Adore You - Bab 125 Buka Kartu (2)

Frans Wen sudah diselimuti Eleanor Chu sampai hanya kelihatan wajah saja.

“Jangan menatapku seperti ini, nanti bisa-bisa aku makan loh!”

Eleanor Chu mencubit pipi Frans Wen, lalu mengambilkan tablet yang harus diminum sambil menyuruh: “Buka mulut.”

Frans Wen dengan patuh membuka mulut. Eleanor Chu pun memasukkan semua tablet yang ada di tangannya ke mulut si pria. Setelah minum obat, Frans Wen kembali rebahan.

“Sekarang berbaring dan istirahat ya. Malam ini aku akan bermalam di sini untuk menjagamu. Kalau besok pagi kamu masih belum baikan juga, aku bakal bawa kamu ke rumah sakit. Biarlah perawat yang mengurusi kamu, aneh-aneh saja sih kamu. Paham?”

Wajah Frans Wen seketika memerah.

Setiap bicara dengannya, Eleanor Chu tidak pernah membatasi diri sama sekali. Tetapi, keterbukaan ini malah membuat Frans Wen jadi sering berharap. Ia agak takut harapannya itu gagal terlaksana.

Sebenarnya terkadang Frans Wen sering berpikir, asal bisa hidup bersama Eleanor Chu selamanya, kalau pun harus duduk di pojokan dan menungguinya ia rela kok.

“Nanti malam mau makan apa?” Melihat Frans Wen bengong, Eleanor Chu bertanya.

“Kamu, kamu benar-benar akan bermalam di sini?” jawab Frans Wen ragu-ragu.

“Iyalah, masak aku meninggalkan kamu sendirian dalam kondisi demam tinggi?” Eleanor Chu mengelus-elus rambut Frans Wen, “Sudah, kamu tidur ya. Aku buatkan bubur dulu buatmu, nanti saat bangun langsung makan.”

“Baik.” Si pria memejamkan mata dengan penuh kepuasan.

Ini pertama kalinya dia tahu sakit ternyata bisa mendatangkan kebahagiaan sebesar ini.

Eleanor Chu sibuk sendirian di dapur. Ia berpikir, kalau pun ia hari ini tinggal di sini, besok saat dia pulang Frans Wen pasti tetap belum bisa mengurus diri sendiri. Eleanor Chu mau menelepon sebuah perusahaan penyedia pembantu. Ia ingin menyewakan satu pembantu untuk Frans Wen, setidaknya selama kesehatannya belum pulih.

Ketika Eleanor Chu merogoh ponsel, ia kebetulan menerima telepon dari Howard Yi. Karena tangannya tidak stabil, ponsel Eleanor Chu jatuh dan masuk ke sup yang tengah direbus. Layar ponsel itu langsung hitam.

Eleanor Chu segera mematikan kompor dan mengeluarkan ponsel dengan sumpit.

Ponsel kena air saja rusak, apalagi direbus begini?

Eleanor Chu terpikir untuk menelepon Howard Yi dengan telepon rumah.

Namun, ia lalu mengulurkan niatnya. Kalau menelepon pakai telepon rumah ini, Howard Yi pasti akan menyelidik nama pemilik nomor bersangkutan. Saat Howard Yi tahu ini nomor rumah seorang pria, pria itu pasti bakal cemburu setengah mati!

Ini sungguh tidak boleh terjadi. Frans Wen tidak boleh muncul ke publik dengan isuyang macam-macam. Ia harus mencari cara lain untuk menelepon si suami.

“Frans Wen?”

Eleanor Chu membuka pintu kamar Frans Wen pelan-pelan.

Tirai kamar ditutup dan lampunya mati, jadi suasana sangat gelap.

Eleanor Chu memanggil lembut, “Frans Wen, pakai ponselmu sebentar ya.”

“Iya, ambil saja di kepala ranjang.”

Eleanor Chu mengambil ponsel Frans Wen, lalu menukar kartu teleponnya dengan kartu telepon milik dia. Ia pun lalu menelepon Howard Yi.

“Barusan ponselku mati karena jatuh,” tutur Eleanor Chu begitu telepon terhubung.

Mendengar suara Eleanor Chu baik-baik saja, Howard Yi membuang nafas lega, “Gila, bikin aku khawatir setengah mati saja. Aku baru sampai rumah. Pembantu Rumah Lu bilang kamu menyetir sendirian keluar, jadi ini aku ingin memastikan kamu baik-baik saja.”

“Iya, aku tidak kenapa-kenapa kok. Ini di kantor masih ada urusan, jadi aku bakal pulang malaman.” Mungkin juga tidak pulang, kemungkinan tidak pulangnya bahkan seratus persen.

“Bukannya kamu bilang urusan kantor sudah didelegasikan ke Lucy Mei? Urusan kecil-kecilan gini kamu tidak usah pusingkan lah, mending di rumah saja.”

“Sekali-sekali saja kok, jangan khawatir.” Eleanor Chu menambahkan, “Aku juga tidak bisa temani kamu makan malam. Kamu makan sendiri dulu ya hari ini, paham?”

“Paham. Istriku, cium aku.”

Si wanita memberi kecupan dua kali melalu telepon. Setelah Howard Yi memberikan kecupan balasan, ia pun mematikan telepon.

“Bohong ya kamu,” kata Frans Wen setelah Eleanor Chu menaruh ponselnya kembali ke kepala ranjang. Wajahnya penuh raut meledek.

“Iya, aku bohong. Demi menjaga seorang kakak muda, aku bahkan sampai menipu suamiku sendiri. Sayang kakak mudanya tidak menghargai usahaku, ditawari disuntik saja tidak mau dan ngambek.”

“……” Mana ada sih dia ngambek? Ngambek itu kan cuma dilakukan anak kecil.

Tidak mau disuntik itu taktik biar Eleanor Chu terus khawatir saja tahu……

“Tidur sebentar lagi deh kamu, habis itu bangun minum obat.”

“Oke.”

Bel pintu bawah tiba-tiba berbunyi.

“Ada temanmu yang tamu tempat ini?”

Frans Wen menggeleng.

“Oh, ya sudah aku cek dulu.”

Eleanor Chu merapikan selimut Frans Wen, lalu keluar dan turun ke bawah.

“Harwin Xi?” tanya Eleanor Chu pada sosok yang membunyikan bel.

Wajah Harwin Xi terlihat tidak begitu senang. Matanya bahkan memendam kemarahan.

Jelas-jelas sudah mengingatkan diri sendiri untuk tidak memperlihatkan ekspresi tidak senang di hadapan Eleanor Chu, Harwin Xi sekarang tetap tidak bisa mengendalikan diri.

Ia marah, benar-benar sungguh marah.

Ia boleh diam menghadapi Eleanor Chu dan Howard Yi, tetapi itu bukan berarti ia rela melihat si wanita bersanding dengan pria lain secara terang-terangan di depannya. Demi kebahagiaan Howard Yi, ia ikhlas menahan gelora cinta dalam hatinya. Tetapi, sekarang Eleanor Chu malah punya pria muda di luaran!

Pergi ke supermarket bareng, mengantar ke rumah sakit…… Apalagi ini kalau bukan simpanan!

Harwin Xi pikir, selain pada Howard Yi dan dirinya, Eleanor Chu tidak akan memberikan kehangatan pada siapa-siapa lagi!

Pria itu mengamati interior vila dengan seksama.

Jadi ini rumah persembunyian mereka?

Hangat juga ya.

Harwin Xi tiba-tiba merasa iri pada pria bernama Frans Wen itu. Dalam hati ia berpikir, kalau saja ia bisa juga jadi seperti dia……

“Harwin Xi? Kok kamu bisa kemari?” tanya Eleanor Chu dengan senyum tipis yang tulus. Si wanita menyangka mungkin pria itu datang karena melihat mobilnya terparkir di depan.

Pria yang dihadapi Eleanor Chu adalah Harwin Xi, bukan Howard Yi. Si wanita jadinya tidak merasa canggung atau bersalah sedikit pun.

Eleanor Chu juga tidak berpikir aneh-aneh soal kedatangannya.

“Pulang denganku.”

“Pulang?” Eleanor Chu mengibas-ngibaskan salju yang menempel di mantel Harwin Xi, “Yuk masuk dulu. Di luar dingin, nanti beku kamu.”

“Kakak sepupu tengah menunggumu makan,” ujar Harwin Xi mengingatkan, barangkali Eleanor Chu lupa dia punya suami di rumah.

“Aku sudah bicara pada Howard Yi kok.”

“Oh, kakak sepupu sudah tahu?” Harwin Xi jadi bingung. Kalau memang ada sesuatu di antara Eleanor Chu dan Frans Wen, Howard Yi yang mudah emosian pasti sudah membuat Frans Wen kabur jauh-jauh.

Hmm, mungkinkah dia yang sudah salah paham dan menuduh mereka yang tidak-tidak?

Tetapi foto-foto itu benar-benar memperlihatkan keintiman dan romantisme.

“Iya, barusan aku meneleponnya.” Eleanor Chu menunjuk sofa, “Kamu duduk saja dulu. Aku tuangkan kopi sebentar ya.”

“Kakak ipar ada urusan apa di sini?” Setelah hati sudah lebih tenang, wajah Harwin Xi kini jadi lebih rileks.

“Merawat orang sakit.” Eleanor Chu menyodorkan kopi ke tangan Harwin Xi, “Pertanyaan yang sama, kamu sendiri kok bisa-bisanya kemari?”

Wajah Harwin Xi seketika jadi canggung, “Ada teman tinggal di sekitar sini. Tadi aku kebetulan melewati mobilmu, jadi aku kemari deh.”

Kalau Eleanor tahu ia menyuruh orang untuk membuntuti Frans Wen, wanita itu bisa jadi tidak akan mau meladeninya lagi seumur hidup.

“Oh begitu. Kamu sudah makan belum?”

Harwin Xi menggeleng.

“Ya sudah, kalau begitu temani aku makan ya. Si orang sakit demamnya parah sampai harus terus baring. Aku pasti bakal bosan kalau makan sendirian.”

“Boleh.” Senyum mengembang di wajah Harwin Xin. Ia tiba-tiba melupakan tujuannya datang kemari.

Jadi sebentar lagi dia bakal kesampaian makan masakan Eleanor Chu!

Luar biasa, luar biasa!

“Yang kamu rawat itu temanmu?”

“Jelas bukan.” Eleanor Chu bangkit berdiri untuk pergi ke dapur. Melihat Harwin Xi penasaran, ia menambahkan, “Itu adikku.”

“Adik? Kamu punya adik?” Hasil penelusuran tidak menunjukkan Eleanor Chu dan Frans Wen punya hubungan darah-darah. Jangan-jangan dia anak haram papa atau mamanya Eleanor Chu?

“Anak tanteku lebih tepatnya.” Eleanor Chu sudah menganggap Bibi Lian sebagai mama sendiri.

Meski hasil penelusuran tidak menyatakan nama anak-anak para tante Eleanor Chu, Harwin Xi percaya wanita di hadapannya ini tidak berbohong. Ia jadi malu sendiri, ternyata dirinya lah yang sudah berpikir aneh-aneh.

“Ada makanan favorit?” Eleanor Chu membuka kulkas dan mengecek bahan-bahan masakan.

Biasanya sering makan semeja, Eleanor Chu sebenarnya kurang lebih paham selera makan Harwin Xi. Ia sepertinya tidak pernah melihat pria itu pilih-pilih makanan.

“Kamu buatkan sesuai idemu saja.” Masakan di Vila Britany semuanya dibuat berdasarkan selera Eleanor Chu. Masak ia mau menolak makanan yang Eleanor Chu sukai?

“Baik. Ya sudah kamu nonton televisi dulu sana, nanti aku panggil kamu.”

“Aku mau ikut masak juga ya.”

“Tidak perlu, tidak perlu. Aku suka pusing lihat pria masuk dapur, tunggu di luar saja kamu,” kata Eleanor Chu dengan sedikit memaksa.

“Baik.” Harwin Xi hanya bisa menurut. Ia tidak pergi jauh-jauh. Ia memilih duduk di kursi makan yang tidak jauh dari dapur biar bisa mengamati kesibukan Eleanor Chu.

Rasanya bahagia sekali melihat si wanita sibuk karena memasakkan makanan buat dia.

Dalam diri Harwin Xi tiba-tiba muncul harapan aneh. Ia jadi berharap rumah ini merupakan rumah dirinya dan Eleanor Chu. Ia ingin waktu selamanya terhenti di momen ini.

“Harwin Xi?” Saat mau menaruh makanan yang sudah jadi di meja, Eleanor Chu melihat Harwin Xi duduk bengong di kursi makan. Ia bertanya, “Kok bengong? Aku ke kamar atas untuk antar makanan dulu. Kamu duluan mulai makan saja.”

“Baik.”

Harwin Xi menjawab datar dan mengamati bayangan tubuh Eleanor Chu yang menjauh.

“Frans Wen, masih tidur?”

Eleanor Chu membuka pintu pelan-pelan. Di kasur yang besar dan megah, seorang pria tengah tertidur terlelap.

“Frans Wen.” Eleanor Chu menempelkan punggung tangan ke jidat Frans Wen. Menyadari suhunya masih saja panas, ia mengernyitkan alis. Eleanor Chu memanggil lagi, “Frans Wen, bangun dan makan dulu yuk. Sesudah makan obat, kamu bisa tidur lagi.”

Frans Wen akhirnya terbangun. Kondisi tubuhnya masih sangat lemas. Ia mengucek-ngucek mata sambil menjawab: “Aku belum lapar. Taruh saja dulu makanannya.”

Novel Terkait

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
4 tahun yang lalu
Unperfect Wedding

Unperfect Wedding

Agnes Yu
Percintaan
4 tahun yang lalu
See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
4 tahun yang lalu
Everything i know about love

Everything i know about love

Shinta Charity
Cerpen
5 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
3 tahun yang lalu
Marriage Journey

Marriage Journey

Hyon Song
Percintaan
3 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu