Adore You - Bab 125 Buka Kartu (3)

“Mana boleh begitu? Tidak lapar tetap harus makan, setelah makan baru bisa minum obat.” Eleanor Chu membantu Frans Wen untuk duduk di ranjang. Di belakang punggung pria itu, ia menaruh sebuah bantal sebagai sandaran.

“Ya sudah aku suapi kamu. Kalau kamu masih tidak mau makan juga……”

Sebelum Eleanor Chu menyelesaikan kalimatnya, Frans Wen sudah gembira duluan, “Oke aku makan!”

“Siap.”

Eleanor Chu menyendok bubur, lalu meniup-niup bibir di sendok dengan lembut, “Agak panas.”

Frans Wen sangat patuh bagai seorang anak. Pria itu tersenyum puas.

Ini pemandangan yang muncul di depan Harwin Xi ketika dia naik ke atas. Pemandangan ini sangat indah, juga memanjakan mata.

Harwin Xi sayangnya malah jadi muram. Ia memanggil pelan, “Kakak Ipar.”

Frans Wen tetap makan dengan lahap tanpa menoleh.

Kalau tidak salah dengar, si pria ini barusan sempat mengetuk pintu lalu langsung masuk.

Eleanor Chu menoleh kaget, “Bukannya sedang makan? Kok kemari?”

“Menunggumu untuk makan bareng.”

“Baik, selesai menyuapi dia aku akan langsung turun. Cepat kok ini.”

“Ini adik Kakak Ipar?” tanya Harwin Xi sengaja.

Hanya ada sangat sedikit orang yang memanggil Eleanor Chu dengan sebutan “kakak ipar”. Sekarang, Harwin Xi sengaja memanggilnya begitu untuk mengingatkan pria yang ada di ranjang bahwa Eleanor Chu sudah punya suami.

Harwin Xi bisa melihat perasaan Frans Wen pada Eleanor Chu dengan jelas. Tatapan si pria pada si wanita tidak seperti tatapan seorang adik ipar pada kakak iparnya, melainkan mirip tatapan seorang pria pada kekasih hati. Eleanor Chu agak konyol sih, bisa-bisanya dia tidak menyadari tatapan itu dan menghindari si pria.

Entah karena kepribadiannya yang terlalu terbuka pada siapa saja atau bagaimana, Eleanor Chu pernah jadi topik pembicaraan hangat di kalangan orang-orang Kyoto. Mereka pada bilang dia wanita murahan, wanita yang hidupnya tidak jelas, dan hinaan-hinaan lainnya.

“Betul. Namanya Frans Wen, saling kenalan lah kalian.” Eleanor Chu menunjuk Harwin Xi sambil berujar pada Frans Wen: “Ini adik iparku, namanya Harwin Xi. Kalian berdua sama-sama adikku, kedepannya boleh saling kenal lebih dekat.”

“Halo.” Frans Wen berinisiatif mengulurkan tangan.

Frans Wen juga menyadari sikap Harwin Xi pada Eleanor Chu yang agak protektif.

Di hadapan Eleanor Chu, Harwin Xi jelas tidak boleh malu-maluin.

Ia pun mengulurkan tangan dan menjabat tangan Frans Wen. Ia melakukannya sambil menatapi wajah pria itu seolah ingin mendapatkan petunjuk lebih lanjut.

“Baiklah, Frans Wen tidur dulu ya. Aku dan Harwin Xi mau makan di bawah.” Eleanor Chu mengelap mulut Frans Wen dengan tisu. Harwin Xi yang melihat adegan itu langsung jadi super cemburu.

Kalau dari dulu tahu bisa diperhatikan begini, ia sudah sering-sering demam deh!

Tetapi dia bukan Frans Wen…… Di antara dia dan Eleanor Chu masih ada Howard Yi. Mereka dipisahkan oleh segenap anggota keluarga Yi. Haduh, sedih ya.

“Nanti aku yang tinggal di sini untuk menjaganya deh,” kata Harwin Xi di meja makan tiba-tiba.

Eleanor Chu kaget: “Eh, bisa kamu?”

“Bisa dong.”

“Baik, kalau begitu nanti aku pulang sesudah merapikan dapur. Frans Wen aku titipkan padamu ya. Jangan lupa tiap empat jam sekali ingatkan dia minum obat, pas tengah malam juga cek suhunya.” Kalau bisa minta bantuan Harwin Xi untuk merawat Frans Wen, Eleanor Chu jadinya tidak perlu cari alasan untuk tidak pulang malam ini. Ia senang, sebab sebaik apa pun alasan yang ia cari, itu juga sebuah kebohongan. Meski tidak ada maksud buruk sama sekali, Eleanor Chu terkadang tetap merasa bersalah sudah membohongi Howard Yi.

“Oke, aku akan ingat.”

“Terima kasih ya, Harwin Xi.”

“Aku tiba-tiba ingin sakit juga.” Pengakuan ini akhirnya keluar juga dari mulut Harwin Xi.

Dalam benak Eleanor Chu tiba-tiba muncul wajah Ivan Yi. Nada bicara Harwin Xi barusan benar-benar miirp dengan nada bicaranya.

Pria-pria keluarga Yi memang suka goda-goda begitu nampaknya.

“Kamu adikku, dia juga adikku, aku tidak akan meninggalkan kamu karena ada dia kok. Aku akan baik padamu sebagaimana aku baik pada dia. Tetapi kamu jangan sakit juga ya, nanti Kakak Ipar yang repot nih.” Eleanor Chu hanya menganggap Harwin Xi takut kehilangan sandaran. Bagaimana pun juga, keberadaan dirinya bagi pria itu sangat penting. Ia bahkan pernah menyembuhkan penyakit autis Harwin Xi.

“Iya,” jawab Harwin Xi tersenyum manis.

Setibanya Eleanor Chu di Vila Brittany, Howard Yi baru keluar dari ruang buku. Tidak ada urusan apa-apa, pria itu pun berbaring di ruang tamu kecil lantai dua sambil menonton televisi. Karenna bosan, ia secara tidak sadar menggigit-gigit jas yang ditaruh di sofa tempat dia tidur.

“Apa-apaan nih, memang belinya tidak pakai uang ya!” Eleanor Chu langsung merebut jas itu. Jahitan jas ada yang bolong karena digigit olehnya.

“Istriku, pulang juga kamu!” Howard Yi bangkit berdiri dengan senang dan memeluk Eleanor Chu lekat-lekat.

“Howard Yi! Ini sudah yang ketiga bulan ini. Kalau sampai ada yang keempat, aku beliakn sup kambing sekalian kamu!” Gila, sekaya-kayanya orang juga jangan membuang uang begini rupa kali!

Melihat Eleanor Chu tidak senang, Howard Yi buru-buru mengiyakan, “Tidak akan, tidak akan. Aku jamin tidak ada yang berikutnya.”

“Istriku, bau tubuhmu……” Howard Yi awalnya mengira ia salah cium. Ketika mencoba mencium lagi dari jarak yang lebih dekat, ia yakin ini bau Jarparfums.

Jarparfums bukannya bau pria ya? Siapa pria yang dekat-dekat dia nih?

Eleanor Chu jadi teringat Ia tadi menemani Frans Wen cukup lama. Pantaslah bau pria itu menempel di tubuhnya.

“Jarparfums. Awalnya mau belikan kamu, jadi aku coba pakai.”

“Kamu mau suruh aku ganti parfum?”

“Iya, tetapi aku tidak jadi membelinya karena merasa tidak cocok.” Haduh, bohong lagi deh. Meski kebohongan ini dilakukan demi kebaikan, Eleanor Chu tetap merasa sangat bersalah.

“Istriku, kamu sudah makan malam belum?”

“Sudah, kamu? Tadi aku sudah suruh makan kan?” Elenaor Chu duduk dengan malas di sofa. Ia agak kelelahan setelah sibuk seharian.

“Sudah,” jawab Howard Yi dengan diikuti diam.

“Kok tidak ajak aku bicara lagi?”

“Ada sesuatu yang aku ingin diskusikan denganmu.”

“Apa itu?”

“Yang bunuh Henry Ding itu orang suruhan Allan Jiang,” mulai Howard Yi ragu-ragu.

Kalau menuruti emosi, Howard Yi pasti sudah mencari orang untuk menghabisi Allan Jiang. Beruntung, ia diingatkan John Xiao untuk tidak gegabah.

Meski Eleanor Chu sudah bercerai dengan pria itu, bagaimana pun juga dia tumbuh besar dengan Allan Jiang. Mereka bisa dikatakan sudah jadi kakak-adik. Kalau ia menghabisi Allan Jiang dengan gegabah dan Eleanor Chu dengar kabar itu, Howard Yi takut Eleanor Chu akan sakit hati lebih-lebih marah padanya. Kalau sudah begitu tidak enak kan?

“Apa kamu bilang?” Nada bicara Eleanor Chu meninggi, “Jadi yang bunuh Henry Ding itu Allan Jiang?”

Eleanor Chu tenang dan tidak terpancing seperti yang Howard Yi bayangkan. Setelah menanyakan ini, si wanita larut dalam diam seolah tengah berpikir sesuatu.

“Benar. Bukti-buktiku sudah lengkap.”

“Okelah,” tutur Eleanor Chu tanpa berkata apa-apa lagi.

Eleanor Chu tidak bisa menebak apa yang sebenarnya terjadi. Yang jelas, ia butuh waktu untuk perlahan menerima kenyataan ini. Informasi ini datang begitu tiba-tiba.

Kemarin masih jadi orang yang menyelematkan nyawanya, sekarang jadi orang yang ingin memfitnah dia dan anak yang ada dalam pelukannya…… Selama saling mencintai bertahun-tahun, meskipun Allan Jiang pernah pura-pura mati dan pergi ke Treasure Island, ia tidak pernah membencinya.

Eleanor Chu sebenarnya tidak terlalu memedulikan perubahan Allan Jiang. Waktu pria itu sengaja membawa Steve Jiang untuk berkenalan dengannya, ia paham dia ingin memanfaatkan kebenciannya pada Steve Jiang untuk meninggalkan dia. Eleanor Chu menenangkan dirinya sendiri bahwa Allan Jiang hanya ingin memulai hidup baru. Siapa yang menyangka, Allan Jiang suatu hari malah berubah jadi licik dan jahat begini.

Jabatan dan kedudukan sosial ternyata memang pengubah orang yang paling ganas. Sikap siapa pun bisa langsung berubah drastis karena keduanya.

“Aku besok ingin bertemu dia besok untuk bicara.” Eleanor Chu bukan tidak paham dengan temperamen Howard Yi. Dalam situasi Allan Jiang melakukan hal begini, tindakan Howard Yi yang minta pendapat padanya sudah merupakan sebuah wujud penghormatan yang luar biasa. Kalau tidak ada cinta yang mendalam, pasti tidak bakal seperti ini. Kalau tidak ada cinta yang mendalam, Howard Yi pasti sudah melakukan ini-itu duluan.

“Iya.” Howard Yi tahu Eleanor Chu bukan orang yang gegabah. Pertemuan istrinya dengan Allan Jiang besok bisa jadi akan membuat si istri sepenuhnya jadi kecewa pada si pria.

Itu memang harapan dia. Ia ingin mengusir jauh-jauh Allan Jiang dari hati Eleanor Chu. Bagus, harapannya akhirnya terwujud!

Sekembalinya ke kamar, Eleanor Chu menelepon Allan Jiang dan mengajak sarapan besok.

Saat Allan Jiang menaruh ponsel balik, pintu ruangan dibuka Summer.

“Tuan Muda, Winnie Chu pulang!”

Nada bicara Allan Jiang seketika dingin, “Winnie Chu sudah mati!”

“Ini dia balik……” Summer berkeringat dingin.

“Baiklah, persilahkan dia masuk.”

“Oke.”

Summer pergi sebentar, pintu ruang buku kembali diketuk lagi.

Allan Jiang mendongak dan menatap Winnie Chu, yang berwajah sangat mirip dengan Eleanor Chu, dari atas ke bawah.

Pria itu merangkul bahu Winnie Chu dengan terkesima, “Sempurna, tetapi tubuhmu masih agak kekurusan dibanding tubuh Eleanor Chu. Cari dokter operasi fisik lagi untuk perbaiki ya.”

“Baik,” jawab Winnie Chu dengan nada gelisah.

Setiap berhadapan dengan Allan Jiang, Winnie Chu merasa seperti wanita yang sangat kecil dan lemah.

Allan Jiang mengangkat dagu Winnie Chu, “Nada bicara lemah seperti barusan jangan sampai keluar lagi dari mulutmu!”

“Baik.”

“Keluar!” Allan Jiang merapikan dasi dengan tidak sabaran. Setelah operasi plastik, Winnie Chu sungguh mirip dengan Eleanor Chu, khususnya pada tatapan mata. Itu membuatnya jadi terkenang masa-masa ketika si wanita sering menatapinya dengan penuh cinta.

“Aku……”

“Katakan.”

Wajah Winnie Chu tiba-tiba memerah.

Setebal-tebalnya wajah Winnie Chu, di hadapan pria yang dicintainya ia tetap tidak berani menyatakan cinta.

Jelas-jelas ia sudah melakukan semuanya untuk hari ini. Sayang, ketika hari ini akhirnya tiba, ia malah tidak tahu harus bagaimana bicara.

Mungkin karena penampilan Winnie Chu yang menarik, wajah Allan Jiang melembut.

Winnie Chu gigit-gigit bibir sambil menarik-narik mantel yang dikenakan.

Tangan yang putih bersih, sedikit pun tidak ada noda.

Allan Jiang refleks menunduk untuk menghindari pemikiran yang makin jauh.

Ia tahu betul wanita di hadapannya ini bukan Eleanor Chu, namun melihat wajahnya yang sangat mirip dengan wajah si wanita pujaan, ia agak terpancing.

Pria itu lalu melihat Winnie Chu berjalan menghampiri……

Allan Jiang tersenyum dingin.

Sebelum Winnie Chu ditiduri Howard Yi, tidak ada salahnya buat dia untuk menikmati tubuhnya duluan. Sebenarnya, sejak berpisah dengan Eleanor Chu, ia sudah tidak menjaga selangkangan demi wanita itu lagi. Sekarang, bagi dia wanita hanyalah objek pelampiasan seks. Mau tidur atau berhubungan seks dengan siapa saja ia tidak masalah.

Apalagi dengan wanita yang penampilannya persis sama dengan Eleanor Chu. Ini membuat benaknya jadi terombang ambing. Ini Elenaor Chu, ini bukan Eleanor Chu, ini Eleanor Chu, begitu seterusnya.

Allan Jiang memeluk Winnie Chu dan menyandarkannya di meja kerja. Pria itu lalu melepaskan ikat pinggang dan mulai beraksi……

Keduanya tidak lama kemudian terbaring dengan posisi saling bertindihan di karpet.

“Wanita, cinta aku tidak?”

“Cinta.” Entah bagaimana caranya, dokter juga berhasil mengubah suara Winnie Chu jadi mirip suara Eleanor Chu.

Hati Allan Jiang penuh kepuasan.

Akhirnya dia bisa “main” dengan “Eleanor Chu” lagi setelah bertahun-tahun.

Wanita ini akhirnya sepenuhnya jadi milik dia lagi.

Malam ini di ruang buku rumah keluarga Jiang, “Eleanor Chu” kembali ke pelukannya.

Keesokan pagi, ketika Eleanor Chu benar-benar duduk di hadapan, Allan Jiang baru terbangun dari mimpi indahnya kemarin malam.

Winnie Chu bagaimana pun juga bukan Eleanor Chu. Eleanor Chu, wanita yang benar-benar ia idamkan, selamanya tidak bakal berlutut di kakinya lagi. Ia hanya bisa memainkan Winnie Chu tanpa bisa memainkan Eleanor Chu.

Di dalam kedai kopi yang bersuasana nyaman, Eleanor Chu terlihat sangat cantik dengan perut besarnya. Allan Jiang terkesima dengan penampilan dia.

“Wanita.”

“Teh ini kita sulangkan untuk Wayne Pei yang sudah meninggal, juga untuk pertemanan kita yang tidak akan pernah ada lagi.”

Allan Jiang menarik nafas panjang. Ia tidak siap tiba-tiba disindir begini.

“Wanita, santai sajalah. Mengapa marah?” Allan Jiang tetap berusaha menampilkan wajah santai dan senyum lebar.

Ternyata Allan Jiang juga punya kemampuan akting yang bagus, entah sejak kapan.

“Kamu masih cinta aku kan, benar?” tanya Eleanor Chu blak-blakan. Ia langsung masuk ke topik utama tanpa basa-basi.

Allan Jiang terdiam sejenak, lalu akhirnya mengangguk.

“Aku hanya ingin mencintaimu……”

“Karena ingin mencintaiku, kamu jadinya secara khusus menjebakku? Karena punya hubungan darah, aku jadi tidak bisa melahirkan anak Howard Yi, terus aku diusir dari keluarga Yi. Kamu ingin membuat aku pisah dengan dia, benar begitu kan rencanamu?”

Eleanor Chu tersenyum kecut. Wanita itu melanjutkan: “Sebenarnya kalau pun aku pisah dengan Howard Yi, hatiku tidak akan jatuh ke kamu. Kamu adalah kakakku, ya kan? Kecuali kalau kamu bisa meninggalkan keluarga Jiang demi aku. Sekarang, tidakkah kamu merasa semua jebakan yang kamu persiapkan dengan matang itu sia-sia karena terlanjur ketahuan?”

Mungkin karena rencananya terbongkar, raut wajah Allan Jiang langsung berubah drastis. Walau agak terlambat, Eleanor Chu akhirnya bisa juga baca skenario ini……

Novel Terkait

Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
4 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
4 tahun yang lalu
This Isn't Love

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
4 tahun yang lalu
My Japanese Girlfriend

My Japanese Girlfriend

Keira
Percintaan
4 tahun yang lalu
Someday Unexpected Love

Someday Unexpected Love

Alexander
Pernikahan
5 tahun yang lalu
Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
5 tahun yang lalu