Perjalanan Selingkuh - Bab 215 Lulu Dan Rufin Demina

“Ramalan itu juga dianggap benar?”

Aku menatap Weni dengan wajah tak percaya.

“Safira, sekarang kamu harus mengubah cara berpikirmu. Dunia ini tidak sesederhana seperti yang kamu lihat. Pendidikan yang kamu terima dulu membuat pandanganmu tentang dunia sangat terbatas dan sempit. Sebenarnya banyak hal yang tidak bisa dijelaskan di dunia ini.”

Bicara sampai sini, dia menatapku lalu berkata dengan pelan, “Setidaknya ucapannya mengenai kehancuran itu akurat.”

“Sebenarnya, orang-orang di keluarga Himura dan Keluarga Demina, menaruh harapan lebih kepadamu dan Steven. Karena selama bertahun-tahun ini, hanya kalianlah satu satunya pasangan yang saling mencintai dengan tulus dan akan segera menikah. Dulu dua keluarga kita ini juga pernah ada pernikahan mempererat hubungan itu, hanya saja malah berubah jadi dendam dan kebencian dan pada akhirnya berpisah. Bagi kalian mungkin awalnya, ini hanya demi pernikahan untuk mempererat hubungan antara dua keluarga. Tapi tidak ada yang menyangka ternyata ada ketulusan di antara kalian berdua.”

“Apa ada hubungannya dengan semua ini?” tanyaku kepada Weni dengan alis terangkat.

Mendengar ini semua, kenapa aku merasa ini tidak terlalu masuk akal! Aku membatin, tidak heran kalau selama bertahun-tahun ini mereka belum menemukan tempat untuk membuka tempat suci aliran Yun Yin yang legendaris itu. Sepertinya karena pemikiran mereka yang terlalu berlebihan dan terlalu sakral. Bahkan tebakan seperti itu sampai bisa diungkapkan begitu saja.

“Sepertinya tetua itu pernah membacakan sebuah puisi tentang kesetiaan dan cinta. Terakhir menghela napas dan mengucapkan satu kalimat dan bertanya apa itu cinta di dunia yang mengajarkan orang untuk hidup dan mati bersama. Aku tidak menganggapnya serius sebelumnya. Lalu karena selama bertahun-tahun ini masih saja belum menemukan cara untuk membuka tanah suci, jadi menurutku mungkin perlu dua orang yang benar-benar saling mencintai dengan tulus untuk membukanya. "

Mendengar ini, aku pun tertawa terbahak-bahak. Bukan karena aku tidak ingin serius tapi ini sungguh sangat tidak masuk akal.

Menurutku, setiap kali Weni menbicarakan semua tentang tempat suci aliran Yun Yin, dia bisa tiba-tiba menyegarkan pandangan dunia baru untukku.

Weni melihat aku yang tertawa terbahak-bahak, lalu dia pun merasa malu, “Ini bukan dugaan dan tebakan dariku tapi tebakan dari para leluhur yang terus mengingat dan mencatatnya. Tapi mencobanya kan juga ada baiknya. Kamu harus tahu kalau ini adalah haraan terbesar turun temurun dari Keluarga Demina.”

Bicara sampai sini, mata Weni tampak berbinar dan tampak juga ekspresi penuh harapan di wajahnya, “Jika saja aku bisa menunggu sampai hari itu tiba, aku pasti akan melihat-lihat langsung tempat yang selalu diceritakan oleh para leluhur.”

Sedangkan aku sama sekali tidak menantikannya, untukku ini semua hanyalah dongeng saja. Tapi bagi Weni ini sudah mengakar di hatinya karena sejak kecil tak terhitung berapa kali dia diceritai mengenai tempat suci aliran Yun Yin.

“Lebih baik menemukan petanya dulu.”

Bicara sampai sini, aku tiba-tiba tahu kenapa Siro dan Lulu bisa tahu mengenai giok keselamatan itu.

Tatapan mataku langsung tertuju ke foto Rufin, muncul satu dugaan dalam hatiku.

“Ibu, menurutku Lulu dan yang lainnya ada hubungannya denganRufin. Coba kamu pikirkan, Bagaimana Lulu bisa tahu mengenai giok keselamatan, apalagi tampaknya yang dia ketahui tidak sedikit. Hal ini, kamu belum pernah mengatakannya kepada Sunni kan? Kalau begitu, dari mana mereka tahu informasi ini?”

Bicara sampai sini, tatapan mataku kembali lagi menatap foto Rufin.

“Yang kamu maksud adalah Rufin yang memberitahunya?” Weni menatapku dengan wajah sangat terkejut.

Aku mengangguk, “Bisa diduga seperti itu, pokoknya menurutku pasti ada seseorang di balik mereka.”

“Sepertinya memang harus menyelidiki Lulu dengan baik-baik.”

Weni kesal, “Aku kira aku sudah tahu jelas mengenai latar belakang mereka semua, sehingga aku tidak terlalu berusaha dalam hal ini. Ternyata aku terlalu memandang remeh mereka.”

“Ini bukan salahmu!”

Walupun kesadaran dari Weni semakin lama semakin panjang tapi kebanyakan waktu diawal dia tampak begitu bodoh. Jadi jelas tidak bisa melakukan semua hal ini.

“Tidak apa, pelan-pelan saja. Ada kalanya tidak menyenangkan kalau langsung memukul sampai mati. sekarang kita ikutin saja permainan mereka dan lihat siapa yang akan menang pada akhirnya.”

Bicara sampai sini, tatapan mataku jadi semakin penuh tekad. Demi anakku, demi Keluarga Demina. Aku harus minta keadilan dari apa yang Sunni dan mereka perbuat.

“Sudahlah, kita sudah lama di disi. Kita naik ke atas dulu saja! Kalau tidak mereka yang menunggu akan khawatir.”

Kata Weni setelah melihatku mengepak buku-buku itu.

Aku mengangguk lalu mengikutinya keluar dari ruang rahasia.

Saat terakhir sebelum keluar dari ruang rahasia, aku menoleh melihat ke lorong panjang yang lampunya satu persatu mati dan kembali jadi lorong yang gelap, memberikan kesan sangat misterius.

Aku selalu merasa, di belakangku ini pasti ada rahasia lainnya.

Sayangnya aku tidak punya waktu untuk menelusurinya sekarang. Nanti kalau aku sudah ada waktu luang, aku pasti akan jalan lagi ke sini dan menelusuri lorong ini, melihat lorong rahasia ini terhubung kemana saja.

Hatiku pun jadi bersemangat memikirkan ini, aku seolah seperti anak kecil yang menemukan tempat yang penuh tantangan saja.

Setelah aku dan Weni keluar dari ruang buku, Steven dan Fuji masih menunggu di ruang tamu.

Tapi untungnya, setelah pelayan baru tidak asing dengan lingkungan ini, dia dengan cepat mulai bekerja dengan tertib.

Sisi sekarang adalah wanita hamil, Fuji merawat dan menjaganya dengan sangat baik dan seksama. Sisi makan buah yang ada di piring buah di tangannya. Fuji yang ada di sampingnya membawakan air teh untuk menjaganya seperti seorang budha tua.

Melihat pemandangan ini, aku pun mengangguk puas dalam hati. Aku tidak menyangka pamanku ini adalah pria keras yang sangat mencintai dan memanjakan istrinya.

Mungkin memang Fuji tidak lebih seksama dan terlatih dalam melakukan semua hal ini daripada Adit. Tapi di diri Fuji juga banyak kelebihan yang tidak dimiliki Adit.

Contohnya saja, ketika dia jatuh hati dengan Sisi, dia bisa berusaha terus dan memikirkan cara bagaimana bisa mendapatkan Sisi di tangannya, sedangkan Adit tidak seperti itu.

Tapi ini semua juga ada hubungannya dengan lingkungan tmbuh besar serta latar belakang keluarga. Fuji mempunyai aura dan kekuatan yang cukup sedangkan Adit sudah kalah karena memandang rendah dirinya sendiri.

Ini juga bukanlah hal yang mutlak. Tapi perasaan Adit masih tidak tegas dan terlalu bimbang.

“Lelah tidak?”

Steven mengambil apel yang sudah dikupas dari meja lalu memberikannya kepadaku sambil menatapku dengan penuh perhatian.

Melihat gerakannya ini, tatapanku pun tertuju kepada Sisi yang sedang menggodaku dengan mengangkat satu alisnya seolah berkata, apa yang aku punya, kamu juga punya.

Sisi tertawa terbahak-bahak melihatku, “Bahkan ini saja, kamu juga mau memperebutkannya!”

Selesai bicara, dia pun menoleh ke Steven dan berkata, “Kedepannya wanitamu itu akan terus cemburu tidak hentinya loh.”

Steven langsung memelukku dan mendudukkanku di pahanya. Gerakan yang begitu intim ini langsung membuat wajahku memerah.

Walaupun Steven sudah berulang kali melakukan gerakan seperti ini, tapi jika di depan orang, di depan Sisi, seberapa tebal mukaku, aku tetap malu tidak karuan.

Tapi siapa juga yang tahu, setelah Fuji melihat pemandangan ini, dia langsung menarik Sisi ke pelukannya. Kemudian mengangkat alisnya dan mengedipkan mata ke Steven, lalu dia langsung menundukkan kepalanya mencium bibir Sisi yang sedang makan apel.

Setelah berciuman cukup lama, dia langsung menjulurkan lidah ke dalam mulut Sisi dan mengambil apel dari mulutnya. Lalu memakan apel yang ada rasa khas itu dan melihat ke Sisi yang masih membelalakkan matanya terkejut.

Sedangkan wajah Sisi sudah memerah bagaikan udang rebus setelah Fuji selesai melakukan semua gerakan itu. Lalu, dia pun tiba-tiba melepaskan diri dari pelukan Fuji.

Kemudian menyeka bibirnya dengan sekuat tenaga. Lalu menatap Fuji dengan wajah merah marah, “Fuji, kedepannya tidak boleh menciumku di depan orang lain.”

Novel Terkait

His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu
Mr. Ceo's Woman

Mr. Ceo's Woman

Rebecca Wang
Percintaan
3 tahun yang lalu
PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

Chantie Lee
Balas Dendam
3 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
The Serpent King Affection

The Serpent King Affection

Lexy
Misteri
4 tahun yang lalu
Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Pernikahan Kontrak

Pernikahan Kontrak

Jenny
Percintaan
4 tahun yang lalu