Marriage Journey - Bab 139 Bisa Terpikirkan Aku, Itu Sudah Cukup

Ada edit nama Kabupaten Li -> Kabupaten Kansas Bab 139 Tanggal 19/10/2020

Ada edit nama Joshua -> Luis 139 19/10/2020

Setelah semua orang berdiskusi bersama, mereka pun memastikan targetnya sekali lagi. Penyelidikan seharian ini membuat semua orang sangat lelah. Tapi mereka semua tidak lengah dan malas-malasan sama sekali, mereka tetap duduk bersama dan mendiskusikan apa yang harus dilakukan selanjutnya.

Sesuai dengan apa yang dikatakan Sifa, sekarang sudah waktunya menyerah dengan penyelidikan ini. Mereka sudah mencoba mencari tahu dari orang sekitar, tapi hampir tidak ada informasi yang berguna untuk mereka.

Jadi pikiran mereka saat ini lebih banyak terpusat ke titik jongkok.

Semua orang mulai mengatur sebuah jadwal shift sesuai dengan kesediaan masing-masing. Sifa akan berjongkok dari jam satu siang sampai jam tujuh malam. Marsha akan berjongkok jam tujuh pagi sampai shift Sifa tiba yaitu jam satu siang.

Sedangkan, Luis dan Domi. Dua pria ini berinisiatif meminta shift malam demi keamanan dan keselamatan para wanita ini.

Setelah menentukan jadwal shift, lalu membahas dan berdiskusi mengenai hal-hal yang harus diperhatikan. Setelah itu diskusi mereka pun selesai dengan sesederhana ini.

Di luar masih saja gerimis. Waktu menunjukkan sudah larut malam, semua orang terlihat sangat kelelahan.

Sifa berdiri dan menatap semua orang, lalu berkata “Kalian semua kembali ke kamar masing-masing pergi istirahat dulu sana. Ini juga sudah larut malam, mulai besok mari kita laksanakan rencana kita ini. Malam ini, kalian semua harus tidur nyenyak, maka besok pasti akan sangat bersemangat.”

Setelah mereka semua kembali ke kamar masing-masing, Marsha dan Sifa pun pergi mandi. Selesai mandi waktu sudah menunjukkan hampir jam sebelas. Marsha takut dia kelelahan, jadi langsung berbaring di ranjang lalu bicara tidak terlalu jelas dengan Sifa dan akhirnya tertidur.

Sifa geleng-geleng kepala tersenyum melihat Marsha, lalu membenarkan selimut Marsha. Setelah itu, dia berdiri dan berjalan ke ambang jendela. Lalu, dia menoleh menatap Marsha yang sedang tidur di ranjang. Setelah memastikan Marsha benar-benar sudah tidur, dia pun mengeluarkan ponselnya.

Dia menatap nomer yang sangat familiar di ponselnya. Lalu, menelepon nomer itu dengan suasana hati yang deg-degan dan sangat bahagia.

Setelah beberapa saat, terdengar suara pria yang begitu rendah dan berat “Bagaimana perkembangan rencana proyekmu?”

Sifa masih belum bereaksi sepenuhnya, dia pun menjawab dengan terbata-bata “Hah...penyelidikannya gagal, tapi rencana proyek ini masih belum gagal. Menyelidiki di sekitar sini sepenuhnya tidak ada gunanya. Jadi, aku mengubahnya dengan cara baru yang lain, yaitu langsung berjongkok di titik tertentu untuk lebih memahami sesuatu, baru setelah memahami dengan baik, kami bisa langsung turun tangan.”

Walaupun Sifa agak terbata-bata, tapi penjelasannya ini cukup sangat jelas. Decky sekejap langsung mengerti maksud Sifa.

“Kamu rasa itu baik, maka itu sudah cukup. Kamu adalah orang utama yang bertanggung jawab atas proyek ini. Aku hanya bertugas untuk mendengarkan hasil dari pekerjaanmu saja.” Kata Decky dengan santai.

Sifa mengiyakan, lalu tidak bicara lagi. Setelah hening beberapa saat, mereka pun terdiam dan masuk ke titik sepi.

Sifa hanya merasa suasana seperti ini membuatnya sedikit canggung. Jadi, dia hanya bisa lebih dulu berinisiatif memecah keheningan dan kesunyian di antara mereka, berkata dengan suara pelan “Jika tidak apa-apa lagi, ya sudah begini saja dulu.”

Cukup lama Decky juga tidak bicara, tidak menolak dan tetap tak bicara. Setelah berlalu beberapa saat, baru dia bicara dengan santai “Jaga diri baik-baik.”

Sifa sedikit membeku “Hah? Em...”

Kemudian, Decky pun menutup teleponnya lebih dulu. Sifa langsung tediam berdiri melamun di samping jendela. Angin dingin di luar yang berhembus masuk ke dalam langsung membuat Sifa jadi sepenuhnya sadar.

Sifa menatap gerimis hujan, tiba-tiba dia teringat dengan Kota Jiang. Kota Jiang tidak seperti Kabupaten Kansas yang sering sekali hujan. Di sana empat musim, perbedaannya sangat jelas.

Dia menggelengkan kepalanya dan tidak ingin terlalu banyak berpikir. Sifa pun beberes dan naik ke ranjang, dalam sekejap langsung masuk ke alam mimpi.

Juga tidak tahu kenapa, tiba-tiba dia memimpikan Decky berdiri di lantai bawah hotel sedang menunggu dirinya. Dia juga memegang satu buket bunga baby breath. Tampak senyuman muncul di wajahnya, lalu Sifa pun berlari menghampiri Decky dan memberinya pelukan hangat, berjinjit lalu berbisik di telinganya, Aku merindukanmu.

Sifa pun bangun dengan susah payahnya. Ketika dia duduk dengan masih tidak sepenuhnya sadar, dia melihat ranjang Marsha sudah kosong. Ketika melihat ke jam, ternyata sudah jam sembilan pagi.

Di atas meja, ada semangkuk sup ayam. Kelihatannya Marsha yang membelinya dari luar.

Sifa mengucek matanya, lalu meregangkan pinggangnya yang sakit dan mencoba untuk berdiri. Tapi, saat jari kakinya menyentuh lantai, dia langsung tidak bertenaga.

Sifa hanya merasakan dalam sekejap kekuatan dan tenaga tubuhnya langsung terkuras habis. Dia berbaring lagi di ranjang dengan napas yang tak teratur.

Napas rasanya tercekik pun datang dan Sifa langsung panik. Sekarang Marsha sudah pergi. Dan dirinya sekarang benar-benar sudah tak punya tenaga. Luis dan Domi yang ada di ruang sebelah pasti tidak akan bisa mendengar teriakannya.

Dalam sekejap, Sifa hanya merasakan terkucil dan tak berdaya. Dia berjuang untuk duduk di ranjang. Namun, setelah mencoba bergerak, dalam sekejap seluruh tubuhnya lumpuh dan mati rasa.

Perasaan ini seperti jatuh ke lumpur hidup dan tidak bisa bergerak. Tangan Sifa yang gemetaran langsung meraba-raba ponsel yang ada di ranjang yang baru saja dia lempar setelah melihat jam tadi. Dia seperti menemukan penyelamat hidupnya.

Dia mengangkat telepon, dengan sedikit kekuatan yang tersisa dia pun menelepon Hendi.

Kebetulan Hendi baru saja selesai operasi. Setelah dia mencuci tangannya, dia mengambil ponselnya yang bergetar dan melihat nama Sifa di layar.

Hendi cukup terkejut, dia tak menyangka Sifa akan menelepon dirinya di jam segini. Namun, jika Sifa menelepon dirinya, biasanya Sifa sedang mengalami masalah.

Hendi panik dan langsung mengangkat teleponnya “Halo, Sifa, kenapa? Apa ada masalah yang terjadi?”

Sifa dengan napas yang tak teratur berkata “Hendi, seluruh tubuh bagian atas dan bawahku kehilangan kekuatan dan tenaganya, hanya terasa mati rasa.”

Suara Sifa sangat pelan sekali. Tapi, dia ini sudah menggunakan seluruh kekuatan yang tersisa di tubuhnya.

Hendi meremas erat ponsel dan langsung mencoba menenangkan Sifa “Sifa, dengarkan aku baik-baik. Kamu coba tenang dulu, lalu tarik napas dalam-dalam dan keluarkan perlahan dan jangan sampai panik.”

Sifa pun melakukan semua yang dikatakan oleh Hendi. Meskipun cukup sulit, namun setelah percobaan pertama, dia langsung merasa jauh lebih membaik dan nyaman.

Sifa lagi dan lagi melakukan apa yang dikatakan oleh Hendi.

Setelah lewat sepuluh menit lebih, mati rasa di tubuhnya perlahan menghilang. Sifa juga merasakan kekuatan dan tenaganya kembali penuh lagi.

Hendi bertanya dengan khawatirnya “Sifa, bagaimana sekarang?”

Sifa menarik napas dalam-dalam dan berkata “Aku sudah cukup membaik. Tapi, aku belum pernah mengalami situasi seperti ini sebelumnya. Rasanya sangat tidak nyaman."

Tampak keringat dingin di kening Sifa. Setelah Hendi mendengar Sifa baik-baik saja, dia pun jadi tenang “Baguslah kalau baik-baik saja. Mungkin itu karena kamu terlalu kecapekan dan memforsir tubuhmu terlalu keras. Oh iya ada lagi, hal ini juga disebabkan karena kekurangan nutrisi dan gizi.”

Setelah Hendi selesai bicara, dia pun mulai cemas.

Sifa pun berjanji dengan tenang “Kalau memang seperti itu, aku akan lebih berhati-hati lagi. Hendi, terima kasih banyak!”

Hendi tersenyum dan berkata “Kamu paling suka bicara terima kasih padaku ya. Namun, kamu ini terima kasih untuk apa. Di antara kita, tidak perlu mengatakan kata-kata seperti ini. Aku sudah senang sekali ketika kamu teringat kepadaku begitu mengalami masalah dan itu sudah cukup.”

Kata-kata Hendi sontak membuat Sifa merasa sedikit tidak enak. Tapi memang dirinya seperti itu. Setiap kali mengalami masalah, dia pasti langsung teringat ke Hendi.

Sifa pun mengobrol sederhana dengan sedikit bersalah kepada Hendi, lalu baru dia menutup teleponnya.

Saat ini, Kabupaten Kansas masih saja hujan di luar. Sifa sedikit khawatir dengan keadaan Marsha.

Marsha sementara waktu duduk di sebuah toko minuman bernama Motale yang tidak begitu jauh dari keluarga itu. Karena di luar hujan, jadi tidak terlalu enak untuk beraktifitas. Jadi, dia sementara ini mencari tempat untuk duduk sebentar.

Marsha yang selalu bisa membedakan apapun ini tahu dari pria di toko minuman dingin ini, kalau tempat ini sebelum pembongkaran adalah perkampungan kecil Kuno.

Lingkungan di sini tidak terlalu baik, tapi hubungan antar tetangga cukup sangat baik. Tapi, hanya Juna Lai satu-satunya yang tidak terlalu suka berkomunikasi atau berbaur dengan yang lain. Jadi, semua orang di sini sering membicarakan keluarganya dan menyebut mereka orang yang aneh.

Marsha cukup lama mengobrol dengan pria yang ada di toko minuman ini. Dari ucapan pria ini bisa tahu kalau orang yang bernama Juna Lai ini biasanya jam delapan pagi selalu keluar rumah. Lalu, pulang ketika sudah larut malam. Kelihatannya pria itu bekerja di sebuah lokasi kontruksi pembangunan.

Di keluarganya ada empat orang yang harus dia nafkahi, ada dua orang yang sudah tua dan satunya lagi istrinya. Istrinya menjaga orang tuanya di rumah. Hanya Juna seorang yang bekerja mencari uang.

Marsha memandangi pria yang menjual minuman dingin itu dengan dua tangannya menompang pipinya “Jika memang seperti ini, lalu kenapa tidak menerima uang dari perusahaan saja. Lalu pindah rumah. Jika melakukan hal ini, setidaknya ini adalah pilihan terbaik untuk keluarga mereka.”

Pria penjual minuman dingin itu langsung tersipu malu begitu dilihat seperti ini oleh Marsha, wanita yang cantik seperti ini “Sebenarnya, semua orang tahu aku sudah bertahun-tahun di sini. Aku tidak pernah mengobrol dengan keluarga mereka. Semua orang mungkin merasa kalau dia pasti otaknya bermasalah. Jika itu orang lain, pasti dari awal mereka sudah memilih pindah dan menikmati kebahagiaan.”

Pria itu memegang minuman di tangannya untuk pelanggannya sambil bicara dengan Marsha.

Marsha sudah duduk cukup lama. Tapi, pria itu dan Marsha yang mengobrol cukup lama, tidak menarik perhatain orang lain sama sekali.

Harusnya jika pria yang kepribadiannya begitu dominan yang bertemu dengan wanta cantik seperti ini, lalu punya topik pembicaraan yang cocok dengannya, pasti tidak akan mungkin melepaskannya dengan mudah.

Novel Terkait

Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
3 tahun yang lalu
Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Tiffany
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
3 tahun yang lalu
The Winner Of Your Heart

The Winner Of Your Heart

Shinta
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Mr. Ceo's Woman

Mr. Ceo's Woman

Rebecca Wang
Percintaan
3 tahun yang lalu
Marriage Journey

Marriage Journey

Hyon Song
Percintaan
3 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu
Adieu

Adieu

Shi Qi
Kejam
5 tahun yang lalu