlu menggunakan hati melihat.”

Steven menjulurkan jari, menunjuk ringan di dadaku bibir tipis terseyum, sedikit nakal.

“Apa kamu sudah tidak bisa menemukan Safira lagi, jadi memutuskan untuk bersamaku?” Sorotan mataku bersinar melihat Steven, menunggu dia menjawab.

Pandangan mata Steven tertahan, dengan wajah serius melihatku: “Aku tidak menyangkal, faktor ini berperan besar.”

“Aku dari awal sudah curiga bahwa Sunni bukan Safira, tapi aku terus saja tidak bisa melepaskan status calon suami Safira, berpikir mau menunggu dia kembali, tapi aku sudah mencari ke banyak tempat, juga tidak menemukan, mungkin, benar dia 16 tahun lalu sudah meninggalkan kita, hanya saja aku keras kepala tidak mempercayainya.”

Berkata sampai di sini, di wajah Steven muncul senyum pahit: “Kotak yang menyimpan kenanganku dengan wanita itu, aku sudah lihat semalaman, terakhir, aku baru melepaskan dia sepenuhnya, sebenarnya, aku terhadapnya, lebih semacam kegigihan dan prasangka untuk menjaga kenangan masa itu saja, yang aku cintai, hanya adalah kehidupan bahagia 14 tahun lalu.”

“Ketika pikiranku terbuka, aku mulai berpikir tentang masa depanku, terakhir, aku berpikiran untuk memberi diriku sendiri, juga memberimu sebuah kesempatan.”

Sambil mengatakan, Steven menundukkan kepala, menggunakan dahinya menempel di dahiku.

Senyuman di wajahnya sangat hangat, ini tidak pernah kelihatan olehku sebelumnya.

Dulu senyumannya sangat jarang sekali bisa sampai ke bawah mata, selalu merasa bahwa dalam hatinya penuh banyak beban, tapi sekarang, dia sudah melepaskan masa lalu itu, orangnya juga jadi relaks.

Steven yang seperti ini semakin membuatku tergila-gila.

“Terima kasih! Bersedia memberiku satu kesempatan.”

Aku mendongak, menginjitkan ujung kaki, mencium ringan bibir pria itu.

Tidak, seharusnya aku yang berterima kasih ke kamu! Terus menungguku.”

Steven menundukkan kepala, berciuman denganku.

Cinta, mungkin tidak perlu hidup dan mati demi pasangan, tidak perlu berkobar-kobar, tapi asal kamu di saat dia kebingungan, di saat dia menyerah, selalu teguh berada di samping menunggunya, tunggu saat dia menoleh, kamu masih di sana, itu sudah cukup, pendampingan adalah pernyataan cinta yang dalam….

Novel Terkait

Cutie Mom

Cutie Mom

Alexia
CEO
5 tahun yang lalu
Beautiful Lady

Beautiful Lady

Elsa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Chasing Your Heart

Chasing Your Heart

Yany
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
4 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
4 tahun yang lalu
My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
5 tahun yang lalu