Perjalanan Selingkuh - Bab 81 Giok Keselamatan Hilang

“Ini aku dan ayahmu sengaja dari restoran bawa pulang, kamu cepat makan.”

Aku tidak terpikir ayah ibu yang biasanya hemat ternyata bisa rela membeli dan membawa pulang makanan dari restoran.

Memakan sarapan ini sangat lah menyenangkan hati, sesi ini seketika juga membuat sakit hatiku dipukul ayahku menghilang.

Aku pikir, ayah ibuku sebenarnya masih mencintaiku, amarah sebelumnya juga karena aku menutupi masalah aku putus dengan Steven.

“Kamu makan banyakan, hari ini ayahmu hanya terlalu emosi saja, sekarang sudah reda, dia juga menyesali, ini juga, spesial membelikanmu semeja makanan.”

Ayahku menghelakan nafas dingin, ibuku tersenyum berkata kepadaku: “Ayahmu itu hanya mulut saja yang keras, sebenarnya di dalam hati dari awal juga sudah mengasihanimu, kamu jangan menyalahkan ayahmu.”

Aku buru-buru menggelengkan kepala: “Ma, aku tahu kalian baik terhadapku, aku tidak menyalahkan.”

Aku adalah putri tunggal di keluargaku, ibuku selalu mengatakan bahwa dulu kecil demi diriku, masih dengan sengaja menggugurkan seorang anak, dan itu adalah seorang janin, seorang anak laki-laki yang sudah terbentuk dengan baik.

Mereka meletakkan semua kasih sayang dan pengharapan di diriku, makanya sulit dihindari jika mereka ketat terhadapku.

Meski aku tidak terlalu ada bayangan tentang hal ini, tapi aku juga pernah mendengar teman kantor ibuku menyebutnya, tentu saja tidak ada yang perlu dicurigai.

Aku hanya merasa ayah ibuku selalu tidak mengerti aku, tidak mengerti sifatku, tidak mengerti permikiran di dalam hatiku, tapi ini semua, mungkin juga karena saat aku kecil dibesarkan di desa.

Tahun itu aku berumur 10 tahun, ayah ibuku baru lah mengumpulkan uang yang cukup untuk membeli sebuah rumah, baru lah aku dijemput kemari untuk tinggal bersama.

Setelah selesai makan, aku pergi ke kamar mandi mencuci pakaian gantiku, saat menggulungkan lengan baju, baru menemukan giok keselamatan di tanganku hilang.

Yang aku ingat adalah aku melepaskannya saat mandi, seingatku diletakkan di atas mesin cuci baju.

Tapi aku malah tidak melihatnya di atas mesin cuci, terakhir setelah mencari berkali-kali di ujung-ujung sudut-sudut juga tidak menemukan.

Dalam hatiku langsung ada sedikit kacau, meski aku membohongi ayah ibuku, itu adalah sebuah giok palsu, tapi aku tahu itu adalah giok asli, malah harganya tidak murah.

Berpikir sampai di sini, aku membuka pintu kamar mandi bertanya ke ayah ibuku: “Pa ma, apa kalian melihat giok bulat keselamatan yang aku lepaskan dan letakan di atas mesin cuci?”

“Kamu sendiri yang meletakkannya, kita mana tahu?” Ibuku menjawab tanpa menoleh.

“Diletakkan bersama dengan bajuku.”

“Barang sekecil itu, siapa yang bisa memperhatikan, hilang yah hilang saja, juga tidak berharga.” Ibuku menjawab sepatah kata kepadaku.

Aku ingin sekali mengatakan, itu bukan yang palsu, tapi aku tahu, walaupun aku mengatakan juga tidak bisa diselamatkan lagi.

Kamar mandi juga tidak besar, bisa dibilang aku sudah menggeledah seisi kamar mandi, juga sudah menyapu sekeliling samping-samping dan ujung-ujung, tapi masih juga tidak menemukan barang itu rasanya seperti hilang seketika begitu saja.

Ibuku melihatku membereskan kamar mandi dengan bersih dan rapi mengangguk-angguk: “Masih tahu membereskan rumah, masih lumayan.”

Nyeri di pundakku sangat lah sakit, sampai tidak bisa menegakkan punggung, kalau bukan demi mencari barang, aku tidak bakal menahan sakit membereskan tempat ini dengan rapi!

“Mungkin saja terjatuh ke dalam kloset dan tersiram air!” Ibuku dengan cuek membalas.

“Mana bisa, barang sebesar itu, kalau pun benar terjatuh masuk ke dalam, juga bisa kelihatan, lagian, mana mungkin bisa jatuh ke dalam, tutupnya tertutup begitu.”

Aku cemas hingga kepalaku berkeringat semua, hatiku sangat sedih sekali.

Yang aku sayangkan bukan hanya harganya, tapi lebih karena aku sangat menyukai giok kesalamatan ini, dia memberikanku semacam perasaan yang sangat akrab dan sangat ramah.

Dan kakek itu juga membuatku merasa sangat hangat. Aku jongkok di atas lantai tidak bisa menahan diri dan menangis.

Ibuku sangat marah melihatku: “Bukannya kehilangan barang berapa puluh ribu rupiah saja kan? Mengapa kamu menangis? Orang yang tidak tahu bisa beranggapan kamu menangis untuk kematian kami, buat sial saja….”

Aku tidak terpikir ibuku bisa berkata seperti ini, mengusap kering air mata, hatiku sakitnya bukan kepalang.

“Mau menangis, barang berapa puluh ribu hilang ya hilang saja, juga apa pantas kamu menangis sampai sedih seperti ini? Aku lihat kalau aku dan ayahmu ada apa-apa, kamu juga belum tentu bisa sedih sampai seperti ini.” Ibuku ngomel-ngomel marah.

“Ma, barang itu adalah hadiah yang diberikan orang lain kepadaku, tidak peduli berharga tidak, itu adalah sebuah kebaikan orang.” Aku mengusap segumpal air mata, dengan mata yang memerah, berkata kepada ibuku.

“Kalau begitu ayo katakan, siapa yang memberimu?” Sorotan mata ibuku yang memaksa orang melihatku.

“Seorang teman.”

Mendengar perkataanku ibuku menghelakan nafas sejenak, membalikkan badan pergi, jelas terasa aku merahasiakannya, ibunya tidak senang.

Karena kehilangan giok keselamatan, aku bolak-balik semalaman tetap tidak bisa tidur dengan baik.

Dalam mimpi, aku selalu bisa merasakan di dalam tanganku membawa sebuah giok keselamatan kemudian terjatuh masuk ke dalam air, terasa semacam tenggelam di dalam air, sedih sampai aku langsung terbangun dari mimpi buruk.

Aku secara reflek menjulurkan tangan memegang giok keselamatan di lengan tangan, namun hanya ada kekosongan di tanganku.

Hatiku terkejut terus-menerus berdetak keras, terakhir hanya bisa bergadang setengah malaman, sampai langit baru saja terang, kemudian dengan lingkaran hitam di lingkaran mata pun bangun.

Bekas luka di punggung masih saja sakit, aku memutuskan untuk pergi ke rumah sakit mengoles sedikit obat, tidak boleh pergi ke rumah sakit terdekat, ayahku angkuh, biasanya saat memukulku tidak berharap diketahui oleh tetangga, kalau pun mau mengoles obat juga bisa mencari tempat yang agak jauh untuk menghindari rumor menyebar keluar.

Tapi untungnya, aku juga tidak terlalu sering dipukul, selama aku tidak melakukan hal yang terlalu memalukan dirinya, dia hanya bisa menghukum bersujud atau menghukumku berdiri.

Di dalam rumah sakit, saat dokter mengoleskan aku obat, masih berbelit-belit bertanya kepadaku benar tidak sudah mengalami kekerasaan dalam rumah tangga.

Masih tanya padaku mau tidak lapor polisi.

Setelah aku menggelengkan kepala menolak, seluruh muka dokter seakan seperti mengira aku dipukul besi atau aluminimum, melihatku: “Di rumah sakit kami setiap beberapa waktu bisa menerima tidak sedikit pasien yang terkena kekerasan dalam rumah tangga, semakin diam pasien-pasien ini, sekali lagi dipukul semakin parah, salah satu yang paling parah, akhir-akhir ini baru saja ditusuk di lengan.”

Aku tidak terpikir kekerasan rumah tangga sekarang ini separah ini, juga jadi terkejut.

“Memarmu ini setidaknya masih 3 hari lagi baru bisa mengempes, kalau bekas luka, juga tunggu seminggu lagi.”

Dokter ini adalah dokter perempuan, usianya juga kurang lebih sama dengan ibuku, kelihatannya sangat lemah lembut, saat mengoleskan aku obat, melihat bekas luka di tubuhku juga menyesali sekali.

Aku tidak enak hati mengatakan bahwa luka ini dipukul oleh ayahku, hanya bisa dengan gagap berterima kasih atas kebaikannya.

Tapi tidak menyangka sikapku seperti ini membuatnya lebih merasa kasihan lagi.

Mungkin hanya untuk membuatku melihat dengan benar-benar jelas kehebatan kekerasan rumah tangga, dan juga hal semacam ini tidak boleh ditoleransi, dia masih membawaku ke kamar pasien.

Hanya dibatasi dengan samar-samar memperlihatkan kepadaku korban di dalam rumah sakit.

“Satu tahun yang lalu, saat dia baru datang, sama seperti kamu, hanya luka ringan semacam ini, tapi hasil dari kesabaran adalah luka sekarang yang semakin parah.”

“Aku sudah tahu, terima kasih!”

KDRT, sungguh adalah sebuah kata yang seharusnya diperhatikan oleh orang, aku teringat dulu Moli setelah menanggung dengan sabar KDRT, teringat Ami karena KDRT pun menjadi penakut, dan di dunia ini, di ujung yang tidak kita ketahui, masih ada ratusan ribu wanita dan anak kecil yang menerima KDRT.

Aku simpati terhadap mereka, mengasihani mereka, tapi juga tidak tahu diriku sendiri bisa melakukan apa untuk mereka.

Novel Terkait

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu
My Perfect Lady

My Perfect Lady

Alicia
Misteri
4 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
3 tahun yang lalu
Mr Lu, Let's Get Married!

Mr Lu, Let's Get Married!

Elsa
CEO
4 tahun yang lalu
My Superhero

My Superhero

Jessi
Kejam
4 tahun yang lalu
Jalan Kembali Hidupku

Jalan Kembali Hidupku

Devan Hardi
Cerpen
4 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
3 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
4 tahun yang lalu