Marriage Journey - Bab 79 Dia Sedang Sakit, Penyakit Yang Tidak Dapat Disembuhkan

Decky mengerut alis dan menatap Laras dengan tatapan tidak senang, bagaimanapun waktu kedatangan Laras benar-benar tepat sekali.

Decky mengangkat alis dan berjalan ke hadapan Laras, lalu berkata dengan nada bermain: "Kamu benar-benar hebat memilih waktu ya?”

Laras tentu saja mengerti dengan maksud pembicaraan Decky, sehingga sedikit menggerakkan pundak dan berkata: "Kakek Leng suruh kita pulang, aku juga tidak berani menunda.”

Decky tidak berbicara lagi, dia mengambil jaket dan berjalan ke arah luar.

Sifa tidak muncul di ruangan Decky lagi hingga waktu sebelum pulang kerja, apabila memikirkan kejadian di dalam ruangan, wajahnya merah merona lagi.

Sifa pulang ke rumah, saat ini bibi Wu telah selesai memasak. Setelah makan sejenak, perut Sifa terasa mual lagi.

Sifa menutupi mulut sendiri dan berlari ke arah kamar mandi, bibi Wu memperhatikan di belakangnya dengan reaksi cemas.

Sifa berjongkok di hadapan kloset dan sepertinya telah memuntahkan semua makanannya pada semalam.

Saat ini mulutnya terasa pahit, bagian perutnya tetap saja terasa sakit, air mata masih melekat di sudut mata Sifa, bagian dadanya terus bergerakan karena nafas yang terengah-engah.

Dalam waktu dekat ini dia semakin sering muntah, Sifa mengelus perut sendiri, lalu mengeluarkan ponsel dan menghubungi Hendi.

Muntahan Sifa bahkan mengandung darah, sudut bibir Sifa masih ada jejak darah yang melekat.

Sifa sangat khawatir, dia menelepon Hendi dengan hati yang tidak tenang, namun ponsel Hendi tetap saja berada di dalam kondisi tidak aktif.

Sifa mengerut alis, wajahnya sangat pucat dan lemah, setelah itu dia berdiri dengan langkah yang terhuyung.

Bibi Wu melihat Sifa keluar dari toilet, sehingga langsung menghampirinya dan berkata: "Nona, kamu kenapa?”

Sifa melambaikan tangan: "Tidak apa-apa bibi Wu, hanya mual karena hamil.”

Sifa berjalan ke arah sofa dan berbaring dengan tubuh yang lemah, dia memejamkan kedua matanya, tangannya terus menekan pada bagian lambungnya.

Sifa benar-benar tidak sanggup menahan rasa kram yang terus berlanjut di perutnya, sehingga mengerut alis dengan penuh kesengsaraan.

Bibi Wu melihat Sifa yang begitu sengsara, sehingga buru-buru menuangkan air hangat untuknya, agar air hangat tersebut dapat meredakan rasa kesakitan pada tubuh Sifa.

Sifa meringkuk di sofa dan tidak bertenaga sama sekali, keringatnya terus menetes dari bagian dahinya.

Pada saat ini Sifa hanya merasa ada sesuatu yang sedang menimpa bagian dadanya, setelah batuk dengan kuat, darah yang merah langsung memuncrat dari mulutnya.

Sifa menahan bagian dadanya dan terus mengambil nafas, namun bagaimanapun dia tetap saja tidak dapat meredakan nafasnya, nafasnya seolah-olahnya menjadi semakin menyesakkan.

Sifa mengeluarkan ponsel dari tasnya dengan tangan yang gemetar, bayangan pertama yang muncul di dalam otak pemikirannya adalah Decky, namun saat ini dia tidak dapat memberitahukan penyakitnya kepada Decky.

Sifa menghubungi ponsel Hendi untuk kedua kalinya, namun tetap saja tidak ada yang mengangkat teleponnya.

Kedua mata Sifa sudah tidak sanggup membaca tulisan di layar ponsel lagi, kesadarannya sudah semakin memudar, dia tidak dapat memberitahukan hal ini kepada Decky, sementara Hendi juga tidak mengangkat teleponnya.

Sifa tiba-tiba menemukan nomor ponsel Laras dari ponselnya, oleh sebab itu dia menghubungi Laras dengan mempertahankan harapan terakhirnya.

Saat ini Decky dan Laras telah tiba di keluarga Leng, halaman yang luas ini sepertinya tidak terlalu banyak orang, keadaannya juga terkesan sepi dan sunyi.

Decky tidak menyukai rumah tersebut, sejak ibunya meninggalkannya, dia tidak pernah berkesan baik terhadap bangunan tersebut lagi.

Decky melangkah cepat ke ruang tamu dan melihat Braham yang duduk di sana, Decky menghampiri dengan tanpa wajah yang tidak berekspresi.

Ponsel Laras terus bergetar, siapakah yang akan menelepon dirinya pada waktu seperti ini?

Laras mengeluarkan ponselnya dan melirik sekilas, nama yang tertera di layar adalah Sifa, hal ini membuat Laras merasa panik dalam seketika.

Kakek Leng berdiri sambil tersenyum dengan wajah yang ramah, lalu menatap Decky dan Laras sambil berkata: "Di waktu seperti ini memanggil kalian memang terlalu mendadak, duduklah.”

Decky menjawab dengan nada datar: "Kakek, ada apa sampai memanggil aku dan Laras ke sini?”

Decky menjawab dengan terus terang dan tanpa ragu.

Laras menggenggam ponselnya dengan erat, saat ini dia sama sekali tidak bisa konsentrasi dengan pembicaraan kakek Leng lagi.

Laras mengumpulkan keberaniannya secara tiba-tiba, dia berdiri dan membungkuk pinggang terhadap kakek Leng, setelah itu meminta maaf padanya: "Maaf kakek, aku ada sedikit perlu, jadi pulang dulu.”

Pada saat Decky dan Braham masih belum menyadari kembali, Laras sudah langsung beranjak keluar.

Setelah keluar dari rumah, Laras langsung menekan tombol menerima panggilan, suaranya membawa sedikit jejak panik, Sifa tidak pernah mencari dirinya pada waktu seperti ini, kecuali memang ada urusan penting yang tidak dapat diselesaikan dirinya.

Apabila memikirkan kejadian penculikan yang terjadi pada Sifa, dalam hati Laras merasa sangat takut.

“Halo, kenapa?” Dalam hati Laras mulai panik dengan tanpa sebab.

Sifa hampir kehilangan kesadaran dan meringkuk di atas sofa, akhirnya ada yang mengangkat teleponnya.

Sifa merasa senang dan bersyukur, setelah itu mulai berkata dengan suara yang serak dan terputus-putus: "Laras …. Boleh …. membantu aku?”

Laras sangat kaget, ternyata Sifa memang terjadi sesuatu, Laras langsung beranjak ke tempat parkir dan bertanya dengan nada tinggi: "Kamu jangan panik, kamu di mana? Aku langsung ke sana.”

Pada sepanjang jalan Laras terus menerobos lampu merah, dia menginjak gas untuk meningkatkan kecepatannya, namun rasanya tetap saja sangat lambat.

Dalam hati Laras terus berdoa, semoga Sifa jangan terjadi sesuatu.

Pada saat Laras tiba di tempat, Sifa sudah pingsan, bibi di rumah sedang berdiri di sisi Sifa dengan tubuh yang terus gemetar.

Laras menerobos masuk dan menjerit nama Sifa dengan sekuatnya: "Sifa!”

Namun Sifa sama sekali tidak bereaksi apapun, Laras tidak sempat banyak menjelaskannya lagi, dia memeluk Laras dan langsung berangkat ke rumah sakit.

Laras sedikit membuka matanya, ada rasa sakit yang menyebar dari punggung telapak tangannya, dia berusaha untuk bangun dan duduk.

Namun pada saat ini dia sama sekali tidak dapat bergerak, wajahnya yang pucat penuh dengan jejak sengsara, dia sama sekali tidak bertenaga lagi, Laras yang berdiri di samping langsung menyadari Sifa yang telah sadar diri, sehingga wajahnya langsung menampakkan senyuman lega.

“Kamu sudah sadar ya? Bagaimana keadaannya?” Nada bicara Laras penuh dengan kesan perhatian.

Sifa menggeleng kepalanya yang sedikit pusing, lalu menjawab dengan suara yang ringan: "Sudah lumayan, Laras, terima kasih ya untuk masalah malam ini !”

Mata Sifa penuh dengan tatapan ketulusan, dia berusaha memperlihatkan sebuah senyuman.

Dalam hati Laras terasa sedih, pada saat dirinya tiba di tempat, mulut Sifa sudah penuh dengan jejak darah, bahkan wajahnya juga sangat pucat.

Laras menarik sudut bibir dan melambaikan tangannya: "Hanya masalah kecil saja !”

Saat ini dokter berjalan masuk, sebelumnya suster telah menyuntikkan obat mereda nyeri kepada Sifa, oleh sebab itu Sifa masih merasa sedikit pusing dan tidak terlalu sadar.

Dokter memanggil Laras dengan suara ringan, lalu berkata dengan nada simpati: "Anak muda, aku sudah melakukan penelitian dan pemeriksaan terhadap anak itu, ada beberapa hal penting, sepertinya aku mesti kasih tahu kamu.”

Laras mengerut alis dan sedikit mengangguk kepalanya.

Dokter melirik Sifa yang berbaring di atas kasur: "Dia sudah hamil, tetapi apakah kamu tahu? Dia juga sedang sakit, dia mengidap kanker lambung stadium terakhir.”

Setelah itu Laras bagaikan disambar petir, dia melotot bulat kedua matanya untuk menatap dokter, wajahnya penuh dengan reaksi enggan percaya.

“Penyakit apa? Kanker lambung? Ada salah tidak?” Mata Laras memerah dalam seketika, dia membentak kepada dokter dengan emosional yang sedikit kehilangan kendali.

Dokter sudah sering menghadapi keadaan ketika anggota keluarga pasien tidak dapat menerima kenyataan yang terjadi.

Novel Terkait

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
4 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
3 tahun yang lalu
Unperfect Wedding

Unperfect Wedding

Agnes Yu
Percintaan
5 tahun yang lalu
 Istri Pengkhianat

Istri Pengkhianat

Subardi
18+
4 tahun yang lalu
Love And War

Love And War

Jane
Kisah Cinta
3 tahun yang lalu
Villain's Giving Up

Villain's Giving Up

Axe Ashcielly
Romantis
3 tahun yang lalu