Perjalanan Selingkuh - Bab 86 Ayam Kampung Menjadi Burung Phoenix

Selesai berkata, tatapan penuh dengan amarah tertuju pada Fuji dan berkata : “rumah kami sekarang menjadi seperti ini, semuanya karena wanita ini, kamu berani membawa dia ke sini ?”

“Kak, aku melakukan ini semua demi paman ! paman memberikan barangnya kepada dia, menunjukkan bahwa dia bukan orang biasa -----”

Fuji belum selesai berkata, diputuskan oleh Weni : “Siapa tau dia menggunakan cara untuk membohongi ayahku. “

Selesai berkata, tatapan yang tajam tertuju pada aku : “Disini tidak ada yang menyambut kamu, kamu segera keluar dari sini. “

Aku terkejut, aku tidak menyangka saat ini aku diusir oleh Weni, dan hal ini, pada ujungnya, aku yang salah, karena aku pribadi memohon kepada orang lain membawa aku masuk ke dalam.

“aku hanya ingin melihat kakek saja. “ aku menjawab dengan pelan.

Sebenarnya, aku bukan orang yang penakut, tetapi di bawah tekanan Weni, merasa ketakutan, seperti perasaan anak kecil bertemu dengan orang tua.

Dan, kebencian dia terhadap aku membuat hati-ku merasa sangat-sangat tidak enak, bahkan merasa sangat pedih.

“Kamu jauhi rumah kami, jauhi sampai tidak terlihat.“ Weni dengan ekpresi wajah benci melihat aku.

Dengan ekpresi canggung aku berdiri disana, pergi, aku tidak rela, tetap berada disini, sepertinya tidak mungkin.

Di saat aku sedang dilema, Fuji dengan ekpresi wajah kaget berjalan menuju Weni dan berkata : “Kak, Paman sudah bangun. “

Saat mendengarkan kata-kata Fuji, aku dan Weni dengan waktu yang sama lari menuju ke kasur.

Weni dengan tatapan yang dingin melihat aku, aku mundur satu langkah kebelakang.

Kakek yang di atas kasur membuka mata, tetapi sepertinya tenaga untuk berbicara saja tidak ada, mengulurkan tangannya yang gemetaran kearah ku.

Weni langsung memegang tangan Kakek : “Papa, aku Weni ! “

“Safira ——"

Kakek menunjuk padaku membuka mulut, aku mengerti bentuk mulutnya, dalam hati ku merasa sedih.

“Papa, apa yang kamu katakan ?” Weni dengan ekpresi cemas melihat Kakek.

“Safira ——"

“Dia memanggil Safira. “ aku berkata kepada Weni.

“Bagaimana kamu bisa tau ? “ Weni dengan tatapan yang tajam tertuju kearah aku.

Sebenarnya, aku juga tidak mengerti mengapa aku bisa mengerti bentuk mulutnya, tetapi aku tau, itu adalah Safira.

“Papa, Safira sekarang di Shanghai, tidak bisa pulang, apabila kamu ingin jumpa dia, aku akan kabarin dia.” Sambil berkata, Weni mengeluarkan HP ingin menelpon.

Kakek menarik tangannya, kemudian tatapannya tertuju pada aku.

“Papa, kamu salah, aku tau dia mirip dengan Sarifa, tetapi sebenarnya dia bukan. “ Weni dengan ekpresi wajah yang tidak berdaya melihat kakek dan berkata.

“Kak, Paman sekarang ingin jumpa dengan Safira, apakah tidak boleh Linda menggantikan dia sebentar ? “ Fuji menarik Weni dan berbisik.

Weni dengan ekpresi yang ragu melihat Kakek yang baru saja bangun, kemudian meihat aku, akhirnya dia menghelakan nafas, dengan tidak iklas dia berbisik dengan aku :”kamu berpura-pura seperti Safira, berbicara sebentar dengan dia. “

Aku menganggukkan kepala, dengan tidak sabar aku lari ke depan kasur Kakek : “Kakek ——”

Kata kakek ini benar-benar memanggil dari hati yang paling dalam, sama sekali tidak ada paksaan, air mata juga mengalir seiring dengan kata ini.

Kakek mendengarkan aku memanggil kata kakek, air mata mengalir dari matanya, kemudian berusaha mengangkat tangannya, dan menghelus kepala aku, mulut bersuara : “Safira ——”kata ini.

Aku mengangguk kepala dengan menahan air mata.

“Kakek, kamu cepat sembuh, pada saat itu, aku akan mengelilingimu menyanyi lagu Menangkap Serangga Terbang. “ berkata sampai sini, aku tersedak tidak bisa berkata.

“Langit gelap datang terkulai, Bintang gemerlap berdampingan…….“

Aku menahan tangis, bersenandung.

Didalam kamar rumah sakit menjadi sunyi, bahkan Weni yang tidak senang dengan aku juga menjadi diam.

Setelah beberapa menit, pandangan Kakek tertuju ke Weni.

Dengan buru-buru aku minggir, ingin memberi tempat kepada Weni, tetapi Kakek menarik tanganku.

Terpaksa Weni duduk disamping aku, melihat kakek, memanggil dengan pelan : “Papa. “

Kakek mengangkat tanganku, dan meletakkan ke dalam tangan Weni, tatapan yang lembut, mulutnya berkata : “Baik-baiklah. “

Setelah berkata, dia tidak mempunyai tenaga untuk berbicara.

Weni, menganggukkan kepala dengan menahan air mata, kemudian dengan cepat menekan bel yang di kasur.

Sebentar saja, Dokter dan perawat segera datang.

Kemudian mulai memeriksa Kakek.

Aku dan Weni dan Fuji berdiri di samping.

Setelah selesai periksa, Weni dengan ekpresi cemas bertanya : “ada apa dengan Papa-ku ? “

“Walaupun Papa sudah bangun, tetapi kondisi tidak optimis, perlu dirawat beberapa hari lagi …. “

“Perlu merawat beberapa hari lagi ? ada apa dengan dokter-dokter disini ? sudah sekian lama, kondisi Papa-ku tidak kunjung sembuh, kalian bisa mengobati ? “

Weni dengan emosi dan berteriak pada dokter.

Dokter dengan ekpresi merasa bersalah melihat Weni : “Nyonya Demina, Kita ….. “

“Kak, kamu tenang. “Fuji maju dan menarik Weni.

“Aku tidak bisa tenang, ini adalah Papaku.” Tiba-tiba mata Weni menjadi merah dan menangis.

Aku melihat dia seperti ini, aku merasa kasihan, Weni kelihatan seperti seorang wanita yang kuat, tetapi dia juga hanyalah seorang wanita, dia baru saja bertemu dengan putrinya yang hilang selama belasan tahun, ayah kandungnya terjadi hal seperti ini, siapa juga yang sanggup menerima.

“kamu tenang dulu, kakek tidak ingin melihat kamu seperti ini.” Aku membujuk dia.

“Kamu——”

Dia awalnya dengan armarah melihat aku, karena kalimat tadi, kemudian berhenti.

“Sekarang didalam kamar rumah sakit, aku tidak ingin marah dengan kamu, kamu jangan berpikir karena berpura-pura menjadi Safira, maka kamu benar-benar menganggap dirimu sebagai Safira.” Weni berbisik dan memperingati aku.

Aku tertawa : “Kamu jangan khawatir, aku tahu identitas diri-ku sendiri. “

Weni tertawa : “kamu tau diri juga, ayam kampung seperti kamu ini tidak mungkin bisa berubah menjadi burung phoenix.”

Kata-katanya, sangat menusuk ke dalam hatiku.

Aku tidak menyangka dia sudah membenci aku hingga seperti ini.

Kemudian dokter memberi tahu kami : “Kalian silahkan tunggu diluar kamar, jangan ganggu kakek beristirahat. “

Aku menggangukkan kepala, kemudian keluar dari Kamar Bersama Weni dan Fuji.

Kamar rumah sakit ini adalah VVIP, dalam adalah kamar rumah sakit, diluar adalah ruang tamu.

Peredam suara diantara dua kamar tersebut sangat bagus, Fuji duduk diantara aku dengan Weni, melihat aku, kemudian melihat Weni.

“Kak, aku yang membawa dia datang kesini, kamu jangan marah. “

Weni dengan tatapan yang tajam menatap dia : “Mengapa kamu membawa semua orang ke sini ? kamu menganggap tempat ini seperti apa ? “

Fuji memegang hidungnya : “terbukti bahwa, keputusanku benar, kamu lihat, bukankah paman sudah bangun ? “

Novel Terkait

Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
Loving Handsome

Loving Handsome

Glen Valora
Dimanja
4 tahun yang lalu
Cintaku Pada Presdir

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
4 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
5 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Chasing Your Heart

Chasing Your Heart

Yany
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
4 tahun yang lalu