Marriage Journey - Bab 9 Aku Tidak Punya Rumah
Tak lama kemudian, Sifa berdiri secara perlahan. Saat ini langit sudah mulai gelap, tetapi dia hanya sendirian dan tidak tahu harus pergi ke mana...
Tatapan Sifa kosong, dia tidak tahu harus pergi ke mana, dia tidak berani kembali.
Jika dirinya yang sedang hamil pergi ke vila tempat dia dipenjara selama bertahun-tahun, dia takut saat keluar nanti, dia hanya sendirian...
Dia berjalan keluar dari rumah sakit pada saat jam pulang kerja dan ada begitu banyak pejalan kaki dan kendaraan yang lalu lalang di jalan.
Semua orang berjalan ke tempat tujuan masing-masing, hanya Sifa sendiri yang berjalan tanpa tujuan, dia berdiri di atas jembatan dan merenung, tidak tahu harus ke mana.
Decky pergi ke bar sendirian dan para wanita yang ada di samping, melayaninya dengan hati-hati.
Tapi pikiran Decky tidak ada di sana, dia meminum anggur segelas demi segelas dan dia ingin melupakan air mata wanita yang tak berdaya itu.
Meskipun saat dia kembali, dia langsung pergi ke kamar mandi dan menggosok dan membersihkan air mata Sifa yang ada di punggung tangannya dengan sekuat tenaga.
Tetapi saat ini, Decky masih merasakan sensasi terbakar di punggung tangannya, seolah-olah air mata itu masih terus tersisa.
Tidak peduli bagaimanapun usaha Decky untuk fokus ke hal lain, dia masih tetap saja memikirkan wanita sialan itu tanpa sadar.
Wanita di sebelah Decky mulai meraba-raba tubuhnya dan ingin mengambil kesempatan ini untuk menjalin hubungan dengan Decky.
Decky tidak menyukai wanita seperti ini. Dia berdiri dan marah dengan suuara keras: "Sialan, semua keluar dari sini!"
Perubahan emosi Decky secara tiba-tiba membuat beberapa wanita di sekitarnya sedikit bingung, tetapi mereka tahu identitas Decky. Jika mereka benar-benar membuatnya marah, maka masing-masing harus menanggung konsekuensinya.
Para wanita bergegas keluar dan meninggalkan Decky sendirian di ruangan pribadi yang mewah, kedua tangannya memegang kepalanya dan duduk di sofa dengan perasaan tertekan...
Di sisi lain, Sifa sedang berdiri sendirian di jembatan dan melihat lalu lintas kota sambil menyentuh perutnya dan pipinya basah oleh air matanya.
Sebelumnya, Decky pernah memberi kartu kredit tanpa batas kepada Sifa, tetapi Sifa sangat hemat dalam menggunakannya. Dia tahu tujuan kedekatan Decky dengan dirinya adalah untuk membalas dendam.
Tetapi dalam beberapa tahun terakhir ini, dia rela menjadi seperti seekor burung yang dikurung oleh Decky, kemudian mulai beradaptasi dan berusaha menyenangkan hati Decky.
Tetapi sekarang, setelah mengetahui dirinya hamil, pria yang dia cintai malah mengabaikan nyawanya dan nyawa bayi dalam kandungan untuk menyelamatkan wanita yang dia cintai.
Sifa dulunya adalah seorang wanita yang sangat ceria dan temannya juga sangat banyak. Namun, karena Decky mengurungnya di villa selama bertahun-tahun, hal ini membuat dirinya tidak memiliki kesempatan untuk keluar.
Bahkan Sifa sudah lama kehilangan kontak dengan teman-temannya. Saat ini adalah akhir musim gugur. Tiupan angin membuat orang merasa kedinginan. Sifa menundukkan kepalanya dengan lemah, kemudian menarik mantelnya, dan berjalan lurus ke ujung jembatan.
Setelah selesai dengan urusan pasien, Hendi kembali, saat itu Sifa sudah tidak ada di tempat.
Hendi bergegas mencari dokter yang telah melakukan pemeriksaan dan menanyakannya. Setelah mengetahui keseluruhan cerita, Hendi tidak bisa menahan emosinya dan meninju meja, wajahnya penuh kemarahan.
Hendi menelepon Sifa terus-menerus, tetapi setiap panggilan hanya terdengar suara dingin seorang perempuan: "Nomor panggilan yang Anda tuju sedang tidak aktif."
Hendi kemudian mengendarai mobilnya keluar dari rumah sakit dan dengan pikirannya yang sedang kacau, dia pulang ke rumah.
Di dalam perjalan pulang, Hendi mengendarai mobilnya secara perlahan-lahan dan secara tidak sengaja, dia melihat ke arah jembatan. Meskipun langit sudah gelap, Hendi tetap masih bisa mengenali Sifa dengan penglihatan sekilas.
Hendi terkejut dan segera menghentikan mobil, kemudian berteriak keras ke arah Sifa. Sifa berjalan sepanjang jalan dengan kepala tertunduk.
Kendaraan lalu lalang membuat suara Hendi tidak terdengar olehnya.
Melihat Sifa tidak mendengarnya, Hendi bergegas lari dan mengejarnya, kemudian meraih pergelangan tangan kecil Sifa.
Sifa terkejut dengan sentuhan yang datang secara tiba-tiba, kemudian tangannya segera mengelus perutnya, matanya terlihat sangat panik.
Hendi menghela napas dengan kuat-kuat dan merasa sedih saat melihat kepanikan Sifa.
Sifa melihat Hendi yang berdiri di depan matanya, langsung berkata: " Hendi... Ternyata kamu." Sifa tersenyum dengan sangat canggung.
Hendi ingin menanyakan padanya apa yang terjadi pagi ini, namun, Hendi tidak tahu bagaimana caranya untuk bertanya.
Tumbuh bersama sejak kecil, Hendi sangat mengenal sifat Sifa. Karena melihat Sifa pada saat itu ingin menghindarinya, tentu saja dia pasti tidak ingin Hendi mengetahui masalahnya.
Akhirnya Hendi tidak bertanya lagi tentang hal itu, dia menatap Sifa dengan tenang dan tetap tersenyum seperti sebelumnya.
"Ini sudah sangat larut. Kamu masih berjalan di luar. Saat ini sangat masuk angin, sejak kecil kondisi tubuhmu tidak begitu kuat. Meskipun kamu tidak memikirkan dirimu sendiri, sekarang kamu punya anak, kamu harus memikirkannya."
Senyuman di wajah Sifa berangsur-angsur hilang, kemudian terlihat cemberut dan tak berdaya. Dia mengelus perutnya ke atas dan ke bawah.
Sifa menundukkan kepalanya dan berkata dengan pelan, "Iya, sekarang aku sudah punya anak dan tidak sama seperti dulu lagi. Aku harus memikirkan anak ini..."
Hendi dengan cepat menanggalkan pakaiannya dan meletakkannya di pundak Sifa, kemudian membungkuk dan berkata pelan kepada Sifa : "Kamu mau pergi ke mana sekarang, aku akan mengantarmu pulang."
Sifa menatap Hendi, kemudian dia tidak bisa menahan emosinya lalu menangis dengan sedih sambil menundukkan kepalanya: "Aku tidak punya rumah, aku tidak tahu harus pergi ke mana."
Sifa menutupi wajahnya dengan kedua tangan dan menangis di depan Hendi, Hendi mengerutkan keningnya lalu memeluk Sifa.
Hendi tahu bahwa kehidupan yang di lalui oleh Sifa tidak begitu baik, tetapi kondisi Sifa seperti ini membuat Hendi tidak tahu harus berbuat apa.
Hendi menepuk punggung Sifa dan bergumam dengan suara rendah: "Tidak apa-apa, tidak apa-apa, aku adalah rumahmu."
Sifa mengangkat kepalanya dan menatap Hendi, tiba-tiba teringat dengan masa kecilnya, dulu Hendi juga menghiburnya dengan cara seperti ini.
Hendi menyeka pipi Sifa yang berlinangan air mata dengan tangannya dan berkata dengan lembut, "Pergilah ke tempatku dulu. Aku tinggal sendiri. Ada kamar kosong di rumah, kamu sendirian di sini, aku juga tidak tenang."
Sifa tahu bahwa dirinya tidak ada pilihan lagi. Meskipun dia memiliki kartu kredit, jika dia menggunakan kartu itu, Decky akan segera tahu di mana keberadaannya.
Sifa tidak ingin Decky tahu keberadaannya. Dia takut Decky akan merampas dengan kejam haknya untuk menjadi seorang ibu dan dia juga takut kehilangan anak ini, yang membawa harapan bagi dirinya di kehidupan ini.
Sifa mengangguk dan hanya ini yang bisa dia lakukan untuk sekarang. Hendi mengetahui kondisinya dan tempat terbaik dan satu-satunya yang bisa dia pergi adalah rumah Hendi...
Hendi melaju cepat ke kediamannya. Hendi selalu menyukai kebersihan. Rumah tiga kamar dengan satu ruang tamu semua terlihat sangat bersih dan rapi. Dekorasi sederhana yang tertata rapi terlihat sangat bagus.
Hendi meminta Sifa untuk duduk terlebih dulu, kemudian dia menyiapkan makanan untuk Sifa. Dia tahu kondisi Sifa saat ini sangat mudah merasa lapar.
Sifa melihat Hendi sendirian sibuk di dapur dan ingin membantunya, saat dia berdiri dan berjalan, dia melihat foto lama yang terpanjang di samping TV.
Anak laki-laki di dalam foto itu menatap dengan tatapan lembut dan anggun dan di sampingnya ada anak perempuan yang setengah kepalanya lebih pendek dari anak laki-laki itu, dan tertawa nakal ke arah kamera.
Sifa tidak pernah tahu bahwa Hendi menyimpan foto seperti itu. Anak perempuan yang terlihat sangat ceria itu, sudah lama menghilang.
Sifa menundukkan kepalanya, air matanya mengalir dan menetes ke lantai, Hendi menyajikan makanan dan memanggil nama Sifa, Sifa kemudian dengan cepat menyeka air matanya dan berbalik.
Sifa berjalan ke arah Hendi dengan tersenyum, dia tidak pernah tahu bahwa Hendi benar-benar bisa memasak dan suasana hati Sifa sudah menjadi lebih baik saat ini.
Sambil tersenyum, Sifa memuji Hendi : "Sepertinya kamu tidak sia-sia pergi ke luar negerti beberapa tahun terakhir ini. Cepat ceritakan, dalam beberapa tahun terakhir sudah berapa banyak gadis yang berhasil kamu taklukkan dengan bakatmu ini."
Perasaan Sifa sudah jauh lebih tenang saat ini. Melihat Hendi berbicara dan tersenyum, kemudian mengangkat bahunya dengan tak berdaya: "Bawaan sejak lahir, yang sudah ditaklukan tidak bisa dihitung, yang tergoda ada beberapa."
Sifa tertawa keras: "Ini memang sifatmu, dari kecil memang sudah seperti ini, dan tidak banyak berubah meskipun sudah tumbuh dewasa."
Setelah Sifa selesai berbicara, Hendi tidak melanjutkan percakapannya, keduanya duduk di ruang tamu dan terdiam.
Tidak ada ekspresi di wajah Hendi, setelah beberapa saat, dia memandang Sifa dan berkata, "Aku tahu hidup yang kamu jalani tidak begitu baik, kamu sakit dan kamu punya anak, kamu tahu situasimu..."
Novel Terkait
Diamond Lover
LenaMenantu Bodoh yang Hebat
Brandon LiKisah Si Dewa Perang
Daron JayAngin Selatan Mewujudkan Impianku
Jiang MuyanSomeday Unexpected Love
AlexanderCEO Daddy
TantoKing Of Red Sea
Hideo TakashiMarriage Journey×
- Bab 1 : Kanker Lambung Stadium Terakhir
- Bab 2 : Kamu Kotor
- Bab 3 : Decky Menidurinya
- Bab 4 : Menghindar Bagaikan Ular Berbisa
- Bab 5 : Berikan Jantungku Kepadanya
- Bab 6 : Aku Merasa Aku Kotor !
- Bab 7 Transplantasi Dihentikan
- Bab 8 Hamil ?
- Bab 9 Anak Haram Siapa
- Bab 10 Kamu Tidak Pantas Menjadi Seorang Ibu
- Bab 9 Aku Tidak Punya Rumah
- Bab 12 Hasil Terburuk
- Bab 13 Wanita Tidak Tahu Malu
- Bab 14 Wanitaku
- Bab 15 Itu Anakku
- Bab 16 Shen, Kamu Tidak Pantas!
- Bab 17 Berubah Seiring Berjalannya Waktu
- Bab 18 Orang Seperti Apa
- Bab 19 Tamu Yang Tiba-tiba Datang Tanpa Diundang
- Bab 20 Membusuk Di Sekitarku
- Bab 21 Sedikit Berubah
- Bab 22 Harapan Mendapatkan Kekecewaan
- Bab 23 Bersimpati
- Bab 24 Bertemu di Rumah Sakit Secara Tidak Sengaja
- Bab 25 Keadaan Darurat
- Bab 26 Wanita Kuat
- Bab 27 Tidak Boleh Mati!
- Bab 28 Terserah!
- Bab 29 Mengkhawatirkanku?
- Bab 30 Seperti Sepasang Suami Istri
- Bab 31 Curiga
- Bab 32 Aku Nyonya Leng
- Bab 33 Kamu Mengorok
- Bab 34 Bawa Masuk
- Bab 35 Isi Hati
- Bab 36 Aku Sudah Memperkerjakan Pembantu Untukmu
- Bab 37 Shen Yang Berbeda
- Bab 38 Pembukuan?
- Bab 39 Kamu Hari Ini Cantik Sekali
- Bab 40 Makan Malam Keluarga Leng
- Bab 41 Serangan Balik
- Bab 42 Wanita Dengan Dua Watak
- Bab 43 Kami Akan Berusaha
- Bab 44 Secercah Harapan, Beratus Kali Lipat Usaha
- Bab 45 Menjadi Asistennya?
- Bab 46 Wanita Ini Tidak Gampang
- Bab 47 Rumor
- Bab 48 Bercanda Berlebihan
- Bab 49 Jaga Dirimu Dengan Baik (1)
- Bab 50 Jaga Dirimu Dengan Baik (2)
- Bab 51 Wanita Cantik, Marsha
- Bab 52 Pria Munafik
- Bab 53 Biarkan Aku Menemanimu Di Saat Sedih
- Bab 54 Wanita Pemberani
- Bab 55 Dengan Begini Apakah Kita Sudah Menjadi Teman?
- Bab 56 Aku Akan Melindungimu Mulai Dari Sekarang
- Bab 57 Bukankah Kamu Suka Seperti Ini?
- Bab 58 Bisakah Kamu Membawakanku Pakaian
- Bab 59 Tidak Peduli Apa Tujuanmu, Kamu Telah Berhasil
- Bab 60 Momen Yang Memalukan
- Bab 61 Tetap Terasa Dingin
- Bab 62 Apakah Dia Telah Pergi?
- Bab 63 Cemburu
- Bab 64 Lihat Saja Pulang Nanti
- Bab 65 Semakin Menarik Semakin Berbahaya
- Bab 66 Kekecewaan Dan Keputusasaan Datang Dari Harapan
- Bab 67 Tolong aku!
- Bab 68 Situasi Berbahaya
- Bab 69 Pegang Erat Tanganku
- Bab 70 Wanita Bertekad Dengan Pisau
- Bab 71 Tuhan Tahu Betapa Khawatirnya Dia
- Bab 72 Perubahan Mendadak
- Bab 73 Aku Dan Dia Pilih Salah Satu
- Bab 74 Jangan Bergerak!
- Bab 75 Melepaskanmu
- Bab 76 Kamu Tidak Pantas Menyukai Dia!
- Bab 77 Niat Licik
- Bab 79 Dia Sedang Sakit, Penyakit Yang Tidak Dapat Disembuhkan
- Bab 79 Laras, Tolong Menjaga Rahasia Ini
- Bab 80 Kondisi Penyakit Semakin Memburuk
- Bab 81 Perhatian Yang Tiba-Tiba
- Bab 82 Kehangatan
- Bab 83 Gaun Motif Bintang
- Bab 84 Sangat Cocok Denganmu
- Bab 85 Penghargaan Untukmu!
- Bab 86 Pikiran Ariana
- Bab 87 Lebih Perhatian Dari Dirinya Sendiri?
- Bab 88 Pusat Perhatian Semua Orang
- Bab 89 Tubuhmu Begitu Jujur?
- Bab 90 Beri Kesempatan?
- Bab 91 Mau Jadi Wanita Sejatiku?
- Bab 92 Wanita Yang Sedang Jatuh Cinta Memang Berbeda
- Bab 93 Hidup yang Didambakan
- Bab 94 Ngambek?
- Bab 95 Bagaimana Menghadapinya
- Bab 96 Tidak Ada Yang Lebih Mencintaimu Daripada Aku
- Bab 97 Merebut Wanita Orang Lain
- Bab 98 Harus Memperlakukannya Dengan Baik
- Bab 99 Pelecehan Seksual Dan Kekerasan
- Bab 100 Luka Hati
- Bab 101 Masalah Ini Tidak Begitu Sederhana
- Bab 102 Takut Akan Kepergiannya Yang Mendadak
- Bab 103 Kamu Suka Dia Kan?
- Bab 104 Aku Tidak Mau Bermain-Main Lagi
- Bab 105 Aku Jatuh Cinta Dengannya, Apakah Ada Yang Salah?
- Bab 106 Perjanjian Perceraian
- Bab 107 Ayo Kita Mulai Dari Awal Hubungan Kita?
- Bab 108 Selama Aku Ingin Kamu Milikku, Maka Kamu Hanya Bisa Jadi Milikku
- Bab 109 Kalau Merindukannya, Harusnya Pergi Langsung Menemuinya Tidak Peduli Seberapa Jauh Itu
- Bab 110 Aku Hanya Mencintai Satu Pria
- Bab 111 Gunung Es Ribuan Tahun Telah Meleleh?
- Bab 112 Romantis
- Bab 113 Sifa, Wanitaku
- Bab 114 Tidakkah Harus Memberiku Penghargaan?
- Bab 115 Takut Semua Ini Hanyalah Mimpi
- Bab 116 Penurunan Suhu Secara Tiba-tiba
- Bab 117 Mengibaskan Ekor
- Bab 118 Dia Tidak Bisa
- Bab 119 Mengapa Dia Melakukan Ini
- Bab 120 Cemburu
- Bab 121 Mengambil Inisiatif
- Bab 122 Perasaan Bukan Sesuatu Yang Dapat Dikendalikan
- Bab 123 Benar-Benar Menganggap Dirimu Sebagai Anak Dari Keluarga An
- Bab 124 Aku Tidak Akan Meremehkan Seseorang Sepertimu
- Bab 125 Memasuki Ranah Hiburan
- Bab 126 Status Sosial
- Bab 127 Sekolah Akting
- Bab 128 Cari Masalah?
- Bab 129 Kesempatan Membuktikan Diri
- Bab 130 Membentuk Tim Proyek
- Bab 131 Tidak Akan Melupakan Pelajaran
- Bab 132 Kura-kura Tua Akhirnya Berubah Cerdas
- Bab 133 Membuat Rencana Baru
- Bab 134 Mengambil Langkah Yang Tidak Biasa
- Bab 135 Bermain Dengan Api
- Bab 136 Apa Kamu Merindukan Aku ?
- Bab 137 Kebuntuan Investigasi
- Bab 138 Kekalahan
- Bab 139 Bisa Terpikirkan Aku, Itu Sudah Cukup
- Bab 140 Pertikaian Yang Jelas Sekali
- Bab 141 Tidak Kenal Akrab
- Bab 142 Kemunculan Yang Mengejutkan
- Bab 143 Kehangatan Sementara
- Bab 144 Krisis
- Bab 145 Menyelamatkan Korban
- Bab 146 Juna Lai
- Bab 147 Kamu Adalah Ayah Yang Baik
- Bab 148 Penyelidikan
- Bab 149 Kebenaran
- Bab 150 Keputusan Akhir
- Bab 151 Serangan Balik Yang Kuat
- Bab 152 Tertawalah Kalau Senang
- Bab 153 Bisakah Kamu Membantuku
- Bab 154 Apa Pun Yang Terjadi, Tolong Selamatkan Anakku
- Bab 155 Punya Hak Apa Kamu
- Bab 156 Jangan Mati Di Dalam Mobilku!
- Bab 157 Kabar Baik
- Bab 158 Kamu Tunggu Saja!
- Bab 159 Beritahu Aku Kalau Itu Bukan Sungguhan
- Bab 160 Pria Lain
- Bab 161 Kamu Coba Saja
- Bab 162 Perang Dingin
- Bab 163 Rasa Cemburu Yang Berlebihan
- Bab 164 Jangan Lupa Masalah Sebelumnya
- Bab 165 Sayang, Santai saja
- Bab 166 Kesempatan Yang Bisa Disembuhkan Dari Penyakit
- Bab 167 Selamat Ulang Tahun
- Bab 168 Rencana
- Bab 169 Rencana (2)
- Bab 170 Meskipun Tidak Percaya
- Bab 171 Aku Berharap Kamu Mati
- Bab 172 Badai Rumor
- Bab 173 Dia Yang Tidak Normal
- Bab 174 Perjanjian Perceraian
- Bab 175 Menginginkannya dengan Ganas
- Bab 176 Anakku ...
- Bab 178 Apakah Kondisi Ini Bisa Membaik?
- Bab 179 Gangguan Tanpa Henti
- Bab 180 Tidak Menghalangimu!
- Bab 181 Roda Berputar
- Bab 182 Apakah Kamu Orang Dunia Hiburan!
- Bab 183 Sadar Sepenuhnya
- Bab 184 Pergi
- Bab 185 Awalan Baru
- Bab 186 Masa Lalu Yang Tidak Bisa Dikenang
- Bab 187 Bangun
- Bab 188 Curhat
- Bab 189 Marsha Pergi
- Bab 190 Tindakan Kecil
- Bab 191 Terekspos
- Bab 192 Mencari Kesempatan
- Bab 193 Selalu Merindukannya
- Bab 194 Aku Ingin Dia Mati
- Bab 195 Sherly
- Bab 196 Pernah Mencintainya
- Bab 197 Menutup Pameran Lukisan
- Bab 198 Berangkat Ke Amerika Serikat
- Bab 199 Gerakan Janin
- Bab 200 Perhatian Hendi
- Bab 201 Sama Sekali Tidak Tahu Pameran Lukis Ditutup
- Bab 202 Diam-Diam Menyelidiki
- Bab 203 Menuju Apartemen
- Bab 204 Yuli Sakit Parah
- Bab 205 Menerima Pukulan
- Bab 206 Tidak Bisa Menghadapi Tekanan
- Bab 208 Tekanan Sifa
- Bab 208 Mendatangi
- Bab 209 Terpancing Emosi
- Bab 211 Kecemasan
- Bab 212 Kabar Mendadak
- Bab 213 Perasaan Bertentangan
- Bab 213 Penyebaran Sel Kanker
- Bab 214 Pertahanan Satu-Satunya
- Bab 215 Kedatangan Decky
- Bab 217 Tubuh Yang Lemah
- Bab 218 Kemarahan Yang Tidak Terkendali
- Bab 219 Diri Yang Tidak Berdaya
- Bab 219 Tubuh Lemah
- Bab 220 Memberi Tugas Secara Rahasia
- Bab 221 Menjaga Sepenuh Hati
- Bab 222 Menerima Pengobatan
- Bab 223 Mengatur Secara Rahasia
- Bab 224 Mengenang Masa Kecil
- Bab 225 Mendadak Pulang
- Bab 226 Bertemu Yuli
- Bab 227 Suasana yang Menekan
- Bab 228 Mengetahui Balas Dendam Dari Hendi
- Bab 229 Kerahasiaan Laras
- Bab 230 Kabar Baik Mendadak
- Bab 231 Yuli Akan Segera Bangun
- Bab 232 Ariana Memicu Keributan Besar
- Bab 233 Menjerat Tanpa Akhir
- Bab 234 Melihat Trik Licik Ariana
- Bab 235 Kabar Baik
- Bab 236 Insiden Ariana
- Bab 237 Yuli Bangun
- Bab 238 Mendapatkan Tanggapan
- Bab 239 Minta Enam Milyar
- Bab 240 Sudah Boleh Pulang
- Bab 241 Terus Berpikir
- Bab 242 Kembali Normal
- Bab 243 Panggilan Telepon Dari Ibu Leng
- Bab 244 Ketenangan Yang Akan Segera Hancur
- Bab 245 Tidak Ingin Membebani Hendi
- Bab 246 Kabar Baik Yang Tiba-Tiba Datang
- Bab 247 Dipaksa Kembali
- Bab 248 Diantar Lagi Ke Gerbang Pintu Rumah Keluarga Leng
- Bab 249 Hendi Mencari Dengan Sangat Panik
- Bab 250 Menanyakan Dan Menyalahkan
- Bab 251 Mendapat Saham
- Bab 252 Bertengkar
- Bab 253 Mengingat Masa Lalu
- Bab 254 Kekecewaan Tidak Berujung
- Bab 255 Menyewa Rumah Di Luar
- Bab 256 Bertemu Dengan Laras
- Bab 257 Hendi Kembali
- Bab 258 Tragedi
- Bab 259 Mengubah Pemikiran
- Bab 260 Pertemuan Yang Canggung
- Bab 262 Benar-Benar Kehilangan Harapan
- Bab 262 Sengketa Di Ruang Tamu
- Bab 264 Jatuh
- Bab 265 Mencoba Membuat Tuduhan Palsu
- Bab 266 Pertengkaran Antar Teman Baik
- Bab 267 Pikiran Yang Jahat
- Bab 268 Dia Sedang Berbohong
- Bab 269 Melakukan Kepalsuan
- Bab 270 Damai
- Bab 271 Tes DNA
- Bab 272 Ayo Bicarakan Ini Denganku
- Bab 273 Penghinaan
- Bab 274 Dilema
- Bab 275 Dilema
- 276 Menolak Cek
- 277 Berkomunikasi dengan Kakek
- BAB 278 Kecewa
- 279 Dalam Suasana Hati yang Buruk
- Bab 280 Bertemu Hendi Di Bar
- Bab 281 Main Tangan
- Bab 282 Kembali Ke Rumah Keluarga Leng
- Bab 283 Punya Pemikiran Masing-masing
- Bab 284 Diperingatkan
- Bab 285 Tidak Boleh Mengalah
- Bab 286 Dikalahkan
- Bab 287 Tidak Puas
- Bab 288 Kekhawatiran
- Bab 289 Diskusi Tak Berhasil
- Bab 290 Rapat di Ruang Kerja
- Bab 291 Tiga Persyaratan
- Bab 292 Mengikat
- Bab 293 Pembagian Warisan
- Bab 294 Mengobrol Secara Terbuka