Perjalanan Selingkuh - Bab 238 Pergerakan Malam hari

Perkataan Steven langsung membuat wajahku merah malu, tidak menyangka aku yang berusia seperti ini juga bisa menggoda.

Steven membawaku turun dari pesawat, di sini tidak sama dengan kota Jakarta, sekarang Jakarta baru masuk musim dingin, suhu sudah turun sampai di bawah nol derajat, tapi di sini sepanjang tahun seperti musim semi saja, suhunya pas dan enak.

Orang di rumah lama dari awal sudah mendapat kabar datang menjemput kita, sepanjang jalan, mereka memperkenalkan aku budaya sekitar maupun pemandangan sepanjang jalan.

Di sini pemandangannya sungguh sangat cantik, hampir sembarangan satu sudut juga sudah bisa memotret gambaran yang bagus.

Aku teringat waktu mau datang ibuku berpesan padaku untuk membawa kamera, hatiku gatal tak tahan, lalu menempel di samping jendela mobil mengangkat kamera tidak berhenti memotret.

“Adik sepupu suka fotografi?”

Sopir muda yang mengemudi mobil tersenyum bertanya padaku.

Aku malu-malu mengangguk, kali ini yang datang menjemput kami ada orang keluarga Himura juga ada orang keluarga Demina, beberapa orang ini tentu saja tahu aku dan Steven, sangat ramah dan hangat.

Di sini udaranya sangat segar, di samping jalan bermekaran bunga yang tidak tahu namanya, mobil mengikuti jalan gunung bergerak dengan cepat.

Setelah mengemudi dua puluhan menit, baru kelihatan sepotong sepotong ubin yang membangun sepotong sepotong rumah tinggal.

Rumah tinggal dibangun dengan sedikit model kuno, kelihatannya sangat rapi dan serasi.

Jarak antara dua kampung tidak jauh, tapi dengan percekcokan tetap pergi dulu ke kampung marga Demina, kepala desa di sana, semua melalui pemilihan terhadap tetua yang terhormat dan berwibawa.

Mobil sampai di depan pintu rumah kepala kampung, tidak sedikit orang sudah menunggu di sana.

Di antaranya yang paling mencolok itu adalah seorang orang tua yang berambut putih, warna muka merah merona, kelihat sangat semangat sekali.

“kamu kakek ketiga yah?” Aku maju, teringat Weni berpesan untuk memberi hormat dan menyapa pria itu.

Pria itu tersenyum dan mata jadi menyipit bersatu, dari atas ke bawah menyorotiku beberapa kali, lalu dengan puas mengangguk: “Lumayan lumayan, kelihatannya berwatak baik.”

Aku tidak tahu pria itu darimana kelihatan, tapi siapa pun suka sanjungan.

Dengan perkenalan dari pria itu, aku mengangguk dan menyapa satu per satu tetua di kampung, terakhir bersama dengan segerombolan orang masuk ke dalam.

Di dalam ruangan dalam ruang tamu dipajang sebuah pajangan tulisan, di depan pajangan tulisan terletak selembar meja yang terukir delapan Dewa yang sangat indah, di kedua sisi meja delapan Dewa adalah dua lembar kursi besar.

Kakek ketiga duduk di salah satu kursi, satunya lagi kosong.

Pria itu mempersilahkan aku duduk, aku melambaikan tangan menolak, duduk di sebelah pria itu.

“Tujuan aku datang ke sini seharusnya kakek ketiga sudah tahu dari ibuku?” Aku langsung saja masuk ke topik berkata.

Pria itu mengangguk, pandangan mata yang serius.

Aku pernah dengar Weni menganalisa secara singkat tentang beliau, beliau adalah satu orang yang sangat menjunjung tinggi tradisi dan juga mematuhi peraturan, orang yang agak keras, tapi sangat adil, ini juga adalah alasan jadi lebih terhormat dan berwibawa di kampung.

Kakek ketiga adalah adik sepupu kakekku, umurnya juga hampir sama, tapi adalah anak dari selir, setelah pisah rumah jadi berstatus kerabat.

Tapi kakek ketiga ini juga adlaah orang yang memiliki kemampuan, setelah pembebas dirinya berhasil ujian masuk ke universitas, sebelum pensiun juga adalah seorang dosen di universitas ternama.

“Mengingat ramalan tentang pembukaan tempat suci sudah disebar luaskan orang, besok-besok di sini seharusnya juga jadi tidak terlalu damai lagi.”

Berkata sampai di sini, pria itu menghela nafas, lanjut membuka mulut berkata: “Beberapa waktu ini di sini memang bertambah beberapa wajah yang tidak dikenal, aku memang merasa ada yang tidak beres, juga berpikir mau memberitahu ibumu! Tidak disangka, yang paling ditakutkan malah datang juga.”

Mendengar perkataan pria itu, aku menebak, mungkin keluarga Demina dari awal sudah memprediksi situasi seperti hari ini.

“Kelihatannya, di sini perlu pindah, setidaknya sekarang tinggal di sini terlalu tidak tenang, kita beberapa tetua ini tidak apa-apa, tapi di sini masih ada tidak sedikit anak yang usianya masih kecil, aku khawatir orang-orang kejam itu bisa turun tangan terhadap anak-anak ini.” Wajah kakek ketiga mengandung kekhawatiran yang sangat kental.

“Ibuku bilang sedang berencana mau membuka rapat keluarga semarga, sudah menutup hotel kita tunggu kalian masuk dan tinggal di sana, lebih baik kalian pindah dulu saja ke Jakarta di sana gimana pun adalah ibukota, lebih aman sedikit.” Aku melihat ke pria itu mengusulkan berkata.

“Kita beberapa orang sudah bertahun-tahun tinggal di sini, dari dulu juga sudah terbiasa, tidak pindah, tapi beberapa anak muda ini kamu boleh bawa pergi, yang sendiri bersedia ikut denganmu yah pergi saja, yang tidak bersedia tetap jaga di sini juga boleh, yang pasti asal kita beberapa tulang tua ini masih ada, pasti akan menjaga dengan baik generasi bawah.” Berkata sampai di sini, pandangan mata kakek ketiga agak jauh.

Saat ini, aku merasa orang itu ini sungguh membuatku merasa sangat pantas untuk dihormati, juga baru benar-benar mengerti, kepribadian itu apa.

Di dirinya, aku hampir juga kelihatan bayangan kakek.

“Sekarang adalah masyarakat yang berhukum, aku pikir meraka juga tidak berani sembarangan.”

Selesai mengatakan, aku tanya ke kakek ketiga: “Kapan kalian mendapati ada yang tidak beres, apa bisa ceritakan lebih spesifik lagi?”

Mendengar pertanyaanku, kakek ketiga mengangguk, lalu melambaikan tangan memangil pria muda yang menjemput kita kemari itu, dia adalah pengemudi yang menjemput kita, berdasarkan tingkatan memanggilku adik sepupu.

“Adik sepupu, 3 hari sebelumnya, aku menemukan ada orang berkedok hitam memeriksa sekitar sini, kalau bukan sini sudah dibeli bersama-sama oleh kita dua keluarga, mungkin mereka pagi hari juga berani terang-terangan muncul di sini.” Berkata sampai sini,wajahnya penuh dengan amarah.

“Normalnya sini semua sudah jadi tanah kosong, apa yang masih mau mereka cari?”

Aku tahu aliran Yun Yin di sini masih meninggalkan sepotong tanah kosong, setelah aliran musnah, orang-orang ini dengan satu kobaran apai membakar tempat ini, hanya tinggal setumpykan reruntuhan dinding, setelah melewati dua ratusan tahun, sudah hancur bukan main, ada apa yang masih perlu dicari.

“Nama aliran Yun Yin dulu sangat terkenal, orang-orang ini seharusnya masih berpikir mau menemukan beberapa barang berharga dari sini!” Kakek ketiga menggeleng.

Sayangnya sekarang langit sudah menggelap, kalau tidak, aku juga sungguh ingin pergi melihat tempat peninggalan aliran Yun Yin.

Tapi aku tahu tempat peninggalan aliran Yun Yin ada di dalam gunung, sudah bertahun-tahun tidak ada orang yang naik ke sana, dibanjiri rerumputan, jalannya tidak rata.

Setelah menceritakan beberapa berita di sini, aku dan Steven lalu diatur menginap di sebuah rumah kosong.

Tempat ini dulu dibangun oleh kakekku, meski sudah belasan tahun, tapi karena ada sudah lama tidak ada orang yang membersihkan, juga ada satu orang penjaga, juga memang bisa langsung tinggal di sana.

Steven dan aku satu kamar, kamar sisanya dibagikan ke beberapa pengawal yang ikut datang.

Di luar jendela burung bersiul, ditambah terkadang tersebar wangi bunga, membuat mala mini juga tidak terlalu sulit dilewati, aku bersandar di dalam pelukan Steven, berpikir besok pagi pergi melihat tempat peninggalan aliran Yun Yin sana, lihat-lihat di sana ada apa yang membuat orang-orang itu bolak-balik berkeliaran di sini.

Tertidur sampai tengah malam, Steven lalu tiba-tiba membuka mata terbangun, aku samar-samar berdiri bertanya ke pria itu apa yang sudah terjadi.

Pria itu bangun memakai baju sambil berkata denganku: “Di luar ada anjing meraung, seharusnya ada orang asing yang datang ke kampung.”

Aku teringat sebelumnya Steven keluar dan terluka, lalu tidak ingin membiarkannya pergi keluar.

“Langit sudah malam seperti ini, besok baru pergi lihat saja! Kalau tidak malam gelap seperti ini, mereka kejam seperti itu, kalau saja terluka kamu gimana?”

“Kamu tenang saja, aku akan diam-diam mengikuti mereka.”

Mengatakan, Steven langsung berdiri dan memakai baju.

“Kamu sendirian terlalu berbahaya, aku bawa pengawal pergi dengan kamu.

Novel Terkait

Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
5 tahun yang lalu
 Istri Pengkhianat

Istri Pengkhianat

Subardi
18+
4 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
5 tahun yang lalu
The Break-up Guru

The Break-up Guru

Jose
18+
4 tahun yang lalu
My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu