Awesome Guy - Bab 746 Kelemahan Galvin Bai

“TIDAAAK!”

Melihat Vania Liang dan Fiona Zhou dilecehkan seperti ini, Galvin Bai pun tidak lagi dapat menahan dirinya. Ia meraung geram sampai semua urat nadinya menonjol keluar.

Memang benar ia tidak peduli jika ia harus mati, bahkan ia sudah berpikir untuk menarik Friska Li mati bersamanya. Tapi ia tidak tahan melihat temannya sendiri dilecehkan dan dipermalukan seperti ini.

Yang dikatakan Aldi Liang sangat benar.

Setiap orang pasti memiliki titik lemah.

Asalkan memiliki titik lemah, maka tidak usah takut tidak berhasil.

Dan, titik lemah Galvin Bai dapat dengan jitu diraup Aldi Liang.

Galvin Bai tidak sanggup lagi.

“HENTIKAN!”

“CEPAT HENTIKAN!”

Galvin Bai mengaum nyaring.

Aldi Liang yang melihatnya pun dengan santai mengangkat sebelah tangannya.

Avel Qin dan pengawal itu pun langsung menghentikan gerakan mereka.

Avel Qin terlihat sedikit kecewa, kekecewaannya bahkan terpancar jelas dari tatapannya saat menatap Galvin Bai. Alangkah baiknya jika andai saja Galvin Bai tidak berseru agar mereka berhenti.

Fiona Zhou dan Vania Liang kembali dibuang ke lantai.

Aldi Liang tertawa sambil menatap Galvin Bai dan berujar: “Kalau dari awal sudah tahu begini, untuk apa dari awal menyiksa diri?”

“Lihatlah, dengan begini kita juga merepotkan dua orang wanita cantik ini untuk datang kesini.”

Galvin Bai memelototi Aldi Liang lurus-lurus, tatapannya penuh dengan gelora amarah layaknya sang iblis.

Aldi Liang berujar acuh tak acuh: “Kamu tenang saja, asalkan aku bisa menemukan brankas emas yang ketiga, aku berjanji akan membantumu menyelamatkan kembali istrimu. Selain itu, aku juga akan membiarkanmu menjalani hidup yang kamu bayangkan.”

“Oh ya, sejauh yang kutahu ada banyak gadis yang mengagumi dan menyukaimu, mereka pasti sedih melihat rupamu yang seperti ini. Tapi, asalkan aku mendapatkan brankas emas yang ketiga, saat itu pula aku akan menjadi orang yang paling berkuasa di muka bumi ini. Saat itu tiba, hanya butuh sepatah kata dariku dan berapa pun banyaknya wanita yang kamu inginkan tentu saja akan kamu dapatkan, bukan begitu?”

Galvin Bai hanya mendengus dingin menanggapi perkataan Aldi Liang.

Bagaimana mungkin ia akan mempercayai kata-kata sampah seperti ini? Paling-paling Aldi Liang hanya berkata seperti ini untuk menghiburnya saja.

Aldi Liang berkata dapat memberinya semua keuntungan ini, tapi Galvin Bai tahu dengan jelas faktanya karena memang ia mengetahui begitu banyak rahasia. Ada pepatah yang mengatakan: Semakin banyak tahu, semakin cepat mati.

Aldi Liang tertawa tipis, “Katakanlah sekarang.”

Galvin Bai membalas datar: “Pulau Biru.”

Tawa Aldi Liang pun terhenti sejenak kemudian suaranya terdengar lebih besar, “Aku mau lokasi detailnya.”

Galvin Bai pun menjawab: “Aku tidak dapat mendeskripsikannya, terlalu rumit. Kalau kamu mau menemukan tempatnya, hanya bisa dengan cara aku sendiri yang membawa kalian pergi kesana.”

“Baiklah.” Aldi Liang langsung menyetujui.

Oleh sebab itu, Aldi Liang pun memberi perintah: “Pergi ke Pulau Biru.”

.....

Kapal itu mulai berlayar, berangkat menuju Pulau Biru.

Setelah semua ini, tali yang mengikat tubuh Galvin Bai sebelumnya sudah dilepaskan tapi tetap ia dikurung dalam kamar ini.

Tidak hanya itu, Fiona Zhou dan Vania Liang pun turut dikurung bersamanya dalam satu ruangan.

Membutuhkan waktu tiga hari dari Kota C untuk sampai ke Pulau Biru.

Di hari pertama, Fiona Zhou dan Vania Liang hanya duduk di pinggir dan tidak ada satupun dari mereka yang bersuara. Suasana hati mereka sangat rundung, sangat tidak bersemangat.

Sedangkan sekujur tubuh Galvin Bai dipenuhi luka, bergerak sedikit saja merupakan hal yang sangat sulit untuk ia lakukan.

Untung saja ditengah-tengah kurun waktu ini ada orang yang mengantarkan obat untuknya, Vania Liang-lah yang membantu Galvin Bai mengobati dirinya.

Melihat Vania Liang mengobati dirinya, hati kecil Galvin Bai pun semakin merasa bersalah dan ia berujar, “Maaf.”

Gerakan Vania Liang terhenti sejenak, kemudian ia menggeleng dan berkata: “Yang seharusnya bilang maaf itu aku. Aku yang telah salah menilaimu dan menyalahkanmu.”

Saat Santy Liang dibunuh, semua orang mengira bahwa Eddy Bai-lah yang membunuhnya. Waktu itu, Vania Liang juga berpikir seperti itu.

Galvin Bai menatap Vania Liang. Tidak ada ekspresi apapun pada wajah wanita itu saat ia berujar dan itu membuat hati Galvin Bai pun semakin merasa bersalah.

Karena pada orang-orang seperti ini, semakin tidak ada raut yang terlukis di wajah mereka, artinya hati mereka pun semakin merasa susah hati.

“Aku tahu di hari saat Ketua Dao mengepung untuk membunuhku, kamu sudah membantuku. Sedangkan untuk perkara yang sebelumnya, aku sama sekali tidak pernah menyalahkanmu.” Galvin Bai berkata dengan tenang, “Tapi hari ini, aku-lah penyebab kalian sampai ditangkap dan dibawa kesini.”

Tetap tidak ada raut apapun terlukis diwajah Vania Liang, nada bicaranya pun tetap tenang, “Bukan salahmu, aku tidak menyalahkanmu.”

Mendengar hal itu, Galvin Bai semakin merasa bersalah.

Saat malam menjelang, sebenarnya Galvin Bai ingin menyuruh kedua gadis itu untuk tidur diatas kasur. Tapi sekujur tubuhnya terluka dan ia tidak bisa bergerak sama sekali, jadi ia pun menyerah akan idenya itu.

Fiona Zhou dan Vania Liang duduk diatas sofa, masing-masing dari mereka bersandar di masing-masing sisi dan mengarahkan pandangan ke arah luar jendela.

Di sudut pandang ini kebetulan mereka bisa melihat bulan, hari ini kebetulan bulan pernama. Bulan yang mereka pandang itu terlihat bulat dan bersinar.

Entah sudah berapa lama mereka memandanginya, Vania Liang tiba-tiba berkata, “Waktu kecil karena ayah terlalu sibuk, hanya bibi-lah yang mengajakku pergi keluar ke taman bermain, mengajakku pergi makan makanan yang enak. Waktu itu, aku merasa di muka bumi ini bibi-lah orang yang paling baik terhadapku.”

“Setelah aku tumbuh besar dan bisa pergi kerja, aku berpikir untuk harus berbakti pada ayah dan bibi.”

“Tapi…”

Vania Liang tidak mengucapkan kata-katanya sampai selesai, namun mereka tahu apa lanjutannya dan mereka semua dapat memahami suasana hati Vania Liang saat ini.

Seseorang yang dekat dengannya merencanakan dan membunuh seseorang lain yang paling dekat dengannya. Tidak berhenti sampai disitu, bahkan orang itu pun juga menyuruh orang lain melecehkan dirinya. Bagi Vania Liang, hal ini adalah bencana terburuk dan pukulan yang menyakitkan baginya.

Pukulan seperti ini bahkan seolah-olah dapat membuat Vania Liang selamanya tidak bisa keluar dari lubang ini.

Keheningan kembali menjalari kamar itu sejenak, kemudian tiba-tiba Fiona Zhou juga membuka mulutnya dan bersuara, “Ada kalanya dimana aku sangat iri dengan Friska karena aku pernah membayangkan pasanganku akan seperti karakter yang ada di drama, seorang presdir yang diktaktor.”

“Sampai setelah aku bertemu dengannya, aku langsung menyukainya. Bukan karena ia adalah presdir yang diktaktor, juga bukan karena ia tampan. Melainkan karena ketulusan hatinya, aku menyukai perasaan yang timbul saat aku bersama dengannya.”

“Waktu itu barulah aku tahu, ia adalah belahan jiwa yang aku inginkan.”

“Tapi, ia tak lagi tersadar setelah hari pernikahan itu.”

“Setelah itu, aku bertemu dengan Avel. Kukira ia sudah kembali, ia tersadar kembali. Tapi saat aku menelepon rumah sakit, barulah aku tahu bahwa pria itu sama sekali bukan dirinya.”

“Tapi setiap kali aku melihat pria itu, aku akan berpikir bahwa ia sudah sadar. Di hatiku muncul sepercik harapan dan aku mulai bergantung pada harapan itu, sampai-sampai aku berharap bahwa yang di rumah sakit itu adalah palsu sedangkan ia yang ada di hadapanku adalah yang asli.”

“Tapi sekarang aku sudah sadar betul, ia bukan dirinya.”

Setelah selesai bicara, Fiona Zhou dan Vania Liang tiba-tiba mengangkat kepala mereka dan melihat ke arah Galvin Bai.

Ditatap seperti itu membuat Galvin Bai terhenyak, namun kemudian setelah ia tersadar, ia langsung menyahut: “Ya, aku juga.”

......

Saat jarak perjalanan masih ada satu hari sebelum mencapai Pulau Biru, Aldi Liang ternyata menyuruh mereka untuk keluar dari kamar dan juga menyiapkan bagi mereka hidangan mewah bernutrisi yang memenuhi seluruh sisi meja.

Setelah beristirahat selama dua hari, Galvin Bai sudah bisa turun dari ranjang dan ia juga bisa berjalan dengan baik.

Mereka bertiga diundang untuk menyantap makanan di meja itu.

Meja itu berbentuk kotak yang panjang, yang duduk di posisi pemimpin meja tentu saja Aldi Liang. Dave Lin dan Avel Qin duduk terpisah di masing-masing sisi kanan dan kirinya.

Saat rombongan Fiona Zhou sampai disana dan melihat hidangan mewah yang memenuhi meja, tanpa mereka sadari air ludah pun tertelan. Selama dua hari ini mereka tidak terlalu bisa menyantap makanan.

Oleh karena itu Fiona Zhou berbisik pada Galvin Bai dan bertanya, “Apa kita boleh makan?”

Belum juga Galvin Bai membuka mulutnya, Aldi Liang sudah berkata lebih dulu: “Makanlah dengan tenang. Kalau aku berniat membunuh kalian, aku tidak harus menaruh racun di dalam makanan ini. Lagipula, saat ini aku harus menjaga kalian baik-baik.”

Mereka bertiga pun saling bertukar pandang ketika mendengarnya, merasa kata-kata Aldi Liang ini masuk akal.

Adalah hal yang sangat mudah bagi Aldi Liang untuk membunuh mereka, adalah hal yang mubazir baginya jika hanya untuk membunuh mereka ia harus menaruh racun di dalam makanan ini. Lagipula Galvin Bai masih harus membawa mereka pergi ke Pulau Biru untuk mencari brankas emas itu, sehingga posisinya sekarang sederajat dengan pentingnya brankas emas itu sendiri. Jadi bagaimanapun juga, Aldi Liang harus menjaga Galvin Bai dengan baik.

Tentu saja hati kecil mereka sangat memahami bahwa perlindungan ini hanya berlaku sampai sebelum mereka menemukan brankas emas itu.

Setelah mereka bertiga memikirkannya, masing-masing dari mereka pun duduk di meja dan tanpa banyak basa-basi langsung menyantap makanan itu dengan lahap.

Karena telah begitu lama mereka tidak menyantap makanan yang enak seperti ini, Fiona Zhou dan Vania Liang pun makan dengan sangat rakus. Mereka bahkan langsung makan dengan menggunakan tangan.

Galvin Bai juga sama, ia makan dengan lahap dan langsung menjejalkan semua makanan itu masuk ke dalam mulutnya.

Setelah mereka kenyang, Aldi Liang tiba-tiba berujar pada Galvin Bai: “Ikut denganku sebentar, ada yang ingin kubicarakan denganmu.”

Oleh karena itu, Galvin Bai pun berjalan mengikuti Aldi Liang ke atas dek kapal.

Novel Terkait

Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
4 tahun yang lalu
Unperfect Wedding

Unperfect Wedding

Agnes Yu
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Meet By Chance

Meet By Chance

Lena Tan
Percintaan
3 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
3 tahun yang lalu