Marriage Journey - Bab 183 Sadar Sepenuhnya

Sifa memandang wartawan di depan yang memaksa dirinya untuk menjawab pertanyaan.

Dia tiba-tiba tersenyum "Katakan apa yang ingin kalian ketahui dan aku pun akan memberi tahu kalian. Lagian, aku tidak peduli segalanya lagi."

Para wartawan saling memandang. Sebagai wartawan, mereka telah bertemu banyak hal. Namun, mereka seketika merasa takut pada wanita yang menghadap kamera dengan wajah yang memasang senyuman ini.

"Aku kasih tahu kalian, roda karma selalu berputar, karma baik dan buruk pasti akan diterima, semua itu hanyalah masalah waktu, paham?"

Kata-kata Sifa seakan ditujukannya pada Ariana. Sepasang tatapan ganas terkunci pada Ariana, sekujur tubuhnya memancarkan aura permusuhan.

Ariana berjuang untuk berdiri, matanya yang merah menatap tajam ke arah Sifa “Apa salahku sehingga kamu berbuat seperti ini padaku?” Ariana menginterogasi Sifa dengan tampang menyedihkan.

"Apakah kamu sendiri tidak tahu kesalahan apa yang kamu buat? Perlukah aku memaparkan semua bukti di hadapanmu supaya kamu mempercayainya?"

Sifa terlihat tidak takut sama sekali, dia menatap Ariana dengan erat.

"Kamu tidak masuk akal, wanita seperti kamu ..."

Ariana sontak melunak, semua ini dilakukannya hanya untuk dilihat para wartawan dan semua orang.

Sifa tersenyum tipis. Dia tidak pernah memandang penting Ariana. Bagaimanapun, Ariana bukan apa-apa baginya.

Sifa berbalik dan berjalan ke arah Ariana "Lihat seperti apa dirimu sekarang, wanita kacau, apakah kamu tahu badut? Kamu masih berharap ada orang yang menyukaimu?"

Entah kenapa, Sifa tiba-tiba menjadi tidak takut pada apapun. Dia terus mengumpat Ariana.

Semua wartawan belum pernah melihat pemandangan seperti ini, apalagi menghadapi wanita sekuat ini.

Saat ini semua penggemar Ariana sudah menerima kabar dan sedang bergegas ke sini. Semuanya berjalan sesuai rencana Ariana.

Sifa memutar badan, berkata kepada sekelompok wartawan "Aku masih punya urusan. Ini adalah rumah sakit. Tubuhku yang sekarang tidak tahan dengan kelelahan seperti ini. Jika terjadi sesuatu, aku rasa kalian tidak akan mampu menanggung konsekuensinya."

Semua wartawan sontak terdiam, memandang Ariana dan tampak ragu-ragu.

Tiba-tiba terdengar suara bising dari luar. Sifa mengernyit sambil menoleh ke arah suara.

Tak terduga, sebutir telur mentah tiba-tiba menghantam kepalanya. Wajahnya seketika dipenuhi cairan telur.

Dia berbalik untuk melihat keluar. Beberapa gadis di antara kerumunan menatapnya dengan tatapan penuh amarah.

“Apa-apaan kamu, beraninya kamu menyentuh Kak Ariana!” Sepasang mata yang manis menatap Sifa dan berkata.

Sekelompok penggemar berat Ariana langsung mengepung bangsal Sifa.

Sifa memandangi sekelompok penggemar yang nyaris gila. Dia tersenyum pahit, lalu berbalik dan ingin pergi.

Namun, rombongan penggemar tersebut enggan membiarkannya pergi. Mereka menghampirinya dan meraih lengannya sambil menghardik keras.

Saat ini, Ariana melangkah maju dan menarik penggemarnya sambil berkata "Jangan begini, semua ini adalah salahku. Aku seharusnya tidak berbaik hati untuk datang ke sini ..."

Sekelompok wartawan terus-menerus mengambil foto Sifa dan Ariana. Kesempatan bagus untuk menulis berita headline tidak boleh dilewatkan.

Sifa merasa kesal saat mencium bau busuk yang menyengat dari tubuhnya.

Ariana yang berjalan mendekat itu melihat Sifa dengan tatapan ironi.

Sifa berbalik dan berjalan keluar, seluruh rumah sakit penuh dengan orang.

Semua orang menatap Sifa dengan tatapan hina.

Sifa tidak peduli. Dia perlahan berjalan ke sisi lain. Hendi baru saja keluar dari ruang operasi.

Begitu keluar, dia langsung mendapat kabar seperti ini. Sekarang, dia melihat Sifa berjalan ke arahnya dengan kondisi selamat.

Dia pun seketika merasa lega. Dia menatap Sifa dan berkata "Tidak apa-apa, kan?"

Sifa memandang Hendi dan mengangguk "Aku baik-baik saja."

Hendi mengangguk, menoleh ke bangsal Sifa yang telah dikepung.

“Sifa, kita tidak bisa tinggal di sini lagi.” Hendi memandang Sifa dengan serius.

Sifa berbalik. Sudah hampir setengah bulan sejak dia dirawat di rumah sakit, tapi Decky tidak pernah muncul.

Decky bahkan tidak pernah menelepon atau mengirim pesan teks padanya. Setelah dipikir-pikir, dia merasa sangat lucu. Kenapa dulu dirinya segitu gigih.

Sifa berbalik kembali, mengangguk ke arah Hendi tanpa ada ekspresi di wajah "Baiklah, ayo pergi."

Hendi agak terkejut. Dia memandang Sifa yang ada di hadapannya dengan kaget. Dia tidak menyangka dirinya yang hanya sekadar mengungkit hal ini langsung disetujui oleh Sifa.

Tapi emosi yang paling mencolok adalah rasa senang. Dengan demikian, dia pun bisa membawa Sifa ke Amerika Serikat untuk berobat.

Hendi segera berkemas dan menyerahkan surat pengunduran diri ke rumah sakit, lalu mengantar Sifa untuk mengemas barang, kemudian pergi ke rumah Gustian.

Setelah Gustian mengetahui kabar ini, emosinya berubah dari terkejut menjadi gembira.

Dia memandang Sifa "Kamu akhirnya membuat keputusan yang paling tepat di dalam hidupmu."

Sifa memandang Gustian dan mengangguk, senyuman cerah menyembul di wajah pucatnya "Aku masih mau hidup dengan sehat."

Laras entah sejak kapan muncul di sini. Tapi karena mempertimbangkan kondisi fisik Sifa, dia hanya berdiri di lantai atas dan diam-diam memandangi mereka.

Jawaban Sifa membuat Gustian memandangnya dengan kaget.

Setelah Laras mengetahui Sifa akan mengikuti Hendi ke Amerika Serikat untuk berobat, semua beban di hatinya langsung terlepas.

Inilah Sifa yang ingin dilihatnya. Dia bersembunyi di pojok, diam-diam menatap Sifa.

Gustian berkata kepada Hendi "Aku sudah bantu kalian pesan tiket pesawat ke Amerika Serikat. Kalau butuh bantuan di sana, beri tahu aku kapan saja. Aku kenal cukup banyak orang di sana."

Hendi mengangguk "Baiklah, aku juga sudah menghubungi guruku dan tim medis lain di sana. Jika nantinya butuh bantuan, aku pasti akan menelepon kamu."

Gustian mengangguk, melihat Sifa lagi "Setelah pergi ke sana, rawat diri dengan hati yang tenang. Aku yakin anakmu pasti akan baik-baik saja, kamu juga akan pulang dengan kondisi yang sehat."

Sifa mengangguk, merentangkan tangan dan memeluk Gustian sambil berkata dengan lembut "Terima kasih, Gustian."

Gustian terpaku di tempat, mengulurkan tangan dan ragu-ragu sejenak sebelum meletakkannya di punggung Sifa, menepuk dengan lembut "Tidak apa-apa."

Marsha bergegas kemari setelah menerima kabar. Begitu melihat Sifa, dia langsung memeluknya.

"Kamu akhirnya sudah bisa berpikir dengan jernih." Marsha tersedak.

Sifa memejamkan mata, air mata langsung menetes "Terima kasih karena sudah menyadarkan aku."

"Sesudah pergi ke sana, hubungi aku saat tidak ada kerjaan. Kalau tidak punya uang, aku boleh isi pulsamu. Jangan putus kontak dengan aku.”

Marsha memeluk Sifa sambil berkata. Sifa mengangguk "Oke, aku tidak akan pernah melupakanmu."

Novel Terkait

Mr. Ceo's Woman

Mr. Ceo's Woman

Rebecca Wang
Percintaan
4 tahun yang lalu
Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
4 tahun yang lalu
Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
4 tahun yang lalu
Menantu Hebat

Menantu Hebat

Alwi Go
Menantu
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
My Perfect Lady

My Perfect Lady

Alicia
Misteri
4 tahun yang lalu
My Lifetime

My Lifetime

Devina
Percintaan
4 tahun yang lalu
Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
4 tahun yang lalu