Awesome Guy - Bab 719 Terima Kasih Sudah Membuatnya Menangis

Galvin Bai tidak mengacuhkan Alice Fang dan tiba-tiba berlutut di depan makam. Kedua tangannya menutupi wajahnya, sekujur tubuhnya bergetar hebat tanpa henti.

Alice Fang termenung menatap Galvin Bai. Saat itulah ia baru benar-benar menyadari bahwa sesuai dengan yang ditunjukkan oleh Galvin Bai, uang bukanlah segalanya.

Melihat situasi Galvin Bai saat ini, Alice Fang pun merasa lemah dan sangat tak berdaya.

Pertama kali ia bertemu dengan Galvin Bai, pria itu dan seorang pria paruh baya yang bersenjatakan sebilah pisau sedang bertarung sengit dengan sekumpulan orang-orang.

Kali berikutnya bertemu dengan Galvin Bai, pria itu hampir membunuh juara Taekwondo.

Di kedua momen itu, tidak ada ekspresi apapun yang menghiasi wajah Galvin Bai. Alice Fang menilai Galvin Bai sebagai seorang pahlawan saat melihatnya! Seorang pria sejati!

Tapi sekarang punggungnya terlihat begitu sedih, terluka dan tidak berdaya.

Alice Fang tiba-tiba teringat akan orang-orang terdekatnya.

Ketakutannya sirna dan ia pun berlutut perlahan, tangannya terjulur dan menepuk-nepuk punggung Galvin Bai, “Maaf... Aku tidak tahu...”

Tiba-tiba Galvin Bai menengadahkan kepala dan menjerit sekeras-kerasnya ke arah langit.

“AAAHHHHH!!!”

Seruan Galvin Bai itu membuat Alice Fang tersentak kaget, namun juga membuatnya semakin merasa simpati.

Raungan itu berisi perjuangan yang sia-sia dan duka yang luar biasa dalam.

Galvin Bai menangis, ia menangis sejadi-jadinya.

Awalnya Alice Fang terpaku untuk beberapa saat, namun kemudian tangannya kembali mengelus punggung Galvin Bai perlahan untuk menghibur pria itu dalam diam.

Galvin Bai menangis untuk waktu yang sangat lama.

Ia juga tidak tahu kenapa ia menangis di depan seorang yang asing. Mungkin ia tidak ingin membuat Friska Li atau siapapun yang dekat dengannya menjadi khawatir, jadi ia melampiaskan, menumpahkan semua perasaan yang dipendamnya di depan seseorang yang tidak memiliki hubungan apapun dengannya.

Memang ia butuh melampiaskan semua ini. Ia juga membutuhkan seseorang menemaninya melampiaskan semua ini, tapi ia tidak ingin orang itu ikut sedih bersamanya.

Tepat pada saat itulah Alice Fang muncul dan ia merupakan orang yang paling tepat.

Entah berapa lama waktu berlalu, namun akhirnya Galvin Bai pun lelah menangis.

Tiba-tiba, Alice Fang melihat Galvin Bai jatuh ke sisinya dan menyender pada pundaknya.

Alice Fang terhenyak kaget, lalu menyadari bahwa Galvin Bai ternyata terlelap tidur setelah menangis sedemikian hebatnya.

Benar, Galvin Bai kelelahan. Bukan hanya raganya saja yang lelah, namun jiwanya juga lelah.

Alice Fang tidak bergerak sedikit pun, ia membiarkan pria itu bersender padanya begitu saja.

Perlahan, malam pun semakin larut dan angin mulai bertiup. Tentu saja udara terasa sedikit dingin, namun Galvin Bai tetap terlelap.

Entah sudah berapa lama waktu berlalu, namun tiba-tiba sebuah suara terdengar.

“Nona, terima kasih.”

“Aku tidak bisa membayangkan akan jadi seperti apa kalau ia tidak menangis.”

“Jadi, terima kasih.”

Tempat ini adalah pemakaman. Hanya ada makam disana-sini dan ini sudah hampir subuh. Kegelapan menyelimuti dimana-mana, tidak ada siapapun selain Alice Fang dan Galvin Bai disini.

Suara yang tiba-tiba terdengar itu hampir saja membuat Alice Fang menjerit ketakutan.

Alice Fang sontak menoleh ke belakang, wajahnya langsung berubah menjadi pucat pasi.

Albert Li berjalan keluar dari kegelapan, membuat Alice Fang gemetar ketakutan, “Ka… Kamu... Ma.. Manusia atau hantu?”

Albert Li tersenyum kecil dan menjawab: “Manusia.”

Albert Li kemudian berlutut dan menekan sebuah titik akupuntur di leher Galvin Bai untuk membuatnya tidur lebih lelap.

Alice Fang menahan napasnya, tubuhnya terdiam kaku.

Albert Li kemudian berujar pelan, “Sejak kecil, ia dan adik perempuannya selalu saling bergantung satu sama lain untuk bertahan hidup. Walaupun mereka tidak memiliki hubungan darah, tapi hubungan saudara diantara mereka lebih kuat dan kental daripada hubungannya dengan orangtua kandungnya.”

“Ia ingin adik perempuannya menjalani hidup yang baik, sayang sekali adik perempuannya malah pergi meninggalkannya setelah ia memiliki kemampuan seperti ini sekarang.”

“Ia belum pernah menangis sekali pun semenjak adik perempuannya tiada.”

“Alasannya mungkin karena kesedihannya sudah mencapai titik puncak, atau karena ia belum percaya adik perempuannya sudah tiada.”

“Tapi perasaan seseorang tidak mungkin bisa ditahan terus-menerus, jika dibiarkan mereka akan hancur seiring berjalannya waktu.”

“Jadi, terima kasih banyak kamu sudah membuatnya menangis.”

Albert Li kemudian menarik Galvin Bai dan menggendongnya dipunggungnya.

Berbagai macam rasa berkecamuk dalam hati Alice Fang begitu mendengar ucapan itu, tapi ia tidak lagi merasa takut.

Alice Fang adalah seorang aktris, ia bisa berakting dan memiliki rasa empati yang tinggi. Itu sebabnya kata-kata Albert Li barusan dapat langsung membuatnya ikut merasakan kesedihan ekstrim yang dirasakan oleh Galvin Bai, dan menyebabkan pelupuk matanya sendiri mulai memerah.

“Kalau begitu, siapa kamu? Apa hubunganmu dengannya? Apa kamu akan menyakitinya?” Alice Fang mengangkat kepalanya dan bertanya pada Albert Li.

Albert Li balas tersenyum pada Alice Fang dan menjawab: “Aku tidak mungkin menyakitinya.”

“Dan untuk identitasku serta hubunganku dengannya, aku rasa kamu tidak ingin tahu.”

Setelah mengucapkan itu, Albert Li pun berjalan pergi.

Alice Fang tercenung untuk waktu yang lama, sampai angin dingin berhembus menyadarkannya. Bulu kuduknya sontak berdiri dan ia langsung bangkit berdiri. Terlepas dari apakah kakinya mati rasa atau tidak, Alice Fang berjalan secepat mungkin dan pergi meninggalkan pemakaman itu.

......

Galvin Bai terbangun saat hari sudah terang dan di samping ranjang, Friska Li sedang mengelap keningnya dengan selembar handuk basah.

Galvin Bai menatap Friska Li, lalu menggenggam tangannya dan tersenyum, “Maaf merepotkanmu.”

Friska Li menggeleng pelan, “Aku sudah memasak sarapan.”

Galvin Bai lalu bangkit dari ranjang dan menyantap sarapan bersama dengan Friska Li.

Tidak satupun dari mereka mengucapkan sepatah kata pun tentang apa yang terjadi kemarin malam.

Saat mereka masih menyantap makanan, Friska Li tiba-tiba bangkit berdiri dan berlari menuju kamar mandi.

“HOEKK...”

Galvin Bai terhenyak kaget dan langsung bergegas menyusul Friska Li, lalu menepuk-nepuk punggungnya sambil bertanya: “Ada apa? Kemarin kamu juga begini, apa perutmu terasa tidak nyaman?”

Gejolak muntahan Friska Li pun berhenti untuk sementara, ia berkumur-kumur dengan air lalu menjawab lemah, “Mungkin.”

Galvin Bai yang khawatir pun menyahut, “Tidak bisa, kita harus pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan kondisimu.”

Friska Li mengangguk. Tepat saat ia hendak mengatakan sesuatu, terdengar bunyi bel pintu berdering.

Galvin Bai membuka pintu lebih dulu dan ternyata yang datang adalah seorang kurir. Ia menyerahkan sebuah paket pada Galvin Bai dan berujar, “Apa ini dengan Tuan Bai? Ini paketmu, silakan diterima.”

Setelah menandatangani tanda terima, Galvin Bai pun mengucapkan terima kasih pada kurir itu. Ia lalu menutup pintu dan membawa paket itu masuk ke dalam.

Friska Li berjalan menghampiri dan bertanya penasaran, “Apa kamu membeli sesuatu?”

Galvin Bai terhenyak: “Kukira kamu yang membeli sesuatu.”

Friska Li menggeleng, “Aku tidak membeli apa-apa!”

Mereka berdua saling bertatapan, keraguan terlihat di mata masing-masing lalu mereka membuka paket itu bersama-sama.

Setelah paket itu dibuka, Galvin Bai sontak membelalakkan matanya dan tinjunya terkepal kuat, sedangkan wajah Friska Li seketika menjadi pucat pasi.

Amarah yang tidak bisa digambarkan dengan kata-kata menjalar membakar hati Galvin Bai.

Di dalam paket itu terdapat sebuah boneka, tapi bagian leher boneka itu sudah dipotong sehingga kain putih di dalamnya pun terhambur keluar. Sebuah tulisan ‘Bahagia’ yang besar tertempel pada tubuh boneka itu.

Arti boneka ini jelas-jelas mengatakan mengucapkan selamat pada Galvin Bai karena adik perempuannya sudah tiada.

Siapapun yang mengirim paket ini sudah pasti tidak punya hati.

Friska Li melirik Galvin Bai yang murka dengan sangat khawatir.

Kemudian ponsel Galvin Bai tiba-tiba berdering dan ia menjawab panggilan yang masuk itu tanpa banyak basa basi, hanya ada sebuah niat membunuh di sorot matanya yang dingin yang berkilat dalam matanya.

“Galvin, Galvin... Selamat, selamat! Adik perempuanmu sudah mati, akhirnya sebuah beban pun sudah tersingkir dari pundakmu! HAHAHA!”

Suara yang terdengar dari ujung sana sudah diubah dengan alat pengubah suara sehingga Galvin Bai tidak tahu siapa yang meneleponnya.

Tapi kalimat itu membuat Galvin Bai merasa semakin murka, seolah-olah ia adalah monster yang pada detik berikutnya akan meledakkan amarahnya.

Si penelepon hanya mengucapkan satu kalimat itu lalu sambungan telepon pun diputus.

Galvin Bai kemudian mengambil ponselnya dan berjalan keluar menuju rumah Michael Zhang.

“Selidiki nomor ini.”

Galvin Bai mencoba menelepon nomor itu kembali, namun tidak tersambung.

Novel Terkait

Cinta Yang Dalam

Cinta Yang Dalam

Kim Yongyi
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
4 tahun yang lalu
Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
4 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu
King Of Red Sea

King Of Red Sea

Hideo Takashi
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Loving Handsome

Loving Handsome

Glen Valora
Dimanja
4 tahun yang lalu