Too Poor To Have Money Left - Bab 210 Jawaban Dari Permintaan Bantuan

Tiba-tiba Julien Lu melihat seekor kuda putih berlari menembus gerombolan ternak itu.

Dan di punggung kuda itu terdapat sesosok gadis mungil.

Kuda putih itu berlari ke arah Julien Lu.

Tak sampai 2 menit kemudian, kuda itu telah sangat dekat dan hampir saja menabraknya.

Julien Lu tak menghindar, hanya tersenyum.

“Berhenti berhenti berhenti...”

“Sssshh...”

Kuda putih itu berhenti tepat di hadapan Julien Lu, sepasang kaki depannya berdebum mendarat di rerumputan.

“Kemarin malam, rupanya kaulah yang berkemah di sini?”

Di atas kuda itu duduk seorang gadis berusia sekitar 17 tahun yang mengenakan baju khas Tibet.

Wajah gadis itu sangat imut, kulitnya rupanya tidaklah merah seperti bayangan Julien Lu tentang kulit orang Tibet, dan suaranya juga sangat lembut.

Terdengar sangat menenangkan.

“Iya, aku,” jawab Julien Lu sambil tersenyum.

“Yang kau lakukan ini sangat berbahaya, malam hari banyak serigala,” kata gadis itu dalam bahasa Mandarin yang tak terlalu lancar.

“Benarkah? Banyak serigala di tempat ini?”

Julien Lu tertegun, ia tak terpikirkan tentang hal ini.

Jika kemarin malam mereka benar-benar bertemu gerombolan serigala, dengan kondisi fisiknya saat ini, ia dan Rayne Chen akan menjadi santapan lezat gerombolan serigala itu.

Melihat Julien Lu tertegun, gadis itu terkikik, “Siapa namamu?”

“Julien Lu, kau?” tanya Julien Lu sambil tersenyum.

“Keana, namaku Keana.”

Tiba-tiba, dari kejauhan terdengar gonggongan beberapa ekor anjing, gadis itu segera mencambuk kudanya, dan kuda putih itu melesat pergi.

Ia tak lupa menoleh, tersenyum, dan melambaikan tangan pada Julien Lu.

Julien Lu menepuk jidatnya.

Ia belum sempat menanyakan beberapa hal pada gadis itu.

Mendengar keributan ini, Rayne Chen keluar dari tenda. Saat melihat gerombolan sapi dan domba di hadapannya, ia berseru terkejut.

“Kemasi barang-barangmu, kita pergi ke sana,” kata Julien Lu dengan girang.

Mereka berdua segera mengemasi barang mereka dan berjalan menuju gerombolan domba itu.

Kuda putih itu kembali keluar dari gerombolan ternak, dan terdengar suara “Berhenti berhenti berhenti.”

Gadis yang menunggangi kuda putih itu mengelilingi Julien Lu dan Rayne Chen dan bertanya dengan heran, “Ada apa lagi?”

“Ada sesuatu yang ingin kutanyakan, di mana orangtuamu?” tanya Julien Lu.

Gadis itu menjawab, “Jika ada pertanyaan tanyakan saja padaku.”

Julien Lu mengerutkan kening mendengarnya.

Ia berkata seperti itu, tapi Julien Lu ingin membicarakannya dengan kepala keluarganya.

Di kejauhan, lagi-lagi terdengar gonggongan anjing.

“Saat ini aku tak bisa mengobrol denganmu, aku harus pergi ke sana mengecek keadaan.”

Dan gadis itu memacu kuda putihnya pergi.

Sepertinya ada sesuatu yang tidak beres.

Julien Lu tidak merasa kesal, sebaliknya ia merasa penasaran. Dua kali gadis itu meninggalkannya seperti ini.

“Ayo kita lihat juga.”

Sambil berkata, Julien Lu melangkahkan kakinya.

Meskipun berada di dataran tinggi, tempat ini cukup datar, maka mereka bisa melihat apa yang terjadi di kejauhan.

Selain puncak gunung bersalju yang menjulang tinggi itu, sepanjang mata memandang, hanya tampak padang rumput yang subur.

Di sisi lain dari gerombolan ternak itu, dua ekor kuda besar tinggi, satu putih dan satu hitam, sedang berlari kencang menghalau beberapa belas ekor anjing.

Bukan anjing, tapi serigala.

Serigala-serigala itu mengitari mereka, berusaha menjebol pertahanan mereka dan menyerang domba-domba itu.

Tapi kedua kuda itu terus berlarian ke sana kemari, membentuk sebuah pembatas antara gerombolan serigala dan kawanan domba itu.

Ditambah dengan gonggongan dua ekor anjing mastiffs itu, para serigala itu tak berani mendekat.

Di atas punggung kuda putih itu adalah gadis bernama Keana tadi.

Dan di atas punggung kuda hitam itu duduk seorang pria muda kekar yang tampak sedikit lebih tua darinya.

Saat ini, Keana dan pria muda itu sedang memutar-mutar tali sepanjang sekitar setengah meter di tangan mereka, seperti seorang koboi.

Tiba-tiba, pria muda itu mencambukkan tali di tangannya.

Dan sebuah benda seukuran kepalan tangan melayang ke arah serigala-serigala itu dengan kecepatan kilat berkat gaya sentrifugal dari putaran tali itu.

Dan ia mengenai serigala itu dengan tepat.

“Au au!”

Serigala itu meraung dan segera kabur menembus gerombolan serigala lainnya. Saat serigala yang lain melihatnya, mereka segera mundur.

Sepertinya mereka telah menyadari bahwa mangsa hari ini tidaklah begitu mudah untuk ditaklukkan.

Keana juga mengikuti apa yang dilakukan pria muda itu dan mencambukkan talinya.

Ia tidak terlalu tepat sasaran, melenceng sedikit, tapi tetap memberikan rasa takut pada para serigala itu.

Para serigala ini rata-rata seukuran anjing terrier, menghadapi 2 ekor anjing mastiffs, Keana, dan pria muda itu, akhirnya mereka kabur dengan ketakutan.

Setelah mengusir para serigala itu, pria muda itu berbalik.

Kuda hitam dan kuda putih itu berjalan beriringan ke hadapan Julien Lu, pria muda itu menunduk menatap Julien Lu.

“Keana bilang, kau mencariku?” tanya pria muda itu.

Julien Lu mendongak dan tersenyum, “Benar, aku memerlukan bantuanmu...”

“Bantuan? Aku pergi dulu, nanti baru kita bicarakan lagi,” pria itu tersenyum lebar dan mengarahkan kudanya ke suatu tempat.

Melihatnya, Julien Lu mengedipkan mata pada Rayne Chen.

Mereka berjalan dan menemukan tempat untuk duduk tak jauh dari sana, dan menunggu.

Julien Lu tidak terburu-buru untuk bertemu dengannya.

Mereka juga masih punya 4 botol air.

Rayne Chen juga tak lagi seputus asa kemarin. Ia menikmati pemandangan dataran tinggi itu dengan gembira.

Saat lapar, ia makan sedikit dendeng, saat haus, ia minum air hasil rebusan kemarin malam.

Setelah duduk selama 2-3 jam, Rayne Chen akhirnya merasa bosan dan pergi mencari Keana untuk mengobrol.

Sementara Julien Lu berbaring di rerumputan dan terus berkultivasi. Ia berusaha menggunakan waktunya sebaik mungkin untuk memulihkan tenaganya secepat mungkin.

Ia tidak melakukan ini untuk membalas dendam, melainkan untuk membuktikan cara yang ditemukannya.

Dibandingkan para praktisi lain, pemikiran Julien Lu cukup out of the box.

Menurut mereka, kultivasi harus dilakukan secara bertahap, selangkah demi selangkah.

Sementara Julien Lu menganggap kultivasi seperti menyelesaikan suatu masalah. Ia hanya perlu menemukan cara yang tepat, dan hasil jauh lebih penting dibandingkan prosesnya.

Meskipun cara yang dilakukan Julien Lu ini beresiko tinggi, tapi perbuatannya ini bisa dipahami.

Pertama, ia cukup terlambat memasuki dunia spiritual, dan tak ada guru yang membimbingnya.

Kedua, meskipun sejak awal Dexter Li telah memberitahunya, tapi Julien Lu telah terlanjur melatih Teknik Proteksi Meridian.

Maka dari situ, ia hanya punya 2 pilihan, yaitu berhenti sampai di sini, atau berusaha mencari jalan lain.

Waktu perlahan berlalu, dan dalam sekejap, sehari telah berlalu.

Saat mendengar suara langkah kaki kuda, barulah Julien Lu membuka matanya.

Pria muda yang menunggangi kuda hitam itu telah kembali.

“Kawan, namaku Soren, aku kakak Keana. Ayo, ada masalah apa, mari ikut ke rumahku dan kita bicarakan di sana.”

Tanpa banyak berbasa-basi, pria muda itu langsung mengundangnya ke rumahnya.

“Baik.”

Julien Lu tersenyum, bangkit berdiri, dan mengenakan ranselnya, tapi Soren mengulurkan tangan, mengisyaratkannya untuk memberikan ransel itu padanya.

Tak ada barang berharga di dalam ransel itu, hanya dendeng dan air. Maka Julien Lu menyerahkannya tanpa berpikir panjang.

Sebaliknya, Rayne Chen menggeleng dan berkata dengan panik, “Tak perlu, tak perlu repot-repot.”

Soren dan Keana saling bertatapan, lalu turun dari kuda mereka dan menemani Julien Lu dan Rayne Chen berjalan kaki.

Di depan, beberapa ekor anjing mastiffs telah memimpin dan mengawasi kawanan domba itu, jika tidak sepasang kakak beradik ini tak mungkin bisa bersikap sesantai ini.

Mereka berempat mengobrol sepanjang perjalanan, dan setelah berjalan selama 3 jam dan langit mulai gelap, mereka melihat 3 tenda di kejauhan.

“Di situlah rumah kami, kita bicarakan masalah kalian setelah tiba di sana.”

Soren dan Keana naik ke punggung kuda mereka dan menyerukan perintah, dan kedua kuda itu melesat dengan cepat.

Julien Lu dan Rayne Chen lanjut berjalan kaki.

Soren dan Keana menyusul kawanan domba itu, dan dengan bantuan anjing mastiff, mereka memasukkan domba-domba itu ke dalam kandang.

Dari tenda juga keluar 2 orang yang membantu mereka menyelesaikan pekerjaan ini.

Saat Julien Lu tiba di depan tenda itu, seorang wanita tua berusia sekitar 70 tahun berjalan menghampirinya dengan bantuan Keana.

Novel Terkait

The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
4 tahun yang lalu
Get Back To You

Get Back To You

Lexy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
5 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
4 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Terlarang

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
5 tahun yang lalu
Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
4 tahun yang lalu