Marriage Journey - Bab 45 Menjadi Asistennya?

Decky tidak pernah memberikan menjelaskan panjang lebar, dia berkonsentrasi melihat dokumen di depannya, meninggalkan Laras yang kebingungan.

Laras tidak tahu apa yang dilakukan dirinya seharian ini dan bagaimana memberitahu Sifa masalah ini.

Decky membuka komputernya memperhatikan setiap gerakan wanita ini di CCTV.

Wanita ini sepertinya tidak melakukan apa-apa sepanjang hari, selain mengobrol dengan Pelayan, makan, tidur, kecuali pada hari Minggu mengikuti beberapa kelas.

Hukum kehidupan sepertinya seperti ini, tidak berwarna.

Decky mengingat kejadian sebelumnya, sepertinya dalam ingatannya, wanita ini tidak banyak bicara, dia selalu diam dimana pun, sebaliknya Yuli yang selalu tertawa bahagia membawakan kebahagiaan pada dirinya.

Hanya saja, begitu mengingat Yuli terbaring di rumah sakit karena keegoisan wanita ini, perasaan benci Decky kepada Sifa langsung muncul.

Wanita ini melakukan itu semua bukankah hanya untuk tetap berada di sisinya? Ok, sekarang aku akan mengabulkan permintaannya.

Decky mendengus dingin dan mematikan komputer, lalu fokus pada pekerjaannya sendiri.

Sifa duduk di sofa, memandang Bibi Wu yang sibuk, lalu tersenyum berkata: “Aku merasa kalian yang seperti ini seperti manusia hidup, tidak seperti diriku yang tidak melakukan apa-apa sepanjang hari, bahkan merasa nyawa itu sangat langka dan berharga.”

Tidak tahu apa yang terjadi dengan Sifa, akhir-akhir ini bersikap aneh dan raut wajahnya tampak kusam.

Bibi Wu menghentikan pekerjaannya, menatap Sifa dengan sedih: “Nak, aku tidak tahu apa yang terjadi antara kamu dan tuan, tapi aku merasa anak seusiamu seharusnya bahagia.”

Sifa tersenyum tidak berdaya: “Iya, aku tidak boleh terus hidup dalam lingkungan seperti ini, menjadi seseorang yang tidak aku sukai.”

Setelah Sifa mengatakannya, dia mengangkat bahunya dengan tidak berdaya, tidak tahu berapa kali dia mengalami perasaan ingin melawan tapi merasa tidak berdaya.

Setiap kali berhadapan dengan Decky, dirinya melemah dan hanya ingin berada di sisinya, tidak peduli apa pun statusnya.

Bibi Wu menggelengkan kepala, tidak tahu harus menjawab apa, dirinya sudah lama bekerja di sini, jadi tahu sedikit hubungan tidak baik Sifa dan Decky.

Laras berdiri di dalam kantor, mengangkat telepon ingin menelepon Sifa, tapi dia tidak memiliki keberanian dan meletakkan tangannya lagi.

Laras sudah berdiri di sini selama setengah jam, tapi tetap tidak bisa menelepon nomor itu, dirinya tidak pernah seperti ini di hadapan para pimpinan perusahaan.

Dirinya selalu mengingat tatapan tegas Sifa, berkata kepada Indri masalah temannya.

Laras sedikit marah, tidak tahu mengapa dirinya selalu memikirkan masalah ini, jelas-jelas dirinya tahu Sifa istri Decky.

Laras ragu cukup lama, hingga akhirnya mengumpulkan keberanian menelepon Sifa, jantung Laras yang gelisah berdebar kencang.

Sifa hampir tertidur di sofa, ketika dia mendengar teleponnya berdering, Bibi Wu segera mengambil hp menyerahkan ke Sifa.

Sifa melirik nomor yang menelepon menampilkan nama Laras, lalu tersenyum menyeringai.

Kemudian menjawab telepon, suaranya sangat lembut: “Laras, ada apa?”

Laras gugup, tidak tahu harus berkata apa, dengan sedikit malu di wajahnya:“Aku ingin memberitahumu sesuatu.”

Sifa sedikit terkejut, Laras dan dirinya tidak pernah berhubungan, sekarang kenapa dia tiba-tiba ingin mengatakan sesuatu padaku.

Sifa mengerutkan kening, berkata: “Katakanlah.”

Laras menarik nafas dalam-dalam, berkata kepada Sifa: “Decky berkata, dia ingin kamu besok bekerja di perusahaan menggantikan posisi asisten yang dipecat.”

Sifa sedikit terkejut sampai terdiam, dia tidak percaya Decky meminta drinya pergi ke perusahaan menjadi asistennya?

Melihat Sifa tidak berbicara, Laras berdeham: “Decky berkata, kamu tidak ingin diam.”

Bibi Wu yang melihat Sifa terus memegang hp tidak berbicara, dengan lembut memanggil nama Sifa dua kali: “Non…”

Sifa baru tersadar, lalu memastikan perkataaan Laras yang tidak meyakinkan sekali lagi: “Kamu yakin memanggilku menjadi asistennya?”

Laras menganggukkan kepala: “Ehn.”

Sifa tidak mengucapkan sepatah kata pun, tindakan Decky tiba-tiba menjadi sulit ditebak.

Setelah Laras menjelaskan secara singkat kepada Sifa, dia langsung mematikan telepon.

Sifa duduk di sofa, tertegun menatap lurus ke depan, tidak bereaksi terhadap apa yang dikatakan Laras.

Sampai Sifa memastikan hal tadi kepada Bibi sekali lagi, Bibi Wu mengatakan memang benar ada seseorang yang meneleponnya.

Sifa baru sadar, ternyata semuanya benar.

Decky duduk di depan komputer, mengamati dokumen yang berada di tangannya sambil melihat jam, entah kenapa waktu hari ini berjalan dengan lambat.

Dirinya sangat ingin segera pulang melihat ekspresi wanita itu, begitu mengingat hal ini, tatapan Decky tiba-tiba menjadi energik.

Sifa duduk di kamarnya sepanjang sore, dia tahu Decky pasti berniat jahat sengaja mengatakan dirinya sangat bosan.

Paling ingin menahan dirinya di sisinya atau mencari kesempatan untuk menyiksa dirinya dan tidak puas dengan situasinya saat ini.

Jelas-jelas Sifa tahu, tapi begitu mengingat setiap hari bisa bertemu dengan Decky, Sifa diam-diam tersenyum.

Decky tergesa-gesa meninggalkan kantor sebelum jam pulang kerja

Laras duduk di kantor menghela nafas dalam-dalam.

Decky berjalan lurus melewati ruang tamu, melihat Bibi berdiri di ruang tamu menyiapkan makanan.

Decky mengerutkan kening tidak senang, menatap pintu kamar yang ditutup rapat di lantai atas dan bertanya kepada Bibi : “Dia pergi kemana?”

Bibi Wu sudah lama di sini, tapi jarang melihat Decky ditambah jarang berbicara dengannya.

Dia menatap Decky dengan panik, menjawab: “Nona keluar, ada orang yang menelepon nona mengatakan ada urusan.”

Decky menyipitkan mata, tatapannya menyeramkan, sudah jam segini siapa yang mengajaknya keluar?

Decky tampak kesal, berbalik pergi tanpa mengatakan apa pun, Bibi Wu juga berbalik acuh tidak acuh mengerjakan pekerjaannya, dirinya sudah pernah mendengar sikap ketidakpedulian tuan muda.

Decky duduk di sofa, mengeluarkan hp menelepon Sifa, berkata dengan suara suram: “Aku beri kamu waktu 20 menit untuk segera datang ke hadapanku, aku ada di vila.”

Setelah itu, dia langsung mematikan telepon, tidak memberikan Sifa kesempatan untuk menjelaskan.

Sifa dan Yanis Shen duduk di dalam cafe. Ekspresi Sifa menjadi sangat jelek, lalu segera menyimpan hp dan bangkit.

“Yah, kamu cari tempat tingal, aku pulang dulu, aku akan menyelesaikan masalah ibu.”

Sifa segera bangkit, mengambil tasnya dan berkata pada Yanis Shen.

Yanis Shen menganggukkan kepala, melihat ekspresi Sifa yang jelek, dirinya tahu siapa yang menelepon barusan dan ada sedikit kekhawatiran di wajahnya.

Novel Terkait

Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
3 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
4 tahun yang lalu
Diamond Lover

Diamond Lover

Lena
Kejam
4 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
The Break-up Guru

The Break-up Guru

Jose
18+
4 tahun yang lalu
Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu