Marriage Journey - Bab 12 Hasil Terburuk

Hendi tidak mengatakannya sampai habis, dia tidak tega, tetapi sekarang situasinya sudah seperti ini, dan dia harus mengatakan yang sebenarnya.

Sifa menundukkan kepalanya. Sebenarnya dia sengaja menghindari topik pembicaraan itu, tetapi dtidak diduga, Hendi mengungkitnya kembali.

Sifa tahu bahwa masalah ini tidak bisa dihindari, Sifa menyentuh perutnya dan tersenyum ringan.

"Aku tahu, aku tahu hidupku tidak akan lama lagi, tetapi Hendi, apakah kamu tahu, di saat aku mengetahui diriku ini sakit, aku sudah tidak ingin melanjutkan hidupku lagi."

Sifa berhenti sejenak dan memandang Hendi : "Tetapi ketika aku tahu bahwa diriku hamil, aku merasa seperti memiliki harapan untuk hidupku yang akan segera berakhir ini. Aku tidak tahu, apakah kamu mengetahui perasaan ini..."

Hendi menatap gadis yang ada di depannya dan hatinya terasa seperti tergores pisau. Hendi tahu bagaimana kondisi Sifa.

Bisa jadi, sebelum Sifa melahirkan anak itu, dirinya sudah... Kemudian, dalam situasi yang sama, anak itu akan mengalami kematian janin.

Hendi tahu fakta ini sangat kejam, tetapi dia tetap harus memberi tahu Sifa. Wajah Sifa tidak berubah, dia dengan tenang mendengarkan perkataan Hendi.

Setelah mendengarkan apa yang dikatakan Hendi, Sifa menatap Hendi dengan tenang dan berkata: "Aku tahu, tapi aku masih tetap ingin bertahan, tidak peduli apapun itu, aku ingin berjuang, lagipula, ini semua tentang aku dan anakku."

Sifa menekan suaranya yang bergetar dengan paksa. Dia sebelumnya tidak takut dengan kematian, tetapi Tuhan memberinya harapan untuk hidup, dia ingin menggunakannya dengan baik, setidaknya, memberi kesempatan kepada anak itu.

Hendi terdiam untuk waktu yang lama dan akhirnya mengangguk: "Karena kamu telah mengatakannya seperti ini, aku akan tetap mendukung pilihanmu dan membantumu."

Sifa mengangguk dan tidak lagi berbicara, sekarang sudah larut malam, Sifa dan Hendi tidak tertidur, mereka berbaring di tempat tidur masing-masing dan memikirkan hal ini.

Dini hari, Sifa terbangun oleh suara ketukan pintu dari luar, Sifa tidak membawa barang apapun bahkan tidak membawa pakaian cadangan, dia hanya membawa tas kecil.

Karena Hendi mengetahui kondisi Sifa, jadi pagi-pagi sekali dia sudah keluar dan pergi membeli barang keperluan sehari-hari untuk Sifa.

Hendi berdiri di depan pintu kamar Sifa dan membawa banyak kantong, Sifa tiba-tiba terkejut, dan matanya yang terbuka sedikit seketika terbuka lebar.

Melihat Hendi berdiri di depan matanya, Sifa tidak berbicara, lalu Hendi berkata, "Ini, aku sudah membeli barang kebutuhanmu sehari-hari.

"Aku lihat kamu bahkan tidak membawa baju tidurmu, jadi aku membelikanmu beberapa set pakaian biasa, tidak tahu model seperti apa yang kamu suka. Pakailah untuk sementara."

Setelah Hendi selesai berbicara, Sifa tidak tahu harus bagaimana. Kemudian Sifa menatap Hendi dan berkata: "Terima kasih! Hendi "

Hendi tersenyum sambil meletakkan barangnya, kemudian bergegas keluar dan berkata kepadanya sambil berjalan: "Aku sudah menyiapkan sarapan, cepatlah makan, bayi di perutmu tidak bisa menahan lapar sepertimu."

Di akhir pembicaraan, Sifa mendengar suara pintu tertutup, Sifa menunduk dan tersenyum, kemudian dia segera berkemas, dan dengan patuh berjalan menuju ke ruang tamu.

Sifa tinggal di rumah Hendi, dia tidak tahu bagaimana cara membalas kebaikan Hendi, jadi yang bisa dia lakukan hanyalah membersihkan rumah Hendi dengan hati-hati.

Pada siang harinya, Hendi menelepon Sifa dan berkata bahwa dia harus bekerja lembur. Jadi kemungkinan dia tidak bisa kembali dan memasak untuk Sifa dan dia sudah memesakan makanan dari luar untuk Sifa.

Sifa duduk di sofa sambil mengelus perutnya dengan hati-hati, Meskipun anaknya masih kecil, Sifa tetap tidak bisa bersabar dan berbicara kepada anaknya.

"Nak, tahukah kamu bahwa ibu sangat mencintaimu, aku ingin memberimu semua yang terbaik di dunia ini, dan kemudian tinggal di sisimu dan melihatmu tumbuh dewasa, tapi..."

Sambil berbicara, Sifa tidak bisa menahan air matanya dan menangis, dan kemudian berhenti, karena Hendi pernah memberitahu Sifa bahwa suasana hatinya akan mempengaruhi bayi itu.

Sifa kemudian dengan cepat menenangkan suasana hatinya dan tidak banyak berpikir.

Decky kembali ke vila pada malam harinya. Dia mengira Sifa akan duduk di sofa dan menunggunya pulang seperti sebelumnya.

Tetapi saat Decky masuk ke dalam, yang terjadi bukanlah seperti yang dia bayangkan, ruang tamu sangat gelap dan tidak ada jejak siapa pun yang kembali.

Dengan perasaan kecewa, Decky berjalan ke arah dapur dan kamar, setelah melihat-lihat sepertinya tidak ada yang berubah.

Decky berjalan menuju ke kamarnya. Pada saat ini, wanita itu seharusnya berada di dalam rumah, tetapi saat ini, dia masih belum kembali. Kemana dia pergi?

Decky selalu bersikap posesif, dan tiba-tiba dia teringat dengan Hendi, wajahnya langsung berubah, kemudian dia mengeluarkan ponselnya dan membuat panggilan.

"Selidiki Dokter yang berbicara denganku di rumah sakit hari ini, dan mintalah seseorang untuk mengikutinya, dan lihat apakah wanita itu pergi ke tempatnya."

Setelah Decky menutup telepon, aura tubuhnya sangat mengerikan, hal yang paling tidak dia sukai adalah pengkhianatan. Anak di perut Sifa belum tahu jelas milik siapa, dan sekarang dia tinggal di luar dan tidak kembali ke rumah.

Ini benar-benar melewati garis kesabaran Decky. Decky tidak mencintai Sifa, tetapi Sifa adalah istri Decky dan dia berhak untuk mengendalikannya.

Tak lama kemudian, Decky mengemudi mobil keluar dari villa ini. Decky jarang datang ke villa ini, karena Decky merasa jijik jika tinggal bersama dengan Sifa.

Setelah menyelesaikan pekerjaan di Rumah Sakit, Hendi sangat kelelahan dan kemudian kembali ke rumah. Hendi mengetuk untuk waktu yang lama tetapi tidak ada reaksi sama sekali.

Hendi tiba-tiba merasa ada yang tidak beres, dan dengan cepat dia mengambil kunci dan membuka pintu.

Ternyata benar, Sifa tergeletak di atas lantai, wajahnya pucat, Hendi bergegas memeluk Sifa dan dengan gugup, dia mengecek pernapasan Sifa.

Setelah mengkonfirmasi bahwa Sifa masih bernafas, dia segera menggendong Sifa masuk ke dalam mobil dan pergi ke rumah sakit.

Sifa terbangun di tengah malam. Setelah melihat Sifa bangun, Hendi segera berdiri dan bertanya, "Apakah ksmu merasa sedikit lebih baik? Apakah ada yang membuatmu tidak nyaman."

Sifa melihat sekelilingnya, dan bau obat yang menyengat di rumah sakit membuat Sifa mengerutkan kening.

Sifa tidak menjawab pertanyaan Hendi, dia menatap Hendi dan bertanya, "Apa yang terjadi, mengapa aku bisa berada di rumah sakit?" Wajah Sifa terlihat gelisah.

Hendi mendekatinya dan memegang tangan Sifa, berkata, "Tekanan darahmu terlalu rendah, kondisi kesehatanmu tidak begitu baik, dan anak itu membutuhkan lebih banyak nutrisi.

Jadi kamu pingsan, itu saja, tidak ada yang berbahaya." Hendi mencoba menenangkan Sifa.

Sifa merasa lega, air infus yang masuk ke dalam tangan Sifa membuat tubuhnya terasa dingin membeku, dan dia masih terasa sedikit pusing.

Setelah berbicara, dia kemudian beristirahat, asalkan anak itu baik-baik saja sudah cukup.

Raut wajah Hendi sedikit tidak enak dipandang, setelah melihat Sifa tidur lagi, barulah dia berjalan ke luar.

Hendi berjalan ke kantor dokter dan menatap teman lamanya yang ada di depannya dan bertanya, "Bagaimana dengan kondisinya? Katakan saja yang sebenarnya."

Sanib memijat matanya, sambil menatap Hendi dan berkata: "Kondisinya tidak terlalu baik. Aku rasa kamu sudah mengetahuinya. Kamu sebenarnya juga tahu bahwa dia tidak boleh memiliki anak saat ini. Dia bahkan tidak bisa menjamin kesehatannya sendiri."

Hendi mengangkat kepalanya dengan tidak berdaya, dan mengangguk: "Aku tahu, tapi ini adalah satu-satunya harapan dia untuk melanjutkan hidup."

Sanib melihat laporan inspeksi Sifa dan berkata dengan pasrah: "Kamu sebenarnya juga tahu. Kemungkinannya sangat kecil. Bisa jadi keduanya tidak bisa selamat. Ini adalah hasil terburuk."

Setelah terdiam sejenak, Hendi mengangguk, terduduk lemah di kursi, dia baru saja memahami perasaannya terhadap Sifa.

Tetapi mengapa semuanya menjadi seperti ini. Hendi tahu bahwa Sifa memiliki hubungan dengan pria itu, tetapi Hendi tidak bisa mengontrol dirinya dan masih ingin dekat dengan Sifa.

Meskipun Sifa hamil, tetapi dia tidak peduli dengan hidupnya yang akan segera berakhir.

Hendi teringat saat Sifa menangis dengan keras dan menunduk dengan lemah: "Jika aku bisa datang ke kehidupanmu lebih awal, akhir ceritanya mungkin berbeda..."

Novel Terkait

Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
Pria Misteriusku

Pria Misteriusku

Lyly
Romantis
4 tahun yang lalu
Excellent Love

Excellent Love

RYE
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Setelah Menikah

Cinta Setelah Menikah

Putri
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Menantu Hebat

Menantu Hebat

Alwi Go
Menantu
4 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
The Gravity between Us

The Gravity between Us

Vella Pinky
Percintaan
5 tahun yang lalu