Awesome Guy - Bab 711 Aku Tidak Bisa Mati Sekarang

Saat ini disisi lain di kursi rotan sebuah taman bunga, ada sepasang pasangan yang sedang saling berpelukan dan mulai berciuman.

Melihat hal itu, wajah Dwi Yang pun sontak memerah.

Drake Xu menyadari perubahan kecil pada Dwi Yang tersebut, kemudian juga ikut menoleh untuk melihat sekilas. Wajahnya pun sontak juga langsung berubah menjadi merah padam dan berujar dengan canggung, “Dasar anak muda jaman sekarang, benar-benar tidak tahu malu!”

“Tapi…” Perkataan Drake Xu terhenti sejenak.

Karena Drake Xu tiba-tiba mengambil jeda, tanpa disadari pun Dwi Yang mengangkat matanya untuk menatap Drake Xu. Ia lalu melihat raut penasaran dari pria itu dan suara Drake Xu kembali terdengar: “Tapi... Bagaimana ya rasanya ciuman?”

Dwi Yang termangu sesaat kemudian wajahnya berubah menjadi semakin merah padam, kepalanya tertunduk dalam-dalam seperti sedang mencari celah retak pada permukaan bumi untuk menggali lubang dan menenggelamkan dirinya masuk kesana.

Sedangkan Fanny yang saat ini sedang bersembunyi di balik sebuah pohon besar pun membalikkan badan dan benar-benar menyembunyikan dirinya. Ia lalu menengadahkan kepala menatap langit dan mengerjap-ngerjapkan matanya untuk mengembalikan air mata yang akan segera menetes.

......

Galvin Bai sampai di rumahnya kembali dan saat melihat istrinya, Friska Li, sedang menunggunya di dalam, hati Galvin Bai pun seketika terpuaskan.

Malam harinya setelah kedua orang itu selesai mandi, mereka pun sama-sama berbaring di ranjang. Friska Li memeluk Galvin Bai dan dengan lembut mengelus kepala Galvin Bai, lalu bertanya dengan sedih: “Sakit?”

Galvin Bai menggeleng pelan kemudian juga memeluk Friska Li dan mengendus lembut leher Friska Li yang menguarkan aroma yang sangat wangi, sontak ia merasa sangat bahagia dan puas.

Mereka berdua saling berpelukan dalam diam untuk beberapa saat, kemudian tiba-tiba Galvin Bai berkata: “Terima kasih, istriku sayang.”

Tanpa kata-kata pembuka maupun kata-kata penutup, namun Friska Li mengerti.

Saat seseorang menemui masa sulit yang tidak mampu diselesaikan, pastilah ia akan merasa tak berdaya. Disaat seperti ini, yang dapat mendorongmu dan mendukungmu untuk terus lanjut melangkah mungkin hanyalah dorongan kecil dari sebuah hal maupun seseorang. Atau pada akhirnya adalah karena seseorang.

Tanpa Galvin Bai perlu banyak bicara, Friska Li sudah tahu apa yang terjadi di Kota C. Bagaimana pun juga, ada masanya dimana Friska Li pernah menjabat sebagai wakil pimpinan aliansi bisnis.

Saat Friska Li teringat akan bahaya dan krisis yang terjadi saat itu, ia merasa sangat sedih dan takut. Tapi disisi lain, ia juga dapat memahami Galvin Bai.

Friska Li kembali mengusap-usap kepala Galvin Bai dan berkata dengan lembut: “Lakukanlah apa yang ingin kamu lakukan. Mengenai keinginan kita untuk kembali dan menyingkir dari semua hal ini boleh dilakukan pelan-pelan.”

Galvin Bai hanya menyahut dalam diam.

Friska Li tidak menunggu sampai Galvin Bai menjawabnya, ia sedikit menundukkan kepalanya untuk melihat pria itu sekilas dan ternyata Galvin Bai yang sedang memeluknya sudah terlelap.

Friska Li tersenyum samar, tatapan matanya sangat hangat. Ia menggunakan kedua tangannya yang putih bersih untuk menangkup wajah Galvin Bai.

“Sayang, sebenarnya ada sebuah kabar baik yang ingin kuberitahukan padamu.”

“Tapi aku takut justru hal ini malah akan menambah kekhawatiranmu sehingga kamu tidak bisa berteguh sesuai pendirianmu dalam setiap hal yang kamu lakukan seperti dulu.”

“Berhati-hati dalam bertindak sebenarnya juga sangat baik, tapi sekarang tidak bisa seperti itu.”

“Sayang, kami… Kami mencintaimu.”

......

Tiga hari kemudian.

Di dalam taman pemakaman Kota T, putra Yosep, Josh sedang berdiri di depan nisan makam Yosep.

Kedua tangan Josh penuh terbalut perban, bunga segar yang ia bawa hanya bisa dijepit di lengannya.

Josh menatap dingin foto Yosep yang sedang tersenyum yang terpatri di nisannya.

“Apa dengan begini kamu puas?”

“Aku benar-benar tidak mengerti, kenapa kamu bisa-bisanya tidak peduli dengan hidup mati anak kandungmu demi seseorang dari pihak luar yang tidak ada hubungan darah denganmu?”

Raut wajah Josh semakin dingin bahkan sampai mengubah keseluruhan rupanya, “Sebenarnya, apakah kamu menganggapku sebagai anak kandungmu?”

“Sebenarnya, bagaimana jalan pikirmu?”

“Kamu bahkan mengorbankan dirimu untuk menghadang pisau yang ditujukan padanya? Apa kamu pernah memikirkanku?”

“HMM?!”

Semakin bicara, Josh merasa semakin marah. Bunga yang awalnya seharusnya diletakkan di depan nisan malah langsung ia buang diatas tanah. Ia bahkan menggunakan kakinya untuk menginjak bunga itu sekuat tenaga.

“Ibu bahkan masih berkata padaku supaya aku datang menengokmu. Cih! Apa yang membuatmu pantas kudatangi? Saat mereka menggunting dan memutus jariku, kenapa kamu tidak memohon pada mereka?”

“Apa kamu tahu seberapa takut dan tidak berdayanya aku saat itu?”

“Kamu sama sekali tidak pantas menjadi ayahku!”

“HAH! Kamu tenang saja, aku pasti akan pergi mencari Galvin dan balas dendam padanya. Tapi, tidak demi kamu. Melainkan demi diriku sendiri!”

Jemari tangan Josh hampir saja habis semua dipotong. Walaupun sekarang jarinya sudah disambung, tapi tetap saja dalam penggunaannya sehari-hari tetap akan ada bedanya dengan yang dulu.

Ia melompat marah bagaikan petir, meluapkan segala amarah, makian, dendam, dan pertanyaan di depan makam ayahnya itu.

Hanya saja Josh baru mengucapkan setengah dari perkataan yang ingin diucapkannya, namun tiba-tiba dalam sekejap mata ia melihat ada sebuah buket bunga segar yang muncul di depan nisan Yosep.

Josh termangu sesaat, kemudian ia melihat bunga yang tadi ia bawa dan sudah diinjaknya sendiri di tanah. Sontak, ia pun langsung melihat ke sampingnya.

Disampingnya berdiri seseorang, yaitu Galvin Bai yang entah sejak kapan muncul disitu.

Galvin Bai membawa bunga dan juga anggur.

Ia sama sekali tidak menghiraukan Josh. Ia malah terlebih dulu membungkuk hormat kepada Yosep di depan nisannya, kemudian menyajikan sebotol anggur Maotai di depan nisan itu dan dengan raut yang serius berkata: “Kak, aku tahu karena pekerjaanmu kamu tidak begitu banyak minum. Tapi sekarang kamu tidak perlu buru-buru, juga tidak perlu khawatir. Nikmatilah pelan-pelan.”

Dulu setiap kali Galvin Bai mencari Yosep, Yosep pasti akan berkata bahwa ia tidak bisa minum karena takut kalau tiba-tiba ada operasi yang harus ia lakukan.

Galvin Bai tetap tidak menghiraukan Josh dan malah duduk di hadapan nisan itu kemudian berujar dengan pelan: “Sebenarnya aku juga tidak begitu suka minum, tapi aku tidak tahu apa lagi yang sebaiknya kubawa selain anggur ini.”

Josh termangu menatap Galvin Bai.

Ia tidak tahu sejak kapan Galvin Bai datang, ia juga tidak tahu apakah Galvin Bai mendengar perkataan yang tadi ia ucapkan atau tidak. Sontak, Josh pun merasa takut dan tidak tenang.

Galvin Bai terus bicara tanpa juntrungan di depan nisan Yosep. Setelah beberapa saat berlalu, barulah ia bangkit berdiri dan berujar kepada Yosep sambil tersenyum: “Hari ini sampai sini dulu aku menemanimu, masih ada urusan lain yang harus kuurus. Besok-besok aku akan datang lagi.”

Selesai berujar, Galvin Bai pun langsung membalikkan tubuhnya dan berjalan pergi dari satu tanpa melirik Josh sedikitpun.

Josh terus menatap Galvin Bai dan saat ia menyadari bahwa pria itu sama sekali tidak menganggapnya, raut wajahnya pun menjadi sangat tidak enak.

Tepat pada saat itu, Galvin Bai tiba-tiba menghentikan langkahnya. Ia lalu berbalik badan dan berujar pada Josh: “Ayo pulang dengan mobilku bersamaku.”

Josh menjadi sangat marah. Siapa yang mau naik mobilmu, brengsek?!

Aku malah mau membunuhmu!

Ayahku mati dan aku menerima penderitaan seperti ini semua karena kamu, bajingan!

Apakah si bangsat satu ini muncul sekarang karena sedang berpura-pura berduka dengan air mata buayanya?

Josh merasa Galvin Bai dengan sengaja bersikap begini, pria itu pasti tidak ada niat baik.

Tapi Josh melihat Galvin Bai tetap berdiri diam disitu menunggunya, tidak ada raut tidak sabar yang terpancar dari wajahnya. Bahkan wajahnya tidak berekspresi sama sekali, membuat Josh pun mengeratkan giginya dan melontarkan sepatah kata, “Ya.”

Setelah duduk di dalam mobil, Galvin Bai langsung menyalakan mobilnya.

Josh duduk di belakang, kedua matanya menatap Galvin Bai dengan penuh kebencian. Dalam benaknya sekarang sedang berkelibat entah berapa banyaknya cara yang dapat terpikirkan olehnya untuk membunuh pria di depannya ini.

Sedangkan Galvin Bai malah berujar pelan sambil menyetir: “Aku dan ayahmu bukan saudara kandung, tapi bagiku ayahmu lebih dari saudara kandung.”

“Memang benar karena dirikulah ia mati, aku tahu kamu pasti membenciku dan bagaimanapun juga tidak akan melepaskanku. Aku juga tidak akan membujukmu untuk melepaskanku, tapi aku akan berusaha sekuat tenaga, mengerahkan kekuatan terbesarku untuk menggantinya kepada kalian.”

“Aku akan memberi kalian nominal yang cukup untuk menanggung semua hal seumur hidup kalian. Kalau tidak cukup datang saja padaku, aku akan tetap menambahkanya.”

“Selain itu aku akan mendatangkan dokter rehabilitasi terbaik di seluruh dunia dan berusaha sekuat tenaga supaya jarimu bisa pulih kembali seperti sedia kala.”

Selesai berujar, Galvin Bai pun menoleh dan melihat Josh sekilas.

Sontak Josh pun gemetar dan langsung mengangguk, “Ya.”

Galvin Bai tersenyum dan melanjutkan: “Kamu ingin membunuhku, aku tahu itu. Tapi tolong kesampingkan hal itu dulu untuk sekarang ini, apalagi sekarang ini kamu juga tidak mampu melakukannya. Selain itu masih ada hal yang harus kuurus, jadi aku tidak bisa mati sekarang.”

“Dua tahun. Ini adalah waktu untukku sekaligus untukmu.”

Josh tidak menyahut, tapi hatinya sedari awal hanya memaki Galvin Bai. Semua kata-kata yang tidak pantas terucap sudah berulang kali diucapkan dalam hatinya!

Si brengsek ini benar-benar penipu berairmata buaya yang berpura-pura berduka!

Andai saja aku mampu membunuhmu sekarang, aku tidak akan melepaskanmu!

Bangsat! Kalau saja di tanganku sekarang ada pisau, aku pasti akan langsung menghujamkannya tepat ke dadamu dan membunuhmu!

Tepat pada saat itu, Galvin Bai tiba-tiba bertanya padanya: “Mau turun dimana?”

Josh seketika kembali dari lamunannya dan menjawab: “Green View Residence.”

Galvin Bai pun mengemudikan mobilnya sampai ke pintu gerbang Green View Residence. Setelah Josh turun dari mobilnya, Galvin Bai lantas berpesan singkat: “Hati-hati.”

Josh tersenyum kecil pada Galvin Bai dan juga melambaikan tangannya: “Terima kasih!”

Tapi setelah ia mengucapkan hal itu ia pun menyesal, untuk apa ia melambaikan tangannya?

Novel Terkait

Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
5 tahun yang lalu
Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
5 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
4 tahun yang lalu
Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milea Anastasia
Percintaan
4 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
4 tahun yang lalu