Adore You - Bab 118 Kembalilah, Frans (2)

Andriana segera bangkit berdiri dan mengikuti Eleanor keluar dari ruang tamu.

"Aku rasa aku harus pergi lagi."

"Apa kamu berencana untuk terus menjalani hidup ini tanpa tujuan? Meskipun rasanya enak untuk terus ada di jalan, tapi kalau hati tidak memiliki tempat untuk beristirahat, itu sama saja seperti mengembara."

Eleanor tiba-tiba berhenti, kemudian berbalik dan menatapnya dengan serius.

"Jangan biarkan dirimu tenggelam dalam kesedihan. Bahkan seandainya kamu meletakkan hatimu di dalam dirimu sendiri, itu sudah sama artinya dengan beristirahat. Tapi sekarang, jelas-jelas hatimu ini tergantung. Kamu kekurangan rasa aman."

"Mungkin saja," jawab Andriana. Ia mencari cahaya yang berasal dari ujung lorong dan berjalan menuju ke teras.

Di luar sedang turun salju, bunga es yang berkilauan menempel pada kaca di pintu. Andriana pelan-pelan mendorong pintu kayu ukiran itu dan berjalan seorang diri ke luar teras.

Lapisan salju tipis menumpuk di kursi meja bundar, seperti meletakkan sebuah bantalan beledu lembut di atasnya.

Andriana dudu di atas "bantalan beledu" itu dan mengangkat kepalanya untuk menatap langit yang tampak sedikit gelap. Bunga salju yang dingin jatuh di wajahnya yang tenang itu.

"Baiklah, waktu untuk menenangkan diri sudah selesai. Kamu akan jatuh sakit kalau masih terus duduk di sini."

Eleanor sudah memperkirakan waktunya, kemudian menarik Andriana dari kursi itu. Ia mengambil syal dari pelayan wanita yang menunggu di samping dan mengenakannya pada Andriana.

"Tenangkan dirimu dulu. Aku tidak akan membiarkanmu pergi dari sini sebelum kamu berada dalam suasana hati yang baik. Tapi, aku bisa menendang kedua pria itu keluar dari vila ini. Bagaimana menurutmu?"

Andriana akhirnya tertawa kecil dan berkata, "Kalau tahu seperti ini, aku seharusnya menikahimu saja pada saat itu."

Ketika keduanya sedang berbicara, mereka melihat Shawn berjalan keluar dari dalam ruangan dengan membawa kopernya.

"Kak, kamu mau pergi?"

"Iya, ada urusan pekerjaan di Kota Lin," jawab Shawn sambil tersenyum. Senyumnya itu selalu menular, membuat orang merasa hangat.

"Dua hari ini saljunya tebal. Hati-hatilah di jalan."

"Oke, aku mengerti," jawab Shawn. Setelah berpikir sejenak, ia berkata lagi: "Tolong perhatikan Sharen. Dia ini sedikit ceroboh."

Eleanor membalasnya dengan tersenyum: "Jangan khawatir. Sebelum Kakak kembali, aku akan menjaga Sharen di vila ini dengan baik dan tidak mengizinkannya pergi ke mana-mana."

"Maaf merepotkanmu."

Belum lama Shawn pergi, Sharen terbangun dari tidur siangnya. Ia mengenakan mantel dan hendak pergi keluar.

Eleanor pun segera menghentikannya dan berkata, "Kakakmu memberiku pesan sebelum dia pergi. Sebelum dia kembali, kamu harus tinggal diam di dalam vila ini, tidak boleh ke mana-mana!"

"Kakakku pergi?"

"Iya, ada urusan bisnis di Kota Lin. Sepertinya butuh beberapa hari."

"Naik pesawat?"

Sharen berbicara sambil mengambil ponselnya.

"Aku tidak tahu soal itu. Sepertinya iya."

"Halo, Kak, apa kamu sudah di dalam pesawat sekarang? Kamu mau pergi ke Kota T? Jangan lupa untuk membawa oleh-oleh khas kota itu."

Eleanor terdiam. Ia mengira Sharen begitu perhatian terhadap Shawn hingga buru-buru menghubunginya. Ternyata hanya karena makanan saja.

"Belum. Mana bisa mengangkat teleponmu kalau sudah naik pesawat? Saljunya besar, jadi penerbangannya tertunda. Aku meminta sopir untuk mengantarku."

"Oh, kalau begitu mintalah sopir untuk berhati-hati. Jalanannya licin."

"Oke."

Setelah menutup telepon, Sharen menatap Eleanor dan merayunya, "Aku akan keluar untuk jalan-jalan sebentar. Tidak akan lama, kok."

"Kalau kamu berani keluar dari pintu ini, aku akan langsung meminta orang untuk membawamu pada Shawn supaya kamu tidak mengganggu istriku di sini."

Howard berjalan ke arah Eleanor sambil membawa dua tirai dengan motif yang berbeda di tangannya, lalu bertanya, "Istriku, mana yang lebih bagus menurutmu?"

Eleanor tiba-tiba teringat dengan surat itu. Ia terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata: "Semuanya bagus, terserah kamu saja."

"Setengah jam yang lalu, terjadi kecelakaan lalu lintas yang cukup serius di bagian XX jalan tol dari Kyoto menuju ke Kota T. Sebuah Audi hitam dengan nomor polisi JXXX ditemukan di lokasi kejadian."

Melalui sebuah TV yang tidak jauh dari mereka, suara reporter yang berada di lokasi kecelakaan itu terdengar begitu nyaring.

"Kakak!"

Ponsel dalam genggaman Sharen itu tiba-tiba terjatuh ke atas karpet wol di tanah. Ia merasa seolah ada batu yang menghancurkan hatinya.

Ia mendorong Howard yang ada di depannya, lalu segera mendorong pintu dan pergi.

Howard melemparkan kedua tirai di tangannya ke atas sebuah meja kecil. Kemudian, ia berjalan keluar sambil mengeluarkan ponselnya dan menelepon Shawn.

Melihat ini semua, Eleanor pun bergegas mengikutinya.

"Kamu di rumah saja, aku dan Sharen akan pergi melihatnya."

Kata Howard sambil memutar kepalanya dan mengatakan hal itu pada Eleanor.

"Shawn, apa kamu baik-baik saja?" kata Howard setelah telepon itu akhirnya diangkat.

Suara Shawn terdengar seperti biasanya, "Aku tidak apa-apa, kok."

"Katanya ada kecelakaan di bagian XX jalan tol? Audi Hitam JXXX bukan mobilmu?

"Kecelakaan? Mobil itu dibawa oleh Manager Qian. Tutup dulu teleponnya, aku akan menghubungi Manager Qian!" kata Shawn sambil buru-buru menutup telepon itu.

Howard menghentikan langkah kakinya dan berjalan pulang.

"Ada apa denganmu? Kenapa malah pulang?" tanya Eleanor kebingungan.

"Shawn baik-baik saja. Manager Qian yang membawa mobil itu."

"Kalau begitu, Sharen," kata Eleanor yang tak sengaja melihat ponsel Sharen yang masih ada di tanah. Ia lalu berkata, "Dia juga tidak membawa ponselnya."

Ketika Howard hendak menelepon Shawn lagi, ternyata teleponnya berdering dengan panggilan dari Shawn.

"Aku mau bilang kalau Sharen tadi buru-buru pergi mencarimu. Tapi, dia tidak membawa ponselnya. Kamu sebaiknya berbalik dan menunggunya di bagian XX. Kalau tidak, dia bisa gila karena tidak menemukanmu!"

"Baik, aku mengerti."

Shawn segera meminta sopir untuk putar balik di pintu keluar berikutnya dan kembali ke jalan sebelumnya.

Gadis ini, gadis bodoh ini, benar-benar pergi untuk mencarinya.

Sekitar satu jam kemudian, mobil Sharen perlahan-lahan masuk ke dalam vila itu.

Begitu mendengar ada suara dari luar, Eleanor bergegas keluar dari ruang tamu, tetapi ia malah melihat pengawal keluarga Yi, Martin, turun dari mobil.

"Martin? Di mana Sharen?"

"Nyonya Muda," kata Martin sambil memberi hormat pada Eleanor. Kemudian, ia berkata, "Tuan Muda berkata kalau ingin membawa Sharen untuk pergi bermain di Kota T selama dua hari. Oleh karena itu, Tuan memintaku untuk membawa mobil Sharen pulang dulu."

"Jadi, Shawn yang menyetir mobil sendiri sekarang?"

"Benar."

"Apa yang terjadi barusan? Manager Qian tidak apa-apa, kan?" tanya Eleanor. Padahal baik-baik saja, mengapa ganti mobil?

"Mobil itu ditabrak dari belakang. Tapi, Manager Qian sungguh beruntung. Tidak terjadi sesuatu yang serius. Manager Qian sedang melakukan pemeriksaan di rumah sakit sekarang. Kita awalnya mengendarai Audi. Tapi, setelah jalan sekitar dua puluh kilometer, bannya tertusuk sesuatu. Manager Qian khawatir akan terjadi sesuatu karena hari sedang bersalju, jadi aku diminta untuk membawa mobil lain dari rumah kediaman lama dan menjemput Tuan Muda di tempat istirahat untuk pergi ke Kota T. Dia membawa mobilnya sendiri kembali ke Kyoto untuk diperbaiki. Setelah itu, baru saja jalan sekitar lima kilometer dan terjadilah kecelakaan itu."

"Oh, begitu. Baiklah, kamu bawa mobil Sharen kembali ke rumah kediaman lama dulu. Tidak mudah mencari taksi di sini, kamu tidak bisa kembali nanti."

"Baik, Nyonya Muda," jawab Martin sambil memberi hormat kepadanya. Setelah itu, ia berlari kecil dan meninggalkan tempat itu.

Eleanor awalnya mengira kalau Frans baru bisa kembali setidaknya dua hari lagi. Siapa sangka dirinya pada malam itu menerima SMS dari Frans yang isinya mengatakan kalau ia telah tiba di bandara.

Eleanor mencari alasan untuk meninggalkan vila itu, kemudian ia sendiri menyetir mobil menuju ke bandara untuk menjemput Frans.

Mobil Eleanor baru saja berhenti di gerbang bandara dan seorang pria dingin yang mengenakan setelah buatan tangan berwana hitam berjalan menghampirinya sambil membawa sebuah koper Goyard.

Garis-garis wajahnya yang tampan itu semakin terlihat jelas dibandingkan beberapa bulan yang lalu. Benar-benar sudah tidak tampak kekanak-kanakan. Wajahnya menunjukkan ketenangan dan keberanian.

Eleanor turun dari mobil dengan gembira. Setelah Frans menutup bagasi mobil, ia memeluk Frans erat-erat, seperti seorang kakak perempuan yang menantikan kembalinya sang adik yang sedang belajar di luar negeri.

"Frans, kamu akhirnya kembali," kata Eleanor. Hatinya yang semula gelisah, akhirnya bisa sedikit lebih tenang.

Dengan lebih banyak orang yang bisa diajak untuk berdiskusi, ia pun dalam sekejap merasa lebih tenang.

Setelah beberapa bulan berlalu, Frans akhirnya dipeluk oleh Eleanor lagi. Pelukannya yang lembut itu membuat tubuh Frans menjadi kaku.

Tentu saja, sekalipun Frans bisa menangani semua hal dengan mudah, tetapi ia tetap tidak bisa bersikap tenang di hadapan Eleanor. Senyuman kecil Eleanor saja sudah cukup untuk membuatnya kehilangan kendali.

Setelah Eleanor melepaskan pelukannya, Frans baru menyadari ada yang aneh pada Eleanor.

Ia mengenakan sebuah mantel panjang yang longgar. Frans barusan tidak menyadarinya. Tetapi, setelah dilihatnya lagi, ternyata perut Eleanor itu tampak membesar.

Frans mengerutkan bibirnya. Ada sedikit kepahitan yang mengalir ke dalam hatinya.

"Aku saja yang menyetir."

Frans membuka pintu penumpang bagian depan untuknya.

"Chu"

"Beraninya kamu memanggilku dengan nama margaku!" kata Eleanor pura-pura marah.

Untuk sesaat, Frans tidak tahu harus memanggil Eleanor dengan sebutan apa. Ia sepertinya hendak memanggilnya dengan sebutan "Anda".

"Panggil Kakak saja."

"Kak."

Suara Frans yang seksi itu terdengar sedikit cuek. Mungkin itu karena ia tidak terlalu banyak bicara. Tetapi, entah mengapa itu justru membawa kebahagiaan.

"Bagus."

Ia mengulurkan tangannya untuk mencubit pipi Frans.

Bekas cubitan berwarna merah itu menutupi wajahnya yang memerah karena malu.

"Aku, mau bercerai."

Tangan Frans yang memegang erat kemudi mobil itu memutih tanpa disadarinya.

"Ya."

"Alasannya ada di sini," kata Eleanor sambil mengeluarkan laporan tes DNA dan surat dari Treasure Island itu dari dalam tasnya, kemudian meletakkannya di samping. Raut wajahnya tampak sangat pahit.

"Kalau masalah ini sampai tersebar, itu berarti anak di dalam perutku ini mungkin tidak akan aman. Aku tahu kalau mereka dilahirkan pun, mereka belum tentu akan sehat. Tapi, Frans, mereka ini anakku. Sebagai seorang ibu, aku harus melindungi mereka."

"Aku mengerti."

Eleanor terlihat jauh lebih kurus dibandingkan ketika dirinya pergi ke Toronto beberapa bulan yang lalu untuk mencari Frans. Ini membuat Frans ingin menggenggam tangannya untuk melindungi dan menyayanginya, dan untuk memberitahunya agar jangan takut.

Tetapi, dia adalah Frans. Dia tidak bisa berbuat seperti itu.

"Jangan takut. Aku akan melindungimu dan anak-anakmu."

Novel Terkait

Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
3 tahun yang lalu
My Lifetime

My Lifetime

Devina
Percintaan
3 tahun yang lalu
Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu
4 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
3 tahun yang lalu
Cinta Di Balik Awan

Cinta Di Balik Awan

Kelly
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
Pria Misteriusku

Pria Misteriusku

Lyly
Romantis
3 tahun yang lalu
Awesome Guy

Awesome Guy

Robin
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Aku bukan menantu sampah

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
3 tahun yang lalu