Awesome Guy - Bab 567 Memasak

“Tidak ada...”

Pergi sana kalau sudah tidak ada!”

Galvin Bai pun beranjak pergi dalam diam. Ia tidak lagi berdiam lama-lama disitu dan langsung angkat kaki dari sana.

Ia beranggapan karena Fanny tahu apa yang ia perbuat maka seharusnya ia juga sudah mengetahui perihal Dwi Yang yang dihajar oleh Alvis Zhao, sehingga seharusnya wanita itu tidak mungkin mencurigainya.

Sekembalinya ke keluarga Lin, Galvin Bai pun membawa obat sambil melangkah naik ke lantai atas dan langsung menuju kamar Dwi Yang.

Luka yang memenuhi sekujur permukaan tubuh Dwi Yang sebenarnya hanya luka luar biasa, namun Galvin Bai membiarkannya istirahat diatas ranjang seharian agar bisa mempercepat proses penyembuhan lukanya.

Saat ini Dennis sedang duduk di dalam kamar Dwi Yang, sedangkan Dwi Yang sendiri duduk pada sandaran kepala kasur.

Ketika mereka berdua melihat Galvin Bai dan hendak berujar, Galvin Bai pun mengangkat tangannya, “Dengarkan aku. Dalam beberapa hari ke depan, aku akan membawa kalian pergi dari sini.”

Mendengar kabar bahwa mereka bisa meninggalkan Pulau Biru, kakak-beradik itu pun menjadi sangat bersemangat.

Galvin Bai membagi obat yang ada di tangannya menjadi dua, lalu memberikan salah satunya pada Dennis, “Ini ada obat untuk luka luar dan ada obat untuk trauma lukanya. Kamu bisa memberikannya pada kakakmu.”

“Terima kasih, Kak Bai.” Dennis menjulurkan tangannya untuk menerima obat itu. Ia sangat penasaran darimana Galvin Bai bisa mendapatkan obat-obatan itu, namun ia tahu diri dan tidak bertanya apa-apa.

Galvin Bai kemudian bertanya pada mereka: “Apa ada peta disini?”

“Ada.” Dennis meletakkan obat yang ada di tangannya, lalu mengeluarkan selembar peta dari dalam laci dan memberikannya kepada Galvin Bai.

Galvin Bai membuka peta itu, “Sekarang posisi kita ada dimana?”

Dennis dengan segera menunjuk bagian pada peta.

Berdasarkan posisi mereka saat ini, Galvin Bai pun dapat menentukan tempat dimana Fanny mendaratkannya di peta.

Setelah berpikir sejenak, Galvin Bai pun berkata pada kakak-beradik itu: “Sejujurnya, saat ini aku ini memang sedang diawasi. Karena aku ada disini, kalian juga menjadi diawasi.”

“Tapi target pengawasan mereka adalah aku, jadi mereka tidak akan terlalu mempedulikan kalian.”

“Besok akan ada perjamuan makan malam di keluarga Zhao dan aku akan pergi kesana. Dengar, begitu besok aku pergi, kalian pasti tidak akan diawasi lagi.”

“Jadi setelah aku pergi, kalian siapkan dengan baik ransum untuk lima hari dan berjalanlah dari sini sampai ke tempat ini. Tunggu aku disana.”

“Obat-obat yang baru saja kuberikan padamu juga harus dibawa.”

Dwi Yang dan Dennis saling bertatapan, lalu bertanya pada Galvin Bai, “Kak Bai, apa yang mau kamu lakukan?”

Firasat mereka mengatakan bahwa Galvin Bai akan melakukan sesuatu yang sangat berbahaya.

Galvin Bai menggeleng, “Kamu tidak perlu memikirkan soal itu. Cukup lakukan saja apa yang kukatakan.”

“Dalam lima hari, pasti akan ada kapal yang datang.”

Dwi Yang bertanya dengan khawatir: “Bagaimana denganmu?”

Dennis mengangguk dan bertanya lebih lanjut: “Bagaimana kamu tahu akan ada kapal yang datang dalam lima hari? Kalau ternyata tidak ada yang datang lalu bagaimana?”

Setelah pertanyaan itu terlontar, Galvin Bai pun terdiam sesaat. Ia lalu memberikan seulas senyum yang getir, “Kalau dalam lima hari tidak ada kapal yang datang, itu berarti aku gagal. Kalian kembali saja!”

Kekhawatiran Dwi Yang membesar, “Kak Bai, jangan bilang kamu akan melakukan sesuatu yang berbahaya?”

Dennis juga merasa sangat khawatir.

Galvin Bai menggelengkan kepalanya, “Jangan tanya, tidak ada gunanya untuk kalian. Cukup lakukan saja apa yang kukatakan, ini adalah satu-satunya kesempatan kalian untuk pergi.”

Malam harinya, Galvin Bai pun pergi ke kamar mandi.

Ia membuka balutan perbannya, lalu memasukkan obat penghenti darah dan anti-peradangan ke dalam sebuah kantung kecil, kemudian membalutnya pada lukanya bersamaan.

Galvin Bai kemudian menatap cermin di hadapannya, matanya berkilat mantap, “Istriku, tunggu aku. Aku akan segera pulang.”

......

Di saat yang bersamaan, di kantor pusat aliansi bisnis kota C.

Di dalam sebuah ruangan olahraga yang berukuran sekitar 500 m2, duduklah seorang pria paruh baya yang mengenakan setelan baju musim panas.

Di hadapannya, berdirilah seorang pria berpakaian hitam.

“Ketua Dao, bukan, maksudku Presdir Dao, tuan muda kedua sudah kembali walaupun ia terluka.”

Begitu mendengarnya, Ketua Dao pun membuka matanya perlahan dan berujar datar: “Aku sudah tahu, junior perempuanku yang memperingatiku.”

“Memperingati?” tanya pria berpakaian hitam itu bingung.

Ketua Dao kembali berujar: “Guruku-lah yang menyuruh junior perempuanku untuk memperingatiku.”

Si pria berpakaian hitam itu bertambah bingung, “Gurumu…”

Ketua Dao melirik dingin dan si pria berpakaian hitam itu sontak menutup mulutnya, “Mohon maaf, ucapanku sudah melewati batas.”

Ketua Dao mendengus dingin, lalu bangkit berdiri dan berjalan menuju sisi ranjang. Ia kemudian menatap pemandangan malam kota C yang sibuk dan terkekeh dingin, “Ia yang menyuruhku untuk bertindak, tapi pada akhirnya malah masih memperingatiku. HMPH!”

Si pria berpakaian hitam berdiri diam di belakang Ketua Dao.

“Aku rasa dengan temperamennya yang seperti ini, peringatan semacam ini jauh dari kata cukup.” Ketua Dao berujar penuh maksud, “Apa ia benar-benar mengira aku tidak tahu apa-apa?”

“Bukankah ia ingin mengobrak-abrik fondasi Pulau Biruku? Sayang sekali, aku sudah menduganya ketika junior perempuanku itu menghilang.”

Mata Ketua Dao pun berkilat tajam, “Ckckck… Benar-benar sayang sekali junior perempuan dengan kemampuan sehebat itu.”

......

Malam harinya, sebuah kapal pun berlabuh di pelabuhan Pulau Biru.

Pagi harinya setelah bangun, Galvin Bai mengenakan headset bluetooth yang diberikan Fanny dan menekan tombolnya.

“Aku berangkat.”

Setelah beberapa saat berlalu, terdengar balasan suara yang malas, “Pagi sekali?”

Galvin Bai kehabisan kata-kata, “Kamu… Masih tidur?”

“Apa urusanmu?!” Suara Fanny pun dengan cepat menjadi tidak bersahabat, “Cepat pergi, aku akan mengawasimu.”

Galvin Bai tidak menjawab apapun dan langsung berjalan keluar dari rumah keluarga Dwi Yang menuju rumah keluarga Zhao.

Setengah jam sepeninggalan Galvin Bai, kakak-beradik Yang pun juga berangkat.

......

Sesampainya di rumah keluarga Zhao, Galvin Bai pun sontak terkejut ketika melihat ada sekitar 20 mobil mewah yang terpakir di depan pintu.

Mobil adalah kendaraan yang jarang terlihat di Pulau Biru, tapi disini malah ada lebih dari 20 buah yang terparkir dan semuanya adalah mobil mewah. Sudah pasti orang-orang yang datang ke rumah keluarga Zhao hari ini adalah mereka para petinggi yang sangat berpengaruh.

Galvin Bai berjalan menghampiri tanpa ekspresi.

Ketika pengawal menghentikan langkahnya, Galvin Bai pun mengeluarkan kartu undangannya.

Setelah pengawal itu melihat kartu undangan Galvin Bai, ia pun diperbolehkan untuk masuk tanpa ditanya lebih lanjut.

Begitu masuk ke aula, Galvin Bai melihat sudah ada begitu banyak orang yang berkumpul dan saling membentuk kelompok berdua-dua atau bertiga-tiga.

Karena tidak mengenal orang-orang yang hadir disitu, Galvin Bai pun berniat untuk mencari sebuah pojokan yang terpencil dan menghubungi Fanny. Tepat pada saat itu, ia dihampiri oleh seorang pelayan, “Halo, apakah kamu koki yang dipekerjakan untuk hari ini?”

Galvin Bai terhenyak sesaat, lalu melihat ke kanan dan ke kiri untuk memastikan bahwa dirinya-lah yang diajak bicara. Ia lalu balas bertanya: “Bagaimana kamu tahu aku adalah seorang koki?”

Pelayan itu menjawab datar: “Karena pakaian dan auramu.”

Sontak, Galvin Bai pun merasa tersinggung dan marah. Apa perawakannya sangat mirip dengan seorang koki? Pakaiannya saja tidak terlihat seperti seorang koki? Apalagi ia sudah menjadi seorang presdir selama satu tahun lebih, tapi auranya disamakan dengan seorang koki?

“Maaf, aku bukan koki.” Galvin Bai juga memiliki temperamen buruk.

Melihat sikapnya, pelayan itu dengan sigap menunjuk sebuah lokasi di lantai dua.

Galvin Bai mengikuti arah yang ditunjuk, menyadari bahwa Alvis Zhao sedang berbincang-bincang dengan orang lain di pagar lantai dua. Ia pun sontak mengerti, “Maksudmu, tuan mudamu yang bilang begitu? Ia juga yang menyinggung soal pakaian dan auraku? Tidak salah?”

Pelayan itu sangat professional, nadanya tetap tidak berubah dari sebelumnya, “Menurut perintah tuan muda, silakan kamu ke dapur dan memasak. Kalau masakanmu enak, maka kamu akan diberikan hadiah yang besar hari ini.”

Galvin Bai pun berujar masam: “Tunjukkan jalannya!”

Pelayan itu lalu membawa Galvin Bai ke dapur. Begitu sampai disana, Galvin Bai pun sontak termangu.

Ini dapur?

Bukannya lapangan basket?

Di dalam ruangan yang sedemikian besar, ada begitu banyak meja kompor dengan belasan koki yang semuanya sedang memasak.

Benak Galvin Bai tahu bahwa koki-koki ini dipekerjakan oleh berbagai hotel bintang lima.

Pelayan itu membawa Galvin Bai ke hadapan sebuah meja kompor berbentuk U, “Tuan, ini adalah meja kompormu.”

Meja kompor.

Besarnya hampir 50 m2. Meja kompor sebesar ini tidak bisa dibilang meja kompor, lebih tepatnya adalah dapur.

Di belakang meja kompor itu ada sebuah rak yang berisi deretan peralatan masak dan berbagai macam bumbu makanan.

Novel Terkait

Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Innocent Kid

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
4 tahun yang lalu
My Tough Bodyguard

My Tough Bodyguard

Crystal Song
Perkotaan
5 tahun yang lalu
Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Terlarang

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
5 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Pria Misteriusku

Pria Misteriusku

Lyly
Romantis
4 tahun yang lalu