Marriage Journey - Bab 117 Mengibaskan Ekor

Sifa berdiri di sana dengan punggung menghadap Decky tanpa berkata. Decky berdiri di belakang Sifa: "Apa yang aku katakan bukan bercanda." Nada suara Decky jauh lebih lembut dari sebelumnya, dan ada sedikit ketidakberdayaan. Air mata Sifa berhenti tiba-tiba, apakah Decky sedang mencoba menjelaskannya pada dirinya?

Salju semakin lebat, jalan sangat sepi, keduanya berdiri di jalan, kepala serta bahu Sifa tertutup salju putih. "Jangan membuat keributan lagi, ayo kembalilah…...." Decky berkata pada Sifa dengan suara rendah. Hati Sifa seolah-olah ditekan oleh sesuatu, dia berdiri di sana tak bergerak. Jelas dirinya ingin bertanya apakah dia tulus padanya, apa mungkin masih seperti sebelumnya, memberinya permen lalu menamparnya? Dirinya telah banyak mengalami hal seperti ini, tentu akan merasa trauma.

Sifa ragu-ragu, dia tidak tahu bagaimana mempercayai pria yang dia cintai sampai ke tulangnya ini. Melihat Sifa tidak bergerak, suasana hati Decky menjadi sedikit kesal. Sebelumnya wanita ini selalu bersikap patuh di depannya, tapi sekarang….. apakah karena dirinya memberinya sedikit manisan, dia langsung berubah menjadi begini? Apakah semua wanita sama?

Decky tidak sabar, wajahnya suram, dia tiba-tiba kembali bersikap acuh tak acuh seperti sebelumnya, dan berkata, "Aku tidak tahu apa yang terjadi padamu, tapi tahukah kamu, sikapmu seperti ini benar-benar menyebalkan?" Amarah Decky tiba-tiba meningkat, dia tidak pernah membujuk seseorang seperti ini, Sifa adalah yang pertama. Bahkan Yuli juga tidak pernah. Decky tiba-tiba teringat Yuli, yang masih terbaring di ranjang, amarah di dalam hatinya semakin tertekan, dengan ekspresi menahan emosi yang terlihat jelas di wajahnya.

Sifa memejamkan matanya, tersenyum dingin, “Maaf, Tuan Leng, aku memang tidak cocok denganmu, aku juga tidak dapat menyenangkanmu.” Dia berkata dengan lembut, seolah-olah tidak ada emosional yang tercampur. Kemarahan Decky meletus di lubuk hatinya, dia berjalan maju dan memegang lengan Sifa, "Bukannya kamu sangat mencintaiku?" Decky berteriak marah pada Sifa, matanya penuh amarah. Tangan Sifa yang dipegang Decky terasa sakit, Sifa sedikit mengerutkan kening dan ingin berjuang menjauh. Tapi di mata Decky, gerakan ini terlihat seperti menolak dan merasa jijik padanya.

Decky kehilangan semua kemampuan berpikir, tangannya yang memegang tangan Sifa semakin erat, dia menarik Sifa ke dalam pelukannya. Ekspresi wajahnya semakin ganas: "Bukannya kamu Menyukaiku, tidak bisakah aku menyentuhmu, jadi siapa yang boleh menyentuhmu, apakah itu Hendi? Kakakmu yang baik itu?" Sifa menjerit kesakitan, dia berjuang ingin membebaskan diri, tapi tidak peduli bagaimanapun dia berjuang, tetap tidak sekuat Decky.

Sifa melihat ekspresi Decky yang mengerikan, dia langsung tersenyum dingin, "Dalam hatimu aku selalu sebagai wanita seperti itu, kan? Lalu mengapa kamu menghabiskan waktu padaku? Apakah karena ingin memintaku transplantasi jantung padanya lebih awal?" Nada suara Sifa sangat keras, dan penuh sindiran. Decky tidak tahan lagi, dia tersenyum dingin, tatapannya penuh ironi; "Emangnya kenapa, Yuli adalah wanita yang tidak bisa kamu tandingi seumur hidup, kamu hanyalah seekor anjing yang mengibaskan ekor, menyanjung dan memohon pada pemiliknya, malah berani mengharapkan belas kasihan, biarkan kukatakan padamu, itu tidak mungkin…..."

Sifa menatap Decky dengan tatapan tidak berani percaya, dia membuka mulutnya, dan merasa tidak bisa bernapas. Pria yang merawat dirinya dengan penuh perhatian tadi malam, sekarang malah mengatakan kata-kata ini padanya. Sifa tersenyum, air matanya mengalir tak tertahankan, bagaikan banjir. Sifa tidak bisa menahannya lagi, dia berusaha menahan emosi yang akan meledak, dan bertanya pada Decky; “Kamu bilang, aku mengibaskan ekor ingin mendapatkan belas kasihan?” Sifa tidak dapat mempercayainya, dia bertanya lagi pada Decky untuk memastikannya.

Mata Decky memerah, dan berkata pada Sifa: "Ya, aku yang mengatakannya, perlukah aku mengatakannya lagi?"Sifa memejamkan matanya, air matanya mengalir keluar, dia berbalik dan pergi dengan terhuyung-huyung. Decky berdiri di tempat, mati-matian mengepalkan tangannya dengan erat, dia jelas tidak ingin mengatakannya, tapi di depan wanita ini, dia selalu tidak bisa mengendalikan amarahnya, sangat jelas ingin lebih dekat dengannya, tapi setiap kali selalu berakhir dengan saling menyakiti.

Decky menatap Sifa, yang semakin jauh darinya. Dia ingin mengejar, tapi dia tidak menemukan alasan untuk membujuk Sifa. Apa yang telah dia katakan, hingga membuat wanita yang selalu kuat menangis seperti ini, Decky tidak bisa membayangkannya.

Dia menundukkan kepalanya dengan tidak berdaya, dan memijat keningnya dengan lembut.

Ketika mengangkat kepala, dia melihat Sifa telah menghilang dari pandangannya, Decky langsung panik dan bergegas ke depan, lalu meneriakkan nama Sifa dengan keras, tetapi tidak ada yang merespon.

Apakah dia telah pergi, pergi meninggalkan dirinya dan tidak akan memaafkannya lagi? Decky memiliki banyak pertanyaan dalam hatinya, dia berulang kali bertanya pada dirinya. Sifa berjongkok di sudut, melihat Decky yang sedang meneriakkan namanya dengan keras, dan berlari ke depan dengan tergesa-gesa, tapi dia berusaha menahan diri untuk tidak mengeluarkan suara.

Sifa menangis dan menggigit tangannya, dia mengetahuinya dengan jelas, kalau dia keluar saat ini dan mengatakan perasaannya, semuanya akan terselesaikan. Tapi dirinya tidak bisa mengambil langkah maju, mungkin inilah cinta, menunjukkan semua perasaannya, tapi akhirnya hanya disakiti. Decky tidak menemukannya, dia berdiri di jalan untuk waktu yang lama dan tidak ingin kembali.

Salju tebal menumpuk dan membasahi mantel Decky. Decky merasa tidak ada sedikitpun kehangatan di sekujur tubuhnya, tapi dia tidak peduli dan tidak menyadarinya sama sekali. Dia hanya khawatir apakah Sifa akan berdiri di bawah salju seperti dirinya, begitu teringat ekspresinya menangis, Decky sangat menyesal dan menampar wajahnya sendiri, mengapa dia bisa mengatakan kata seperti itu tadi?

Hujan salju semakin lebat, pejalan kaki di jalan semakin tergesa-gesa, salju di jalan semakin tebal, Sifa masih berjongkok di sudut dan tidak berhenti bergetar, dia memegang ponselnya, tidak tahu harus ke mana. Air mata di wajahnya telah dikeringkan oleh angin salju, begitu ada sedikit gerakan di wajahnya, langsung terasa kering dan menyakitkan.

Cuacanya sangat dingin, tapi tidak sedingin hati Sifa saat ini.

Novel Terkait

Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
4 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Innocent Kid

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu
1001Malam bersama pramugari cantik

1001Malam bersama pramugari cantik

andrian wijaya
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
The Winner Of Your Heart

The Winner Of Your Heart

Shinta
Perkotaan
5 tahun yang lalu
Menantu Bodoh yang Hebat

Menantu Bodoh yang Hebat

Brandon Li
Karir
4 tahun yang lalu
Kamu Baik Banget

Kamu Baik Banget

Jeselin Velani
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Penyucian Pernikahan

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu