Too Poor To Have Money Left - Bab 356 Kalian Ingin Menggunakan Kekerasan

“Tuan, aku telah mengasahnya 99.900 kali, kurang 99 kali.”

Pengurus rumah berhenti sejenak, dan setelah mengatakannya ia lanjut mengasah pisaunya.

“Kau bisa-bisa terluka jika mengasahnya terlalu cepat.”

Desah Terrence Lei sambil menggelengkan kepala, ia tak lagi mempedulikan pengurus rumah itu dan berjalan menuju paviliun.

Setibanya di paviliun, ia menyeduh teh sendiri.

Ardi Lei, Calvin Lei, dan Gun Lei sedang berjalan-jalan di tepi danau.

Ketiga bersaudara itu menghampirinya, dan tanpa mengatakan apapun, mereka duduk.

Arang di dalam tungku di atas meja batu itu menyala merah, dan teko teh kuno di atasnya mulai mendesis.

Keempat orang itu duduk mengitari meja dan menatap teko teh itu, entah apa yang sedang mereka pikirkan.

Saat suara desisan teko itu semakin kencang, Terrence Lei bangkit berdiri, meraih sejumput Teh Puer, dan memasukkannya ke teko itu.

Begitu terdengar suara “blub blub” air mendidih, Terrence Lei segera meraih teko itu dan menuangkan tehnya.

Terrence Lei mencuci gelas, menyeduh, dan menyajikan teh dengan sangat cepat dan tangkas.

Begitu melihatnya, sudah bisa ditebak ia telah melakukannya bertahun-tahun.

Gun Lei tertawa dan berkata, “Terrence, akhir-akhir ini keahlian menyeduh tehmu sepertinya menurun, kau telah menuangkannya saat ia masih terlalu panas.”

“Biasanya ialah yang membuatkan teh,” Terrence Lei memberi isyarat ke satu arah.

Mereka bertiga menatap pengurus rumah yang sedang berada di tepi danau.

Mereka saling bertatapan penuh arti.

Pengurus rumah ini...

Ardi Lei dan saudara-saudaranya tahu pengurus rumah ini telah melayani Terrence Lei selama puluhan tahun.

Mereka tahu pengurus rumah itu bernama Drew.

Dan selama puluhan tahun, penampilannya tetap tak berubah.

Tapi mereka juga tak merasa heran, mereka tahu para praktisi Jindan bisa melakukan hal ini, penampilan mereka takkan berubah meskipun ratusan tahun telah berlalu.

Pengurus rumah ini orang yang berkasta sangat rendah, bagi mereka, ia akan menjadi budak seumur hidupnya.

Setidaknya, itulah yang dipikirkan Ardi Lei dan saudara-saudaranya.

Seorang Jindan Dzogchen yang terhormat rela bersujud dan menjadi budak...

Mereka memasang ekspresi mencemooh saat memikirkannya.

Ardi Lei meraih cangkir tehnya, menyisipnya, lalu kembali meletakkannya. Terrence Lei segera bangkit dan kembali mengisi cangkir tehnya.

Calvin Lei dan Gun Lei juga menyisip tehnya, Terrence Lei juga melayani mereka.

“Oh ya, Terrence, bagaimana kehidupan sebagai praktisi?”

Ardi Lei mendesah lalu lanjut berkata, “Katanya bisa hidup abadi, tapi baru 500 tahun, Jindan telah terhenti, tak bisa dilanjutkan.”

“Hehe, kak, aku sangat jarang melihatmu mendesah, hanya saat kakak ipar kedua meninggal saat itu,” kata Terrence Lei.

Ardi Lei tertegun, ekspresinya menjadi datar, “Terrence, sudahkah kau pertimbangkan tentang masalah menyelam ke danau untuk mencari peti mati itu?”

“Oh, aku belum bisa memutuskan,” jawab Terrence Lei sambil mengerutkan kening.

“Kenapa kau menunda-nunda? Kakak Pertama sudah membulatkan tekad, tak bisakah kau mengijinkannya?” kata Calvin Lei dengan kesal.

“Haha, Terrence, apakah dengan bertambahnya usia, kau jadi semakin terpaku pada peraturan?” kata Gun Lei dengan nada sarkastik.

Terrence Lei merasa dilema, “Sebagai penerus Keluarga Lei, kita harus bertindak sesuai peraturan Keluarga Lei. Jika kita melanggarnya, ke depannya Keluarga Lei takkan dipercayai, aku berusaha mencari solusi terbaik bagi kedua pihak.”

Setelah berkata, ia kembali bangkit untuk menuangkan teh.

“Tak perlu mempertimbangkannya lagi, kami telah membuat keputusan,” kata Gun Lei, “Kakak Pertama selalu bertindak diam-diam, beberapa hari ini, kita bantu Kakak Pertama diam-diam, hanya kita berempat dan Tuhan yang akan mengetahui tentang hal ini. Kesampingkanlah aturan Keluarga Lei untuk saat ini, kau juga tak perlu takut kehilangan kepercayaan banyak orang.”

“Ini tidak benar, jika para nenek moyang kita di dasar danau bangkit dan mempertanyakan hal ini, aku pasti akan dihukum, kita harus memikirkan cara lain,” desah Terrence Lei sambil menggeleng.

“Tak perlu banyak berpikir, lakukan saja!” Calvin Lei mengetuk-ngetuk meja batu itu dengan ekspresi tak sabar.

Terrence Lei terdiam sejenak.

Lalu tanpa disangka, ia membanting teko teh itu, membuat tehnya bercipratan keluar.

“Beraninya kau!”

“Tak menghormati tetua!”

Kata Calvin Lei dan Gun Lei dengan geram.

“Damn! Angkuh sekali kau!”

Terrence Lei mundur selangkah, mendengus, dan berkata dengan marah, “Siapa yang tidak menghormati tetua, memangnya siapa yang menjadi kepala keluarga di sini? Jangan kira aku tak memahami maksud kalian bertiga, menganggap danau ini palsu dan hendak menyelidiki dasarnya! Jika kalian melakukan hal ini, kalian telah bersikap durhaka!”

“Terrence, bicaralah baik-baik, tak ada yang kami sembunyikan,” kata Ardi Lei dengan acuh tak acuh.

Di sisi lain, Calvin Lei dan Gun Lei merasa sangat geram hingga wajah mereka memerah.

“Haha. Beritahu aku, apa lagi yang hendak kalian katakan? Kalian mengatakan semua ini hanya demi menyelam ke danau.”

Terrence Lei berkata dengan ketus, “Tugas turun temurun kepala keluarga adalah menjaga danau ini. Jika terjadi sesuatu, aku yang akan disalahkan, sementara kalian bisa pergi begitu saja setelah melakukan hal ini. Kalian kira aku bodoh? Aku telah cukup lama bersabar pada kalian!”

Sikapnya saat marah sama sekali tak menunjukkan wibawa sebagai kepala Keluarga Lei, ia terus mengumpat seperti preman.

Perkataannya ini benar-benar tepat mengenai sasaran, membuat ekspresi Ardi Lei yang biasanya tenang jadi berubah.

“Terrence, karena kita telah membicarakannya sampai sini, kami akan mengatakan yang sebenarnya, benar, memang kami berencana seperti itu!”

Suara Ardi Lei terdengar muram, tapi kemudian kembali tenang, “Pada akhirnya kita harus menempuh jalan ini, menyelam ke danau, selain melanggar peraturan nenek moyang dan berusaha mendapatkan dan membangkitkan kebajikan mereka, apalagi yang bisa kita lakukan. Siapa tahu para nenek moyang telah...”

Terrence Lei mengernyitkan mata, “Omong kosong!”

“Aku tak mengerti, kenapa selama ribuan tahun belum pernah ada orang yang menyelam untuk menguak misteri ini. Apakah menghargai leluhur lebih penting dibandingkan berlatih menjadi praktisi? Tak hanya Keluarga Lei, tapi juga keluarga-keluarga yang lain.”

“Teknik kultivasi yang tidak lengkap saat ini, semuanya adalah akibat dari perubahan peraturan di dunia praktisi. Kenapa tiba-tiba nenek moyang semua keluarga mewariskan teknik kultivasi yang tidak lengkap di saat yang bersamaan? Tak ada yang tahu apa yang sebenarnya terjadi saat itu...”

Suara Ardi Lei perlahan menjadi lirih, “Terrence, kau adalah orang yang penuh rasa ingin tahu, aku ingat saat masih kecil, kau sangat bandel. Setiap kali menemukan lubang semut, kau selalu berusaha menguliknya. Aku tak percaya kau lebih... tak penasaran daripada kami.”

Di akhir kalimat, tiba-tiba ekspresi Ardi Lei berubah, tatapannya menjadi tajam.

“Damn! Apakah kalian sedang menuduhku? Omong kosong macam apa ini!”

Saking geramnya, Terrence Lei mengumpat.

Ardi Lei tiba-tiba tertawa, “Haha, Terrence, aku sangat mengenal kepribadianmu, semakin kau merasa bersalah, semakin kau merasa geram...”

“Cukup sampai di sini, kalian terus memaksa pun takkan ada gunanya.”

Ardi Lei menghela nafas dan bangkit berdiri.

Calvin Lei dan Gun Lei juga ikut berdiri.

“Kenapa? Kalian ingin menggunakan kekerasan?” Terrence Lei melangkah mundur dan bertanya dengan waswas.

“Terrence, sudah bertahun-tahun kita tidak bertarung, bagaimana kalau hari ini kita berempat bergantian bertarung?” Ardi Lei menatap danau yang luas itu lalu lanjut berkata, “Dan seperti aturan lama, kita harus mematuhi yang menang.”

“Tak tahu malu, kalian hendak mengeroyokku?” Terrence Lei menoleh ke arah pengurus rumah yang masih mengasah pisaunya di tepi danau.

“Tak tahu malu bagaimana? Kau adalah kepala Keluarga Lei, kau telah mempelajari teknik rahasia, maka pertarungan ini seharusnya adil bagimu.”

“Haha, baiklah, baiklah, ayo kita bertarung.”

Tiba-tiba, Terrence Lei berseru pada pengurus rumah yang sedang mengasah pisau di tepi danau itu, “Jangan berlama-lama, waktuku sangat terbatas, kau sudah selesai mengasahnya belum!”

Novel Terkait

Cinta Yang Berpaling

Cinta Yang Berpaling

Najokurata
Pertumbuhan
4 tahun yang lalu
The Comeback of My Ex-Wife

The Comeback of My Ex-Wife

Alina Queens
CEO
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu
Unlimited Love

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu
Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
4 tahun yang lalu
Pernikahan Kontrak

Pernikahan Kontrak

Jenny
Percintaan
4 tahun yang lalu
Love And War

Love And War

Jane
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Loving Handsome

Loving Handsome

Glen Valora
Dimanja
3 tahun yang lalu