Too Poor To Have Money Left - Bab 156 Makan Malam Yang Bermakna

Orang yang berbicara adalah seorang gadis berumur delapan hingga sembilan belas tahun.

Ia memiliki wajah yang menggemaskan.

Diikuti oleh dua kepangan rambut yang bertopang pada sisi depan dadanya.

Walaupun tahu bahwa orang-orang yang dapat melangkah masuk dan keluar dari manor ini hanyalah kerabat Keluarga Lei, namun Julien Lu tetap saja sulit sekali merasa senang.

Nada bicaranya ini terlalu menusuk.

Julien Lu tetap saja menampilkan senyuman sopan, ia tidak ingin memicu keributan ketika ia baru saja tiba di tempat ini.

Pada saat ia baru saja ingin menjelaskan, gadis itu terlihat sudah melangkah masuk ke dalam rumah kayunya.

Julien Lu pun hanya bisa berpaling dan melangkah keluar dari rumah kayu.

Sebelum ia sempat melangkah turun, suara langkah kaki dari tangga sudah terlebih dahulu terdengar, Julien Lu berjalan kembali ke ruang tamu dan menunggu kedua orang itu datang.

“Siapa kamu? Mengapa kamu bisa muncul di dalam rumah ini? Kakek biasanya bahkan tidak memperbolehkan kami masuk.”

Gadis itu langsung memperhatikan Julien Lu dari atas sampai bawah ketika muncul di tengah ruang tamu, tatapannya bahkan dipenuhi rasa ragu.

“Ini adalah rumah orang tuaku,”ucap Julien Lu dengan sikap datar.

Dia bukannya tidak tahu bagaimana cara menyapa, namun ia masih belum mempersiapkan mentalnya untuk berkomunikasi dengan anggota Keluarga Lei.

Gadis itu tercengang dan bertanya,”Apakah kamu benar-benar putra dari pamanku?”

Paman?

Julien Lu tidak menjawab, namun tatapannya berubah tertuju kepada pemuda yang terlihat lebih tua dibandingkan dirinya.

Ia memiliki tinggi tubuh yang serupa dengan Dexter Li, alisnya terlihat samar menghadirkan bayangan Henry Lei.

Henry Lei adalah pria yang duduk di sisi lain Terrence Lei di tengah foto tersebut, yang juga merupakan kakak dari ayah Julien Liu, Bolt Lei.

Jadi ia seharusnya adalah......

Drago Lei!

Julien Lu tahu bahwa tebakannya ini sendiri tidak akan melenceng terlalu jauh.

Namun, Draco Lei terus memperhatikan setiap pajangan yang berada di dalam rumah kayu tersebut sejak melangkah naik tadi, tanpa memperhatikan Julien Lu sedikitpun.

Seakan-akan keberadaan Julien Lu itu tidak berpengaruh baginya.

“Rachel, aku akan pergi ke rumah kakek sejenak, kamu boleh menetap untuk melihat-lihat, namun tidak boleh menetap terlalu lama.”

Setelah Draco Lei melipat tangannya dan selesai berbicara, tatapannya sekilas melewati Julien Lu, ia kemudian berjalan menuju ke arah tangga.

“Ck, apa yang perlu dilihat di dalam sebuah rumah jelek, aku tidak ingin menetap di tempat kotor seperti ini!”

Rachel Lei berbicara seakan-akan sudah kehilangan rasa tertarik terhadap rumah kayu ini, termasuk terhadap Julien Lu, lalu mengikuti langkah Draco Lei.

Julien Lu tidak mengatakan apapun dan hanya mengerutkan alisnya.

Anggota keluarga super yang angkuh dan meremehkan segalanya, ini benar-benar merupakan sebuah hal yang sangat normal.

Perasaan yang dihadirkan kedua saudara ini terhadap Julien Lu sepertinya tidak sesederhana itu, mereka tiba-tiba datang seakan-akan khusus hanya untuk menunjukkan kekuatan mereka kepada dirinya.

Namun hal ini bukanlah sebuah hal yang terlalu menghebohkan bagi Julien Lu, ia sudah melatih kemampuannya untuk menahan emosinya pada masa-masa dimana ia bekerja sebagai seorang kurir.

Terlebih lagi, apa yang akan terjadi jika ia emosi?

Tidak ada kegunaan lainnya selain daripada mengungkapkan kebahayaan bahwa ia berlatih Kungfu Iblis.

Setelah beberapa belas menit berlalu, Christina Lu yang sudah selesai merapikan koper naik ke lantai atas dan bertanya,”Sepertinya dua orang tadi adalah kerabatmu?”

Julien Lu baru saja ingin bertanya, namun nada dering ponselnya itu memotongnya.

Ia mengeluarkannya dan melihat ternyata adalah panggilan dari Terrence Lei.

“Halo? Cucuku, mengapa kamu tidak datang makan bersama dengan kakak besar dan adikmu?”

Ketika mendengar sapaan hangat Terrence Lei, Julien Lu pun mendadak sadar.

Draco Lei dan Rachel Lei ternyata tidak hanya kebetulan lewat saja, namun Terrence Lei yang sudah secara khusus mengutusnya.

Tetapi mengapa kedua saudara itu tidak menyapanya......

Julien Lu tidak berpikir lebih jauh lagi, ia memanggil Christina Lu, turun dan mengunci pintunya, mengendari sebuah mobil listrik beroda empat dan berangkat menuju ke vila Terrence Lei.

Pengurus rumah terlihat berdiri di salah satu sisi pintu utama vila dengan senyuman di wajahnya.

“Tuan Muda Kecil, silahkan ikuti aku.”

Julien Lu yang baru saja memarkirkan mobilnya itu menganggukan kepalanya, mengontrol pikirannya, sehingga ekspresinya pun kembali seperti biasanya.

Sambil mengikuti pengurus rumah melewati ruang tengah, mereka pun tiba di ruang makan yang terlihat sangat modern.

Ruang kosong yang berdiri sendiri ini memiliki sebuah meja panjang yang dapat menampus beberapa puluh orang, sepertinya ini adalah tempat bagi anggota Keluarga Lei untuk menetap pada umumnya.

Terrence Lei duduk di tengah, sedangkan Draco Lei dan Rachel Lei duduk di sisinya.

Di sisinya yang lain terdapat dua set peralatan makan.

Jenis makanan yang dihidangkan itu tidaklah banyak, namun jumlahnya cukup, seekor kambing panggang, serta semangkuk sayur-sayuran dan buah-buahan.

“Cucuku, cepat duduk kemari!” Ucap Terrence Lei sambil menepuk mejanya sejenak.

Julien Lu menganggukan kepalanya, lalu berjalan menghampirinya, Christina Chu menundukkan kepalanya, lalu mengikutinya dengan rasa tidak tenang.

Saat baru saja melangkah lebih dekat, Draco Lei dan Rachel Lei berdiri pada saat yang bersamaan, lalu menyapa dengan sopan.

“Kak, kamu sudah tiba,”ucap Rachel Lei dengan manis.

“Adik Julien, silahkan duduk.” Draco Lei juga ikut tersenyum.

Julien Lu tercengang menatap kedua kakak dan adik itu, namun ia masih saja duduk tanpa memperlihatkan ekspresinya.

“Julien, mulai hari ini, ini adalah rumahmu, kita semua adalah sekeluarga, kamu tidak perlu terlalu berwas-was, ayo makan!” Ucap Terrence Lei sambil tersenyum.

Saat nada bicaranya baru saja merendah, ekspresi Draco Lei dan Rachel Lei pun menampilkan sepintas perubahan yang tidak mudah terlihat.

Tatapan Julien Lu saat ini masih belum berpindah, sehingga perubahan tersebut tentu saja tertangkap olehnya.

Makanan yang disajikan di atas meja sangatlah sederhana, namun metode memasaknya itu memang adalah metode terdepan.

“Ayo makan,”sapa Julien Lu.

Christina Chu yang teus terdiam di samping itu menganggukan kepalanya, ia terlihat sedikit alu, kedua tangannya kemudian mengulur dan mulai menarik kepala kambingnya.

Julien Lu juga bertindak demikian, namun ia menarik paha kambing dan menyerahkannya kepada Terrence Lei.

“Kakek, silahkan makan yang satu ini.”

Julien Liu yang sudah sering melatih diri sendiri di tengah masyarakat sejak awal tentu saja tahu bahwa cara yang tepat untuk menciptakan perselisihan dengan rekan kerja adalah membangun koneksi dengan atasan.

Teori yang satu ini juga berlaku di tengah lingkungan keluarga.

Caranya ini benar-benar memicu suara tawa Terrence Lei.

Malam ini, Terrence Lei merasa sangat senang dapat kembali berkumpul bersama dngan cucunya, terutama sikap Julien Lu yang membuatnya merasa semakin tenang.

Setelah memberikan paha kambing kepada Terrence Lei, Julien Lu juga mengambil salah satu rusuk dan menaruhnya pada piringnya sendiri.

Kambing ini dipanggang sampai sepenuhnya melunak, benar-benar sangat menggoda selera.

Saat melihatnya, Rachel Lei pun tidak mau kalah, ia bergegas mengambil paha kambing yang terakhir dan memberikannya kepada Terrence Lei juga.

“Kakek, ini tanda kehormatan Rachel kepadamu.”

“Baik baik baik, kamu juga makan!”

Terrence Lei kini mengunyah hingga mulutnya dipenuhi minyak.

Tata krama untuk makan di dalam keluarga super itu tidaklah banyak, juga tidak tahu apakah sikap ini hanya untuk menyambut Julien Lu atau memang sudah terbiasa seperti ini.

Julien Lu tidak tahu jelas akan hal ini.

Namun tatapan Rachel Lei dipenuhi keanehan dan kebencian.

Sebaliknya, ekspresi Draco Lei terlihat seperti biasanya, ia mengunyah sambil menggenggam garpu, disertai sikap yang sangat anggun.

Suasana ini sepertinya terasa sedikit aneh.

Namun ada tiga orang yang sepertinya tidak menyadarinya.

Setelah sepuluh menit berlalu, Draco Lei meletakkan perlatan makannya, mengulurkan tangannya ke arah mangkuk di depan hadapannya dan mencuci tangannya sejenak.

Ia kemudian menuangkan segelas anggur dan mencicipnya.

Tatapannya terus tertuju diantara Julien Lu dan Christina Chu.

Berbeda dengan prasangka Rachel Lei, ia merasa lebih tenang, karena Julien Lu ini benar-benar tidak menghadirkan ancaman bagi posisinya sebagai kepala Keluarga Lei.

Walaupun ia memang sedikit cerdas, namun itulah batas kemampuannya.

Ia tiba-tiba menyadari bahwa dirinya sudah mengkhawatirkannya terlalu berlebihan.

Orang yang sudah dipastikan melatih teknik proteksi meridian ketika sudah berhenti di tahapan pertama......

Bagaimana ia mungkin bisa menjadi batu sandungan bagi pewaris Kepala Keluarga Lei?

Dengan demikian, ia juga tidak keberatan untuk menunjukkan sisi murah hatinya, lagipula Julien Lu ini adalah putra yang paman keduanya tinggalkan di luar.

Terlebih lagi, memberikan kesan yang baik di depan hadapan Terrence Lei itu adalah sebuah keharusan.

“Adik Julien, ini adalah pertama kalinya kamu datang ke Shanghai, sebagai kakak besar, aku tentu saja harus menunjukkan keramahanku sebagai tuan rumah, begini saja, aku dan Rachel akan membawamu pergi berkeliling sejenak besok.”

Ucap Draco Lei sambil tersenyum ramah.

Novel Terkait

Menantu Bodoh yang Hebat

Menantu Bodoh yang Hebat

Brandon Li
Karir
3 tahun yang lalu
You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Doctor Stranger

Doctor Stranger

Kevin Wong
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
Everything i know about love

Everything i know about love

Shinta Charity
Cerpen
5 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu