Perjalanan Selingkuh - Bab 279 Wanita Asing

Disaat yang menentukan, Weni menyalakan mobil, kemudian langsung menabrak sisi samping mobil itu.

Mobil itu terhempas sampai beberapa meter jauhnya baru berhenti.

Weni membuka pintu mobil, lalu berkata padaku : “Safira, cepat naik.”

Mendengar apa yang dia ucapkan, aku sudah membuka pintu mobil dan duduk disamping pengemudi.

Orang yang ada dibelakang ingin mengejar, Weni memundurkan mobil, dan orang itu langsung menghindar.

Mobil langsung menikung menuju pintu keluar.

Orang yang bertarung denganku sebelumnya langsung menerkam kaca mobil dan langsung naik ke atap mobil dengan lincah.

“Safira pegangan yang kuat.” Setelah Weni berkata padaku, dia langsung menancap gas, mobil bergerak ke kanan ke kiri bagaikan seekor ular yang menggeliat.

“Lihat bagaimana aku menghempaskan orang ini.”

“Ma, lihat jalan, hati-hati.”

Sungguh tidak menyangka Weni yang biasa terlihat cerdas dan begitu taat aturan juga punya sisi seperti ini.

Kemampuan mengemudinya sangat bagus, dia mengendarai dengan cepat dan stabil.

Melihatku begitu terkejut, dia tersenyum dengan bangga : “Ketika umur 18 sempat sangat brutal, aku tergila-gila dengan balap mobil, kalau bukan karena akhirnya terpaksa menjadi penerus perusahaan keluarga, mungkin aku tidak akan menjadi wanita karir yang hebat, melainkan sudah menjadi pembalap.”

Aku sungguh tidak menyangka Weni memiliki sisi yang tidak pernah terbayangkan oleh siapapun.

Benar! Siapa yang tidak pernah punya masa lalu yang naïf, hanya saja setelah masuk dunia bisnis, dan tanpa terasa dirinya dirubah oleh dunia ini perlahan.

Sama seperti Linda yang dulu, setelah meninggal terlahir kembali menjadi Safira ketika itu.

Dibawah kemampuan menyetir Weni, mobil baru sampai setengah jalan, orang itu sudah terpelanting turun.

Melihat ini hatiku baru merasa tenang.

Tidak menyangka kejadian hari ini begitu mengejutkan, terlihat jelas setelah Rufin gagal mendapatkan kunci rahasia dari Steven, dia langsung mengarahkan sasaran kearah sini.

Sesampainya di rumah, hatiku baru merasa tenang.

Weni juga terlihat masih begitu tegang, lalu dia berkata padaku : “Untuk sementara aku akan membawa pekerjaan pulang setelah jam pulang kerja, untuk sementara tidak lembur dulu.”

Pelayan membawakan bubur sarang burung wallet untukku dan Weni untuk menenangkan rasa kaget kami.

Hatiku terus memikirkan Steven, dia masih belum pulang, tidak tahu dia bertemu bahaya tidak disana.

Semakin membayangkannya semakin takut, sehingga aku segera mengambil ponsel dan meneleponnya.

Setelah telepon berdering beberapa kali langsung terangkat, terdengar suara seorang wanita yang asing.

“Siapa kamu?”

Reaksi pertamaku aku tidak merasa curiga sama sekali, yang kukhawatirkan apakah dia dalam bahaya atau tidak.

“Kamu mencari Presdir Himura?” wanita dibalik sana bertanya.

“Dimana dia? Apa yang kamu lakukan padanya?” aku melontarkan beberapa pertanyaan berturut-turut dengan wajah panic.

Wanita itu mendengar pertanyaanku, hanya terkekeh lirih, berkata dengan suara yang genit : “Apalagi yang bisa kulakukan padanya? Bukankah seharusnya dia yang melakukan sesuatu padaku!”

“Apa maksudmu?”

“Kenapa? Tidak mengerti juga? Kita semua sudah dewasa, apakah kamu tidak paham mendengar ini semua?” wanita menutup mulutnya sambil terkekeh manja.

“Kamu pikir aku akan percaya?”

Aku selalu percaya pada perasaan Steven padaku, bagaimana mungkin trik murahan seperti ini bisa mengadu domba hubungan kami.

“Berikan ponsel padanya.”

Aku langsung memerintakan dengan nada dingin.

“Dia sedang mandi, namun aku bisa mengirimkanmu beberapa foto, dengan begitu bisa membuktikan kalau aku tidak membohongimu.”

Setelah mengatakannya, dia langsung memutus sambungan telepon.

Tidak sampai satu menit, dari sana terkirim beberapa lembar foto.

Ada foto Steven yang seperti sedang berciuman dengan seorang wanita, ada juga foto mereka berdua sedang berbaring di atas ranjang.

Semuanya ada empat sampai lima lembar.

Namun aku merasa posisi pengambilan foto terlalu jelas, pasti Steven mendapatkan ancaman.

Memikirkan ini, aku semakin panic.

Aku segera menelepon sekali lagi.

Setelah berdering beberapa kali, langsung ada yang mengangkat telepon.

“Hmm?”

Meskipun hanya satu kata yang singkat, namun terdengar jelas kalau itu adalah suara Steven .

“Steven, kamu baik-baik saja?” aku bertanya dengan nada khawatir.

“aku baik-baik saja, Safira, malam ini aku tidak pulang, kamu istirahatlah lebih awal.”

Setelah mengatakannya, dia langsung mematikan telepon.

Hatiku langsung terasa begitu terkejut, kenapa dia tidak menjelaskan tadi?

Asalkan dia menjelaskan, aku pasti akan percaya.

Satu sisi aku merasa ini pasti jebakan seseorang, namun disisi lain, bayangan foto-foto it uterus terngiang-ngiang di pikiranku.

Namun pada akhirnya kepercayaanku pada Steven yang lebih mendominasiku.

kami sudah mengalami begitu banyak hal, aku tidak punya alasan untuk tidak percaya padanya.

Memikirkan ini, aku memeluk bantal Steven dan terlelap.

Keesokan paginya, setelah bangun, aku terbiasa memegang posisi ranjang disampingku.

Kosong, dingin, selimut milik Steven masih terlipat rapi disana, terlihat jelas pemiliknya sama sekali tidak pulang semalam.

Ini merupakan pertama kalinya Steven menginap diluar selain dinas keluar.

Hatiku mendadak merasa hampa, sedikit kecewa, awalnya ingin menunggunya pulang untuk meceritakan hal berbahaya yang dialami di parkiran kantor, namun sampai sekarang masih belum memiliki kesempatan untuk menceritakannya.

Setelah mencuci muka dan gosok gigi, semuanya berjalan seperti biasa dan sewajarnya, namun hati ini tetap tidak bisa merasa senang.

Ketika sarapan, Weni melihat lingkar mataku yang menghitam sambil bertanya : “Semalam tidak tidur nyenyak? Apakah karena terkejut oleh kejadian kemarin?”

Aku segera menggeleng : “Aku sudah bukan anak-anak, bagaimana mungkin terkejut oleh hal seperti itu.”

Weni mendengar apa yang kukatakan, berkata : “Didalam hati seorang ibu, kamu selamanya adalah anak kecil.”

Setelah mengatakannya, dia membawakan segelas jamu hitam untukku : “Cepat, ini adalah obat yang kuminta dari Kakek 叶untuk meredam rasa terkejutmu.”

Mendengar apa yang Weni katakan, aku kehilangan kata-kata, meskipun kejadian kemarin menyeramkan, tapi tidak lebay sampai tahap terkejut.

Namun niat baik tidak bisa kutolak, aku menekan hidung dan menenggak habis jamu hitam dan pahit itu.

“Dimana Steven ? Kenapa tidak melihatnya turun?”

Weni melihat kearah lantai atas.

“Dia lembur semalam, tidak pulang.”

Mendengar apa yang kukatakan, Weni mengangguk : “Belakangan ini Keluarga Himura juga cukup kacau, semua pekerjaan di kantor dilimpahkan padanya, kamu harus mengerti.”

Aku mengangguk : “Aku akan mengingatnya.”

Weni mendengar apa yang kukatakan, ada senyum hangat yang mengembang di wajahnya.

Lalu dia seperti teringat sesuatu, dan berkata padaku : “Aku pergi ke tempat pamanmu dan memilih beberapa bodyguard, berikutnya mereka akan ikut kita berangkat dan pulang kantor.”

Setelah mengatakannya, dia menepuk tangan, lalu terlihat barisan pria tegap dan gagah berjas rapi berbaris di kedua sisi.

Total ada 8 orang bodyguard, masing-masing memiliki tinggi lebih dari 1,8 meter, tubuh tegap dan kekar, ada beberapa diantaranya yang terlihat seperti bule.

Namun semua terlihat cukup tampan, lumayan memanjakan mata.

“Mulai sekarang biarkan mereka ikut?”

Aku melihat kedelapan orang yang bertubuh bak super model, rasanya sungguh bersalah pada hati nurani, lagipula keluar seperti ini, apakah tidak terlalu menjadi pusat perhatian, yakin tidak akan membuat para wanita histeris melihat ketampanan mereka?

Novel Terkait

Satan's CEO  Gentle Mask

Satan's CEO Gentle Mask

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
5 tahun yang lalu
Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Tere Liye
18+
4 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
The Comeback of My Ex-Wife

The Comeback of My Ex-Wife

Alina Queens
CEO
4 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
5 tahun yang lalu
Innocent Kid

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
5 tahun yang lalu