Perjalanan Selingkuh - Bab 77 Aku Hamil Sekali Lagi

“Dia tidak membuat kesalahan dalam pekerjaannya, siapapun tidak ada alasan untuk memaksanya pergi.” Steven menatapku dan akhirnya menatap Sunni.

“Setidaknya bawa dia keluar dari sini! Kalau tidak, begitu aku melihatnya, aku mengingat penghinaan di jamuan pertunangan.”Sunni memandang Steven dengan tatapan menangis.

Mata Steven memancarkan sedikit kepedihan: “Aku akan mengurus ini.”

Setelah selesai mengatakannya, dia menatapku dan berkata, “Kamu pergi ke Adit dulu, aku akan mengatur ulang pekerjaanmu.”

Aku melihat Steven dan Sunni masuk kantor bersama, membuat hatiku kesepian.

Rekan-rekan disekelilingku melemparkan mata simpatik kepadaku, betapa cemburu mereka dulu, dan betapa bahagianya mereka sekarang.

Adit melihatku datang ke kantornya dengan barang di lenganku, dia menengadah menatapku dengan sibuk dan berkata, “Masalah ini, sangat menyulitkan Presiden Steven.”

Aku diam seribu bahasa, yang satu mantan pacar, yang satu pacar sekarang, siapapun pasti juga akan sulit!

“ada beberapa orang, menghadapi sesuatu, setelah waktu berlalu lama, dia akan kehilangan obsesinya, aku takut ini bukan yang namanya cinta”

Adit berjalan kesampingku, menepuk pundakku dan menghela nafas.

“Waktu itu Safira Demina, ibu Steven dan kakanya, tiga orang mengalami kecelakaan, ini meninggalkan luka yang mendalam di hati Presiden Steven melebihi apapun, rasa sakit ini berubah menjadi obsesi, semakin lama semakin dalam.”

Kata-kata Adit membuatku berpikir dalam-dalam.

Waktu itu Steven yang masih anak kecil pasti sangat sakit hati! Cinta pertamanya, ibu, kakak, tiga wanita penting dalam hidupnya mengalami kecelakaan bersama, dia pasti sangat sedih!

“Jangan salahkan Presiden Steven, hanya bisa salahkan takdir mempermainkan orang.”

Takdir mempermainkan orang kalau Safira tidak kembali, mungkin aku dengan Steven akan ada hasil, tapi tidak ada tapi, semua sudah terjadi.

Tak lama setelah keputusan Steven dibuat, aku dipindahkan kembali ke bagian penjualan dan kembali ke posisiku sebelumnya.

“Begini juga bagus, kemampuanku saat ini cocok untuk pekerjaan semacam ini.” kataku pada Adit saat aku pergi.

Aku mengatakannya dengan mudah, tapi aku tahu, tempat itu, menyimpan banyak kenanganku, dan rasa malu saat aku meninggalkan tempat itu, aku benar-benar tidak ingin menghadapinya kecuali aku harus.

Tapi harga diriku, tidak berharap aku menunjukkan sisi lemahku.

Saat aku pergi ke Departemen penjualan melapor, semua rekan kerja disekeliling melihatku, dan berbisik.

“Sekarang kamu orang baru, lakukan pekerjaan menelepon customer dulu, satu hari setidaknya harus menelepon 500 menit panggilan.”

500 menit? Begitu banyak?

“Ini tidak terlalu banyak, paling tidak butuh 8 jam.”

Kepala Departemen penjualan yang mendengar perkataanku, menghentakkan heel nya dan balik badan melihatku: “Departemen penjualan tidak menerima orang yang tidak bisa bekerja, gaji pokok 3 juta rupiah, sisanya tergantung kinerja, bekerjalah yang baik.”

Setelah selesai mengatakannya, aku ditinggal sendirian, dan dia balik badan pergi.

Pekerjaan disini berbeda dengan pekerjaanku yang sebelumnya, sekarang bahkan pekerjaan yang paling dasar adalah menelepon customer, sekalian saat menelepon memahami kebutuhan customer akan produk, sebenarnya ini satu konsep dengan marketing penjualan.

Siang hari kepala Departemen memberikanku setumpuk data customer, selanjutnya, aku menghabiskan waktu seharian menelepon customer.

Terakhir aku berbicara sampai mulut kering dan tidak ada suara, setelah aku pulang kerja, suaraku berubah menjadi serak.

Pekerjaan seperti ini, kulakukan selama tiga hari berturut-turut dan merasa ada yang tidak beres, aku pernah menanyakan rekan kerja yang lain menelepon berapa menit, meskipun tidak ada yang mempedulikanku, tapi berdasarkan frekuensi mereka menelepon, pasti tidak sampai 500 menit.

Aku segera sadar aku dikerjai.

Aku tahu maksud dari Sunni, di berharap aku sendiri yang mengundurkan diri, tapi aku ini punya temperamen yang baik, semakin Sunni ingin aku pergi, aku sebaliknya semakin tidak ingin pergi.

Aku menarik nafas dalam-dalam, memustuskan, harus melawan Sunni hingga akhir.

Semakin banyak nomor yang ditelepon, frekuensiku minum dan ke toilet semakin banyak, ditambah dengan waktu makan siang, setiap kali bekerja harus sampai jam 10 malam.

Beberapa hari kemudian, aku kurus kering.

Tapi meskipun begitu, tanggung jawab kerjaku semakin banyak, hingga akhirnya selain menelepon customer, aku masih harus merapikan data customer, setelah pulang kerja, sudah larut malam.

Sisi yang melihat keadaanku, selalu membujukku untuk mengundurkan diri.

“Linda, kamu sudah tidak mau badanmu lagi ya? Lihat dirimu, mata hitam seperti panda? Tubuhmu kurus kering, kamu sudah tidak ingin hidup lagi?”

Pagi hari, Sisi tidak membiarkan ku pergi dengan alasan apapun.

“Sunni pasti berharap aku tidak tahan dan mengundurkan diri, tapi kalau aku mundur, itu artinya aku kalah.” aku menggelengkan kepala, mengatakannya sambil melihat Sisi.

Sisi menghela nafas: “Untuk apa kamu begini, kamu ini sekarang bagai seekor ikan, dan dia tukang ikan, kamu tetap stay di perusahaan, itu sama saja kamu menyerahkan diri ke dia untuk dipotong.”

Aku bagai ikan, dia bagai tukang ikan, kata-kata Sisi ini, aku mengerti, sekarang aku melawan Sunni, sebenarnya ini sangat kekanak-kanakan.

Tapi kalau tidak begini, emosi dalam hatiku tidak akan reda, dan aku juga mengerti, pekerjaan gila seperti ini, juga hanya pelampiasan hatiku saja.

Dengan begini, aku baru bisa melupakan kepedihan, melupakan kesedihan.

Setelah pamit dengan Sisi, aku berdiri di halte bus menunggu kedatangan bus.

Setelah bus datang, tepat saat mau melangkahkan kaki, aku merasa diriku berputar dalam pusaran, seluruh tubuhkan jatuh ketanah.

Setelah sadar dirumah sakit, dokter bersiap-siap memberiku suntikan infus.

“Kamu istirahatlah yang baik, kamu sekarang ibu hamil, tubuhmu kekurangan nutrisi, kandunganmu kali ini sangat berbahaya, kalau kamu terus begini, kandunganmu tidak bisa dipertahankan.”

Aku yang mendengar dokter mengatakan ini, tidak bisa menahan diri langsung duduk di kursi: “Dokter, kamu lagi bercandakan?”

Tubuh ku ini, ada kelainan bentuk ovarium, ditambah dengan penyumbatan tuba falopy, bagaimana bisa hamil?

“Saluran tuba ku tersumbat dan sisi ovarium lainnya cacat, Bagaimana bisa hamil?”

“Pernahkah kamu melakukan operasi?” dokter bertanya padaku.

Aku menggangguk, aku pernah melakukan sekali, waktu itu dokter bilang perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan, kalau tidak bisa, harus lakukan operasi sekali lagi.

Tapi belakangan terjadi begitu banyak masalah, aku mengabaikan masalah pemeriksaan lanjutan.

Sekarang setelah diingat-ingat, terkadang hidup benar-benar aneh.

Waktu itu aku bersama David tiga tahun baru hamil, tak lama setelah keguguran, aku hamil lagi anak Steven, lalu aku pikir seumur hidup ini aku akan susah hamil anak Steven, dan aku hamil lagi anak Steven.

Waktu itu hamil aku masih belum cerai, kali ini hamil aku sudah pisah dengan Steven.

Aku tidak tahu apa aku disukai atau tidak disukai Tuhan.

Karena hasil seperti ini, aku juga tidak berniat pergi ke kantor bekerja, lalu pulang kerumah dengan suasana hati yang kacau.

Dari rumah sakit kembali ke rumah, hatiku kacau, dan banyak pikiran, dan akhirnya, kuputuskan, tidak peduli bagaimana, aku tetap akan melahirkan anak ini.

Novel Terkait

Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
4 tahun yang lalu

My Secret Love

Fang Fang
Romantis
5 tahun yang lalu

Loving Handsome

Glen Valora
Dimanja
3 tahun yang lalu

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
4 tahun yang lalu

The Winner Of Your Heart

Shinta
Perkotaan
4 tahun yang lalu

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu

Kamu Baik Banget

Jeselin Velani
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu