My Cute Wife - Bab 409: Jurang yang Tak Bisa Disebrangi

Untuk menggerakkan jari-jarinya saja, Lindsay sudah kesulitan, ia hanya menatap langit-langit dengan kelelahan, sambil memperingatkan dirinya sendiri, lain kali ia tidak boleh luluh dengan semudah ini!

"Ayo bangun." kata Bryan sambil mengancing kemejanya dan tersenyum, "Pestanya sudah mau berakhir, setidaknya kita harus berpamitan pada mereka."

Lindsay langsung melompat ke arah Bryan, "Kau masih bisa berkata seperti itu?!"

Bryan langsung memeluknya, lalu memasangkan gaun pesta miliknya tadi, "Gaun pestai ini benar-benar bagus, mudah untuk dilepas."

Lindsay, "......"

Setelah mereka berdua merapikan pakaian mereka, Bryan pun membuka pintu kamarnya dan melihat Dylan dan Tasya yang sedang bersandar di dinding kamar sebelah, kedua orang itu berdiri berjejeran dan tidak saling melihat satu sama lain, wajah mereka penuh dengan rasa kesal terhadap satu sama lain, seolah yang baru saja "bersenang-senang" di dalam kamar itu bukan mereka berdua.

Begitu mendengar ada suara, Dylan pun melihat ke arah sini, dengan nada yang menyindir ia berkata, "CEO Li, kalian berdua juga membuka kamar setelah kami masuk ke dalam kan?"

Bryan merapikan kerah kemejanya dan berkata, "Iya, kenapa?"

"Tidak kenapa-napa." kata Dylan, "Dua jam penuh lho, CEO Li."

Mendengar perkataan itu, Bryan pun menatap Dylan dan menaikkan alisnya, "Kau iri?"

Dylan, "......"

"Kalau perlu, periksalah ke dokter tradisional China, lebih bisa diandalkan." lanjut Bryan.

Dylan, "......"

Lindsay pun tersenyum sambil menusuk punggung Bryan dengan jarinya dari belakang, dasar mulut jelek. Lindsay menatap ke arah Tasya, dan menyadari bahwa sepertinya Tasya tidak sadar bahwa mereka sedang berada di sana, entah karena cahaya lampu di sana atay bukan, mata wanita itu tampak basah.

Seketika, Lindsay pun mengerti, Tasya sedang bersedih.

Apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka berdua......

Karena kedatangan Bryan, banyak sekali para pebisnis yang masih menunggu di lobby, kalau mereka cukup beruntung dan bisa mendapatkan perhatian dari CEO Li, bukankah mereka tak perlu mengkhawatirkan kesuksesan mereka lagi? Karena mereka tidak pergi, para wanita pendamping mereka juga tidak pergi, lalu orang-orang sisanya adalah orang-orang yang ingin menonton keramaian saja.

Oleh karena itu, setelah Lindsay dan yang lainnya turun ke bawah, mereka pun menyadari bahwa tidak banyak orang-orang yang sudah pergi dari sana.

Melihat orang-orang yang berkedok domba ini, Bryan pun memberikan sebuah lirikan pada Lindsay, ia langsung berjalan ke tengah kerumunan, lalu "mengantarkan" Dylan yang juga sama dilihati orang banyak itu sampai ke depan pintu.

Dylan, "......" Apakah dirinya dengan Bryan Li ini adalah air dan api sejak lahir?

Lindsay membawa Tasya ke sebuah sudut yang sepi dan duduk di sana, ia berusaha keras untuk menyembunyikan rasa curiganya dan menatap Tasya dengan penuh rasa penasaran.

Melihat Lindsay tak berkata apa-apa, Tasya pun membuka mulutnya, "Kak Lin, apa kau tidak mau menanyakan sesuatu?", katanya serak.

"Katakan saja jika kau ingin mengatakannya, kalau tidak mau ya tidak apa-apa." kata Lindsay tersenyum, "Ini adalah masalah pribadi."

Sebenarnya ia mengalah untuk mendapatkan apa yang ia inginkan.

Tasya memegangi bunga di atas gaunnya itu dengan kedua tangannya, seketika wajahnya tampak begitu lega.

"Kak Lin, ada satu hal, tapi apa aku bisa mengatakannya setelah kita pulang nanti?" tanya Tasya.

Lindsay menganggukkan kepalanya, "Tentu saja." akhirnya Tasya mau mengatakannya juga.

Dengan cepat Bryan pun menyelesaikan urusannya, saat ia menjemput Lindsay, wajahnya tampak sangat gembira, berbeda dengan Dylan yang wajahnya sangat muram.

"Kau menyiksanya?" tanya Lindsay pelan.

Bryan melihat ke arah Tasya yang masih tidak bersemangat itu sejenak, lalu berbisik pada Lindsay, "Bukan begitu, Dylan itu kesal pada dirinya sendiri." kata pria itu, "Dia itu, serius terhadap Tasya."

Semakin dia serius, semakin tidak bisa dimaafkan.

Lindsay mengangguk-anggukkan kepalanya, tidak bertanya apa-apa lagi.

Karena tahu Lindsay dan Tasya ingin membicarakan sesuatu, Bryan pun membawa mobilnya sampai ke God's Building, lalu menghadang Clark yang baru saja hendak pulang kerja.

Clark, "... CEO Li, aku sudah lelah bekerja seharian."

Bryan menundukkan kepalanya, "Iya, sini, kulihat laporan God Entertainment tiga bulan ini."

Clark, "......"

Di sisi satunya, Lindsay sedang membawa Tasya ke dalam kantor mereka.

Lindsay menuangkan segelas air, dan Tasya pun langsung mengatakan apa yang ingin ia katakan, "Kak Lin, sekarang kalau Dylan sendiri yang datang mencariku, masalahnya akan bertambah rumit."

Lindsay, "Dengan adanya aku dan Bryan, ada beberapa masalah yang tidak bisa dihitung sebagai masalah lagi."

"Tapi...... kalian tidak bisa menutup mulut orang-orang."

Lindsay membalikkan kepalanya, melihat kedua mata Tasya mulai memerah.

"Kak Lin, aku telah merenggut nyawa seseorang."

Mendengar perkataan itu, Lindsay pun mengerutkan alisnya, "Apa yang kau katakan?!"

"Menurut Dylan, Ruby Xie mati karena aku." kata Tasya sambil terisak-isak, begitu ia mengatakan rahasia terbesar di dalam hatinya itu, emosinya pun tak terkendalikan lagi, air matanya bercucuran, "Ruby Xie adalah teman masa kecil Dylan, ia sangat mencintai Dylan, namun akhirnya, aku dan Dylan kenal saat kami kuliah, kami saling menyukai satu sama lain, tak lama setelah itu kami pun bersama, tapi Ruby malah menggila......"

"Dia...... kenapa?" Lindsay pun kini mengerti apa yang terjadi.

Wajah Tasya tampak sangat muram, "Aku ingat jelas, tanggal 20 Juli dua tahun lalu, Ruby mengajakku ke sebuah Wetland Park, ia bilang ia ingin mengatakan semuanya dengan jelas, saat itu aku sangat mencintai Dylan, kupikir kalau Dylan hanya menganggap Ruby sebagai adiknya saja, kenapa aku tidak boleh mencoba berhubungan dengannya? Aku juga bukan orang ketiga, tapi waktu itu aku sama sekali tidak berpikir mengapa Ruby memilih untuk bertemu di Wetland Park." lalu, Tasya pun menarik nafasnya dalam-dalam, "Aku meminum minuman yang diberikan oleh Ruby, setelah itu aku pun tertidur, saat aku terbangun, aku berada di sebuah kapal pesiar, sepertinya kapal itu adalah kapal sewaan Ruby."

Jantung Lindsay berdebar kencang, "Lalu apa yang terjadi pada Ruby Xie?"

"Mati." kata Tasya dingin, "Jasadnya berada di sebelah kapal itu, begitu aku membuka mataku aku langsung melihatnya." pundak Tasya sedikit gemetaran, "Kulit Ruby telah terendam air sampai memutih."

Lindsay merasa seperti sedang mendengarkan sebuah cerita horor, "Lalu?"

"Lalu aku lapor polisi." lanjut Tasya, "Polisi langsung mencurigaiku, tapi tidak ada buktinya, dan di dalam tubuhku ditemukan banyak obat penenang, menurut perhitungan waktu, kematian Ruby terjadi saat aku tak sadarkan diri."

"Bunuh diri?" tanya Lindsay.

"Iya, ditetapkan sebagai bunuh diri."

"Lalu kenapa Dylan berulah seperti itu?"

Tasya menatap Lindsay, "Kesalahanku adalah, sebelum aku bertemu dengan Ruby, aku membalas pesannya. Ruby berkata, kalau aku tidak melepaskan Dylan, ia akan bunuh diri, setidaknya Dylan akan terus ingat padanya, saat itu aku sungguh merasa sangat kesal, lalu membalasnya, 'Matilah saja kalau kau mau mati', bukan pertama kalinya ia mengancamku dengan nyawanya seperti itu, aku sudah sangat kesal. Sebelum Ruby mati, ia juga mengirimkan sebuah pesan pada Dylan, katanya 'Tasya Liu yang memaksaku, semoga kalian bahagia'."

Lindsay mengerutkan keningnya, "Tidak masuk akal, jelas sekali Ruby itu yang keterlaluan, tidak ada hubungannya denganmu."

"Tapi semua ini karena diriku, Kak Lin, bagaimanapun itu tetap nyawa seseorang, waktu kecil, Dylan sama sekali tidak disayangi oleh keluarganya, jelas-jelas dia putra Keluarga He yang terhormat, tapi ia masih sering kelaparan, Ruby lah yang selalu membantunya diam-diam, sampai akhirnya mereka berdua tumbuh dewasa, meskipun rasa sayang Dylan terhadap Ruby bukanlah rasa sayang sebagai seorang kekasih, namun tetap saja tidak sama seperti orang biasanya, ada banyak hal yang tidak akan bisa kumengerti selamanya, dan tujuan Ruby memang sudah tercapai." Tasya menaikkan pundaknya, "Ia menggunakan nyawanya untuk membuat jurang di antara aku dan Dylan yang tidak akan pernah bisa kami sebrangi."

Tasya melanjutkan, "Dia memang benar-benar mencintai Dylan sampai mati."

Novel Terkait

Dipungut Oleh CEO Arogan

Dipungut Oleh CEO Arogan

Bella
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Dark Love

Dark Love

Angel Veronica
Percintaan
5 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
4 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
4 tahun yang lalu
Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu