Perjalanan Selingkuh - Bab 210 Penjelasan

“Apakah kamu tidak menyalahkanku?”tanya dia padaku dengan penasaran.

Aku menggeleng: “Dari awal tidak menyalahkan.”

Aku tahu, pelakunya adalah mereka yang menyembunyikan kejahatan. Dalam situasi ini, dialah orang yang paling menderita.

Mendengar perkataanku, dia memeluk pundakku menangis terseduh-seduh, seolah ingin mengeluarkan seluruh kesedihan yang ada di dalam hatinya.

“Maafkan aku.”

Banyak masalah yang dia sembunyikan di dalam hatinya, ketika dia linglung tidak bisa merasakannya, begitu sadar penuh hatinya merasa bersalah.

Setelah selesai menangis, dia mengusap air matanya, menatapku dengan lembut: “Safira putriku sangat cantik, sekalipun menjadi pengantin juga akan menjadi pengantin yang cantik, kelak kamu harus hidup rukun dengan Steven, saling mencintai, bahagia sampai tua.”

Aku mengangguk: “Bu, kamu tenang saja!”

Dia mengangguk dengan tenang, lalu menyeka air matanya: “Kali ini, aku akan memasakkan satu meja penuh hidangan untuk merayakannya.”

“Aku ikut bersama denganmu.”

Dengan kegigihanku, aku mengikutinya pergi ke dapur.

Dulu aku pernah membayangkan gambaran ini beberapa kali sebelumnya, seorang ibu dan putrinya sibuk memasak di dapur, gambaran ini sangat hangat.

Dulu hubunganku dengan ibu angkat buruk sampai tidak dapat baikkan, aku memikirkan segala cara, untuk mendapatkan sedikit kehangatan, tetapi pada akhirnya itu berakhir sia-sia.

Tidak disangka, seiring berjalannya waktu, aku mencari kembali ingatanku, dan juga mencari orang tua kandung sendiri, meskipun di tengah-tengah terjadi sedikit konflik, tapi pada akhirnya bisa bersatu kembali.

Mengobrol sambil memasak di dapur.

Ketika mengobrol tentang anak Sisi, ibuku tiba-tiba bertanya kepadaku: “Usiamu dengan Steven juga sudah tidak muda lagi, cepat lahirkan seorang anak.”

Mendengar ucapannya, aku tertegun.

Selang sesaat, baru tersenyum: “Masalah ini tergantung takdir.”

Aku tidak berani mengatakan kepadanya, karena rahimku yang keguguran beberapa kali, aku sekarang yang ingin mengandung, lebih sulit daripada pergi ke langit.

Ekspresi wajahku menarik perhatiannya.

Tiba-tiba dia mengingat sesuatu, lalu ekspresi wajahnya berubah merasa bersalah: “Ketika Sunni dan Lulu mencelakai anak dalam kandunganmu, aku yang membantu mereka melakukannya.”

Berbicara tentang ini, dia mulai meminta maaf kepadaku.

“Masalah ini sudah berlalu, jangan dipikirkan lagi.”

Aku sedikit terganggu, begitu mengungkit masa lalu, masih ada rasa sakit di hatiku.

Aku berpikir, kalau saja aku lebih berhati-hati, mungkin tidak akan terjadi hal seperti ini, aku benci kekejaman Sunni dan Lulu, tapi pada saat yang sama juga membenci kecerobohanku.

“Kondisi kesehatanmu sekarang kurang baik, perlu dirawat.”ucap ibuku mengingatkan, melihat diriku yang terlalu lemah.

“Mungkin membutuhkan waktu yang lama untuk pulih.”jawabku tersenyum padanya.

Aku juga memeriksakan diri ke dokter, sebenarnya bisa sembuh, tapi ingin pulih sampai keadaan terbaik itu sangat tidak memungkinkan.

“Kalau saja bisa membuka tanah suci, kudengar ada banyak pusaka dan banyak buku medis di dalamnya, mungkin saja bisa menyehatkan tubuhmu.”

Berbicara tentang ini, matanya tiba-tiba berbinar dan berkata: “Aku mengenal seorang tabib, tabib itu pernah menjalin hubungan baik dengan kakekmu, nanti aku berikan alamatnya kepadamu, kamu boleh pergi ke sana memintanya memberikan beberapa resep obat untuk menyembuhkanmu.”

Berbicara tentang ini, ibu mengeluarkan hp, seolah ingin menelepon.

“Apakah ini bisa diandalkan?”

“Tentu saja bisa, dia adalah tabib penyakit dalam, dokter pengobatan kuno, aku jamin bisa menyembuhkan kesehatanmu.”

Ucap ibuku menjamin kepadaku.

Hatiku mulai bergejolak, tidak tahan menundukkan kepala menyentuh perutku yang rata.

Kalau bisa menyembuhkan kesehatanku, menginginkan anak tentu saja merupakan hal yang paling baik, ini juga termasuk sebuah harapan, dan tidak akan ada lagi penyesalan di hatiku.

Ibu selalu mengkhawatirkan kondisi tubuhku, setelah keluar tidak lama kemudian dia menemukan secarik kertas, menuliskan alamat dan nomor telepon di kertas itu.

“Aku takut nanti aku linglung, dan melupakan masalah ini, jadi aku menuliskannya untukmu terlebih dahulu, ingat menyebutkan nama kakekmu, kalau tidak, kamu tidak akan bisa memeriksakan diri dengannya.”ucap ibuku memberitahuku banyak hal.

Aku menatap kertas yang ada di tanganku, aku tahu dia mengkhawatirkan diriku, tiba-tiba hatiku merasa tersentuh.

“Kamu jangan memotong sayur, hati-hati tanganmu terpotong, sini biarkan aku saja.”

“Kalau begitu aku pergi mencuci sayur.”

“Tidak bisa, tangan wanita harus dijaga dengan baik, kamu jangan mencuci sayur.”

“Lalu apa yang bisa aku bantu?”aku terdiam sesaat, mengatakan ingin membantu, tapi selain membantu mengambil sesuatu, dia tidak membiarkan aku menyentuh apapun.

“Kamu tenang saja, kalau ibu merasa terlalu sibuk, akan meminta bantuan koki, kamu pergi istirahat dulu, bisa menemani ibu berbicara, itu adalah bantuan terbaik.”

Berbicara tentang ini, dia menghela nafas dan berkata: “Pada dasarnya kamu adalah tuan putri keluarga kita, kamu seharusnya dibesarkan dengan kasih, pekerjaan seperti ini tidak perlu kamu yang kerjakan.”

Ucapannya, membuatku mengingat ketika masih kecil, kakek sering mengendongku sambil mengatakan tuan putri.

Kala itu aku benar-benar dimanja oleh keluarga, hingga sedikit sombong dan keras kepala.

Namun, pada akhirnya mungkin tuhan tidak tahan melihat aku begitu bahagia, sampai setengah jalan mengubah takdirku.

“Kedepannya ada Steven dan pamanmu yang menjagamu, dan ada saham keluarga Demina, seumur hidup ini kamu tidak perlu melakukan apapun, uang itu cukup untuk kamu gunakan, kamu hanya perlu hidup bahagia, siapa yang berani mengganggumu, sekalipun menggunakan uang untuk memukul orang itu juga tidak masalah, keluarga kita tidak kekurangan uang, dan tidak boleh membuatmu menderita.”

Kata-katanya, menghangatkan hatiku, aku tahu, dia mengatakan itu ditujukan kepada Sunni dan Lulu.

“Tidak peduli melakukan apapun, ibu tetap akan mendukungmu, kelak keluarga Demina akan diserahkan kepadamu.”Dia menatapku dengan serius.

Ini benar-benar beban yang sangat berat, tapi aku tahu, sekarang aku yang ingin menanggung beban ini juga tidak bisa.

Pengadilan sudah memutuskan, Siro dan ibuku sudah bercerai, aset mereka juga akan dibagi.

Hanya perlu menunggu besok membawa pengacara untuk membagi aset, rumah keluarga Demina, termasuk semua saham diambil semua.

Ibuku menguasai sebagian besar saham itu, dan sebagian besar sisanya tersebar di tangan keluarga Demina, jadi, bisa dikatakan merebut posisi Presiden adalah sebuah ambisi.

Memikirkan ini, hatiku mendadak gugup dan sangat senang.

“Tunggu setelah merebut kembali rumah keluarga Demina, kamu pindah tinggal dirumah terlebih dahulu.”ucap ibuku menatapku dengan serius.

Aku yang hendak mengatakan sesuatu, mendengar ibu berkata: “Aku tahu kamu tidak tega berpisah dengan Steven, tapi ini peraturan, lagipula, kamu dan dia akan segera menikah, melewati hari sebagai anak perempuan juga tidak buruk, sudah seharusnya menikmati momen sebelum menikah dengan baik, lagipula, kamu sudah pergi selama puluhan tahun, sudah seharusnya pulang tinggal di rumah.”

Berbicara tentang ini, dia membantuku mengangkat rambut panjangku ke samping telinga dan menghela nafas: “Kedepannya kamu akan menjadi menantu keluarga Himura, ingin tinggal di rumah juga sangat sulit.”

Nada bicaranya sedikit sedih, membuat orang yang mendengarnya merasa sedih, aku mengangguk menahan air mata.

Novel Terkait

Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
3 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Star Angel
Romantis
4 tahun yang lalu
My Tough Bodyguard

My Tough Bodyguard

Crystal Song
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
4 tahun yang lalu
Adore You

Adore You

Elina
Percintaan
4 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
3 tahun yang lalu