Marriage Journey - Bab 224 Mengenang Masa Kecil

Sifa meyelesaikan perkataannya sambil menahan tawa.

Hendi agak tersipu oleh perkataan tersebut.

Hal tersebut terkesan mendalam di benaknya. Karena selalu dilindungi oleh Sifa sejak kecil, sehingga dia selalu memiliki pemikiran ingin melindungi Sifa.

Makanya apapun yang dialami Sifa dalam beberapa tahun terakhir, dia selalu rela berada di sisinya dan tidak meninggalkannya, merawatnya dengan sepenuh hati.

Melihat Hendi terdiam, Sifa tak tahu apa yang dipikirkannya.

Dia berpikir apakah perkataannya membuat Hendi merasa canggung.

"Hendi, kamu bukan terdiam karena kata-kataku, bukan? Aku cuman bercanda denganmu."

Pikiran Hendi ditarik kembali oleh ucapan Sifa, dia terkekeh-kekeh ...

"Aku tentu tidak menganggapnya serius. Sepertinya kamu juga mengingat dengan jelas apa yang terjadi ketika kecil. Aku benar-benar penakut saat itu, tapi untungnya ada kamu ..."

Tambah Hendi yang ada di samping.

Dia tidak menyangka Sifa akan mengingat hal masa kecil dengan begitu jelas, dia kira hanya dia sendiri yang masih mengenangnya.

"Sifa, apa lagi yang masih kamu ingat? Ayo ceritakan semuanya padaku."

Sifa mulai mengingat kembali kenangan masa kecil.

Pemandangan Sifa dengan dirinya pada masa kecil mulai berputar kembali di benak Hendi.

Dia yang dulu relatif penakut, Sifa selalu ada di sisinya ketika dia sangat membutuhkan seseorang untuk melindunginya. Sifa selalu berpihak padanya.

Perlindungan Sifa terhadapnya tidak sebatas satu atau dua kali.

“Sifa, apakah kamu ingat ada anak kecil yang dipanggil Si Gendut. Saat itu, dia selalu membully kita. Sepertinya semua anak takut padanya, karena dia gemuk dan kuat. Hanya kamu yang tidak takut. Kamu selalu manantang dia."

Ketika Hendi menyinggung soal ini, Sifa mulai tertawa lagi.

"Tentu saja aku ingat, Si Gendut itu benar-benar menyebalkan. Aku ingat bahwa dia selalu merebut makananmu, lalu aku akan merebutnya dan mengembalikannya padamu!"

Sifa kembali mengungkit masa lalu dengan Hendi. Hendi mendengarkan kata demi kata yang diucapkan Sifa sambil melihat senyum yang menyembul di wajahnya ...

Hendi seketika merasa momen ini begitu indah. Seandainya waktu bisa berhenti dan momen ini bisa diabadikan, dia rela mengorbankan apapun!

Begitu memikirkan nyawa Sifa sedang terancam, ancaman penyakit yang tidak bisa ditolak siapapun.

Hendi merasakan sakit di hatinya.

Saat mereka berdua sedang asyik bicara, anak dalam pelukan Sifa tiba-tiba menangis.

Mendengar tangisan anak, Hendi agak kehilangan akal.

"Sifa, kenapa anak ini menangis? Apakah dia lapar?"

Ujar Hendi pada Sifa.

“Aku rasa bukan. Bukankah dia baru saja disusui perawat ketika kamu menggendongnya ke sini? Dia mungkin buang air kecil atau besar.”

Setelah Sifa mengatakan ini, dia hendak memeriksa tubuh anak untuk melihat apakah anak buang air besar.

Namun, Hendi segera menghentikannya.

"Sifa, kamu lebih baik jangan melakukan ini. Aku panggil perawat. Kamu harus memperhatikan tubuhmu sekarang, tidak boleh kecapekan!"

Usai berkata, Hendi berjalan ke koridor dan mulai mencari perawat.

Tak lama kemudian, perawat datang ke bangsal dan menggendong anak dari pelukan Sifa.

"Anak ini pasti buang air besar. Aku akan bawa anak kembali ke kamar bayi dan membawanya kepada kalian di lain waktu!"

Perawat berkata pada Hendi dan Sifa, mereka berdua mengangguk secara serempak.

"Sekarang anak pasti tidak nyaman karena buang air besar, makanya dia menangis. Perawat, tolong bawa dia pergi dan bersihkan dia!"

Sifa buru-buru melontarkan perkataan itu pada perawat.

Bagaimanapun, ini adalah anak kesayangannya. Bagaimana mungkin dia tega membiarkan anaknya merasa tidak nyaman!

Hendi bergegas ke pintu bangsal, membukakan pintu untuk perawat. Dia merasa lega setelah melihat perawat menggendong anak pergi.

Setelah itu, dia mengecek waktu dan menyadari bahwa dia dan Sifa telah mengobrol lebih dari setengah jam. Supaya Sifa tidak kecapekan, dia bergegas ke ranjang Sifa dan menurunkan ranjang Sifa ke posisi yang paling nyaman.

“Sudah, Sifa. Sudah waktunya kamu beristirahat. Sekarang kamu masih merupakan ibu hamil, tubuhmu relatif lemah. Hanya dengan istirahat lebih banyak, kamu bisa sembuh lebih cepat!”

Hendi mengasuh Sifa dengan teliti. Sifa memang merasa agak lelah.

"Baiklah."

"Hendi, kamu juga kecapekan dalam dua hari ini. Jangan tinggal bersamaku di rumah sakit. Kamu pulang untuk beristirahat juga. Kamu bisa kembali ketika kamu sudah cukup istirahat. Aku tidak apa-apa."

Kata Sifa kepada Hendi.

Dia tahu bahwa Hendi sudah berada di rumah sakit sejak persalinannya. Melihat pakaian Hendi tidak ganti dalam dua hari ini, Sifa merasa sedih.

Demi dirinya, Hendi mengesampingkan banyak hal yang disukai agar bisa menemaninya datang ke Amerika Serikat untuk berobat.

Semakin dipikir, dia semakin merasa bahwa dia berhutang pada Hendi.

"Sifa, aku baik-baik saja. Kamu jangan banyak pikir. Setelah kamu tertidur, aku akan pulang dan membawa beberapa pakaian ganti ke sini. Kamu sedang membutuhkan aku, bagaimana boleh aku pergi!"

Setelah Hendi mengatakan ini, dia merapikan sudut selimut Sifa.

"Kamu tidurlah. Kalau ada masalah, tekan tombol di atas ranjangmu. Nantinya akan ada dokter yang datang."

Hendi mulai mengingatkan Sifa lagi. Sifa mengangguk, tidak mau banyak omong lagi.

Dia tahu apapun omongannya yang berusaha membujuk Hendi pulang untuk beristirahat tidak akan berguna, Hendi tidak akan mendengarkannya.

Hanya jika dirinya beristirahat baik, menjaga kesehatan, dan kondisi tubuh memulih, barulah Hendi tidak akan segitu mengkhawatirkannya.

Setelah memikirkan hal ini, Sifa memejamkan mata. Dia segera tertidur.

Hendi bersiap untuk pergi setelah melihat Sifa sudah tidur.

Dia menutup pintu bangsal dengan pelan, hendak pulang untuk mengambil beberapa pakaian ganti. Setelah tinggal di rumah sakit ini selama sehari, dia merasa pakaian di tubuh berbau tidak sedap.

Hendi selalu menjaga kebersihan, dia bahkan mengidap misofobia yang ringan. Demi Sifa, dia telah melampaui batas kualitas hidupnya.

Dia berpikir kenapa dia bisa mentolerir dirinya sendiri tidak berganti pakaian sepanjang hari. Memikirkan ini, dia mempercepat langkahnya dan berjalan menuju pintu rumah sakit.

Dalam hati Hendi berpikir bahwa dia harus segera kembali, jangan sampai Sifa bangun di saat tidak ada seorang pun di sisinya.

Menjelang siang, makan siang Sifa telah disiapkan oleh Confinement Center. Sebelum petugas layanan membangunkan Sifa, dia sudah terbangun oleh kebisingan di bangsal.

Novel Terkait

Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
4 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu
My Lifetime

My Lifetime

Devina
Percintaan
4 tahun yang lalu
Menantu Hebat

Menantu Hebat

Alwi Go
Menantu
4 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
The Winner Of Your Heart

The Winner Of Your Heart

Shinta
Perkotaan
5 tahun yang lalu