Perjalanan Selingkuh - Bab 115 Terkepung Di Semua Sisi (2)

Aku sedikit merasa bersalah.

Sisi bangkit berdiri dan menunjuk leherku serta berkata : "Di lehermu masih ada bekas ciuman, jangan bilang padaku kalau itu adalah bekas yang ditinggalkan oleh Steven."

Tatapan mata bersalahku terlihat ragu-ragu.

Tetapi di bawah tatapan mata Sisi yang memaksa, akhirnya aku mengakuinya : "Steven adalah orang yang paling dicintai oleh Sunni, bukankah semua yang dia lakukan dan katakan adalah agar aku meninggalkan Steven? Kalau begitu aku justru tidak akan melakukannya."

Sisi menatapku dengan sangat terkejut, akhirnya dia mencubit wajahku dan bertanya : "Linda, jangan berbuat bodoh, Weni Demina adalah orang gila, semenjak Safira menghilang, dia bisa dibilang hampir gila, di dunia bisnis, dia bisa memaksa seseorang sampai tidak memiliki jalan keluar lagi, dia sangat kejam, dia juga dipanggil sebagai "Sang Pemusnah" oleh orang-orang, jika kamu berani bersama dengan Steven, dia pasti akan menghabisimu dengan tangannya sendiri."

Sisi mencubit sisi wajahku yang baru saja ditampar oleh Weni Demina.

Dicubit seperti ini olehnya, langsung membuatku meringis kesakitan.

Sisi segera melepaskan tangannya : "Aku tidak mencubitmu dengan keras, wajahmu kenapa?"

"Tidak apa-apa, Weni Demina sudah mencariku, lagipula aku sudah menyinggungnya." aku tidak mungkin mundur di saat seperti ini.

Selain itu, Weni Demina bisa sampai menghadangku di hotel, kalau begitu dia dari awal sudah tahu kalau aku berhubungan dengan Steven, bahkan meskipun aku meninggalkan Steven, apakah aku benar-benar bisa hidup tenang?

Tidak mungkin, jika aku meninggalkan Steven, maka aku hanya akan mati semakin cepat.

"Sebenarnya, tempat yang paling aman saat ini malah adalah di sisi Steven, asalkan dia ada, maka Sunni dan Weni Demina tidak akan berani terang-terangan mencelakaiku." Aku mengusap-usap pipiku yang mulai bengkak sambil menenangkan Sisi.

Sisi menghela napas dan menggeleng : "Menurutku pada akhirnya tetap karena kamu tidak rela melepaskan Steven."

"Aku akan merebus telur dan mengusapkannya ke wajahmu, jika tidak wajahmu besok pasti akan semakin bengkak sampai tidak bisa bertemu orang."

Setelah berkata seperti itu, Sisi pergi ke dapur.

Saat dia keluar lagi, dia sudah memegang sebuah telur di tangannya, kemudian dia duduk di depanku : "Miringkan wajahmu lalu dekatkan padaku."

Setelah itu dia mengusap-usap wajahku dengan menggunakan telur yang masih panas.

"Pelan sedikit, sakit sekali....."

"Jika tidak sakit, kamu tidak akan kapok, huff....kamu itu ya, kenapa selalu mencari masalah dengan wanita gila dari keluarga Demina itu? Safira sudah bagaikan jantungnya, siapa yang berani menyentuhnya, dia akan mencincang orang itu."

Sisi terus mengoceh di dekat telingaku, tetapi hatiku malah terasa hangat.

Tetapi di saat yang bersamaan, aku juga merasa sedikit sedih.

"Ayah dan ibuku saat ini sudah tidak marah lagi?" Aku teringat kepada mereka, lalu aku menghela napas berat.

"Beberapa hari lagi kamu mau mendonorkan sumsum tulang belakangmu, apakah kamu tidak mau membicarakan hal ini kepada mereka?" Sisi menghentikan gerakan tangannya lalu bertanya kepadaku.

Aku menggeleng : "Tunggu beberapa saat lagi saja baru aku memberitahu mereka! Setelah itu aku akan pulang dan memohon ampun kepada mereka."

Sebenarnya, situasi saat ini sedang tidak baik sama sekali, aku tidak bisa bercerai dengan Jason, orang tuaku masih marah, Weni Demina terus mengancam, aku saat ini benar-benar tidak tahu harus mengurus yang mana terlebih dahulu.

Tetapi, saat aku menerima telepon pada keesokan harinya, aku terpaksa untuk sementara menyingkirkan masalah ini dulu.

Karena Helen Nemir saat ini dalam kondisi kritis, pencangkokan sumsum tulang belakang harus segera dilaksanakan.

Kondisi tubuhku juga belum mencapai yang terbaik, saat ini aku juga sedang anemia, dokter menanyakan pendapatku, karena jika mendonorkan sumsum tulang belakang pada saat anemia, maka akan memberi dampak yang buruk bagi tubuh.

Awalnya aku ingin merawat kesehatanku dulu sampai dalam kondisi prima, barulah setelah itu aku mendonorkan sumsumku, tetapi aku tidak menyangka kalau ternyata dia tidak bisa menunggu sampai selama itu.

Saat aku sedang ragu-ragu, Farad Nemir tiba-tiba berlutut di depanku dan menangis dengan tersedu-sedu : "Nona Linda, aku tahu kalau aku sudah mencelakaimu, aku pantas mati, tetapi semua ini adalah salahku, aku mohon padamu, aku mohon selamatkan putriku, dia baru berumur 3 tahun--"

Novel Terkait

Aku bukan menantu sampah

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
3 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cinta Setelah Menikah

Cinta Setelah Menikah

Putri
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu
After Met You

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
3 tahun yang lalu
Awesome Guy

Awesome Guy

Robin
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
3 tahun yang lalu