Perjalanan Selingkuh - Bab 147 Membantu Keluarga Demina (1)

Aku tak menyangka Weni masih ada muka ajukan permintaan seperti ini, mengingat sebelumnya aku mendonorkan darah, mungkin saja itu untuk Sunni.

Mengingat ini, hatiku merasa jijik.

Aku lebih rela Sunni mati, sebagai balas dendam kepergian anakku, bagaimana mungkin aku membantunya.

Aku menatap sinis pada Weni: “Aku tidak akan menyetujuinya, pergi sana!”

Selesai mengatakannya, ‘pong’aku membanting menutup pintu.

Aku meringkuk memegang dadaku, hatiku sakit, kalau tahu dari awal Sunni yang memerlukannya, kasih aku 1 juta dollar juga tidak akan ku jual darahku.

Weni terus memencet bel tanpa henti, hingga membangunkan Sisi, dia mengucek matanya keluar dari kamar dan bertanya: “Siapa yang terus pencet bel diluar?” woi tahu ribut tidak?”

“Weni.”

“Weni, untuk apa dia datang?”tanya Sisi aneh memandangku.

Kutenangkan diriku dulu lalu menjawab Sisi: “Dia memohon padaku untuk mendonorkan darah ke Sunni.”

“Apa? Sisi tiba-tiba meninggikan suaranya, lalu marah berkata: “Keluarga Demina ini keterlaluan, bagaimana bisa mereka tidak tahu malu.....”

Aku sibuk menenangkan Sisi: “Weni masih diluar, kecilkan suaramu.”

Hubunganku dengan Weni dari dulu sudah tidak akur, aku tidak takut, tapi kalau kedepannya Sisi benar hidup bersama dengan Fuji, Weni akan jadi kakak sepupu Sisi.

“Kalau begitu mereka tidak boleh begini!”

“Aku tahu, kamu tenang saja, aku pasti bisa menyelesaikannya, aku bisa menyelamatkan siapa saja, tapi tidak untuk Sunni.”

Selang beberapa saja, bel pintu kembali mulai berbunyi.

“Kulihat kalau kamu tidak bicara dengannya, dia tidak akan berhenti.”ucap Sisi memandangku.

Benar, meskipun aku menghindar, Weni juga tidak akan membiarkan ku menghindarinya, lebih baik to the point, biarkan dia menyerah.

Sekali lagi aku membuka pintu.

Setelah Weni melihatku, ekspresi wajahnya jelek, tatapan matanya memaksa.

Lalu dia yang masih memakai sepatu heels langsung jalan masuk duduk di sofa.

“Selama kamu bersedia mendonorkan darah untuk Safira, aku bisa mengabulkan permintaanmu.”ucap Weni duduk di sofa, membusungkan dada, dengan gaya duduk seperti wanita karir.

Jelas-jelas harus memohon, tapi dia malah dengan gampangnya menjadikan ini sebuah perjanjian.

“Aku mau nyawa Sunni.”ucapku memandang Weni sekata demi sekata.

Selesai mengatakannya, Weni langsung menyiramkan segelas air ke wajahku, menatapku dengan sinis: “Atas apa?”

“Kamu.....”ucap Sisi marah memandang Weni.

Aku menjulurkan tangan menahan Sisi.

Mengambil tisu mengelap wajahku, lalu menatap dingin pada Weni: “Nyawa anakmu itu sebuah nyawa, terus nyawa anakku bukan nyawa? Kebencianku pada Sunni sudah menusuk tulang, bagaimana mungkin menyelamatkannya?”

“Bayi dalam kandunganmu hanya sebulan, itu masih embrio, lagian, dia juga membantumu, kalau tidak melahirkan anak diluar nikah, kamu pikir ini adil untuk bayimu?”

Mendengar perkataan Weni, aku tersenyum marah.

“Apa kamu bilang, ingin mengeluarkan rahimku, ini juga termasuk membantu? Ini pertama kalinya aku ketemu orang muka tebal tak tahu malu sepertimu.”

“Weni, kukasi tahu kamu, sekalipun kamu meminta bantuan dari seluruh anggota keluarga Demina, aku juga tidak akan menyelamatkan Sunni.”

Ucapku yakin memandang Weni.

Novel Terkait

Pria Misteriusku

Pria Misteriusku

Lyly
Romantis
3 tahun yang lalu

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
3 tahun yang lalu

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
3 tahun yang lalu

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
4 tahun yang lalu

Rahasia Istriku

Mahardika
Cerpen
4 tahun yang lalu

Step by Step

Leks
Karir
3 tahun yang lalu