Marriage Journey - Bab 18 Orang Seperti Apa

Sifa menunduk dan tidak tahu bagaimana menjawab pertanyaan ibunya, kemudian berpikir untuk tidak memberitahu orangtuanya mengenai kehamilannya sementara waktu.

Lagipula, masa depan anak ini masih menjadi sebuah pertanyaan. Sifa memegang tangan Farah ; "Bu, kami masih muda dan punya rencana sendiri, jangan khawatir."

Farah mengangguk dan mulai membereskan peralatan makan, Sifa berdiri dan ingin membantu Farah, tetapi begitu Sifa berdiri, pandangannya menjadi gelap.

Tubuhnya melemah, Sifa membungkuk dan menahan meja, telinganya mendengar suara ayah dan ibu sedang memanggil namanya.

Setelah beberapa saat, Sifa berdiri dengan terhuyung-huyung. Ayah yang berada di sebelahnya dengan cemas memegang tangan Sifa dan bertanya, "Kamu kenapa, Sifa? Apakah tubuhmu tidak sehat?"

Farah berkata dengan terburu-buru: "Kenapa, apakah kamu sakit, apakah perlu langsung ke rumah sakit?"

Setelah beberapa waktu, Sifa kembali sadar secara perlahan, kemudian Sifa dengan cepat menggelengkan kepala kepada orang tuanya dan berkata sambil tersenyum: "Tidak apa-apa, aku hanya duduk terlalu lama, tekanan darahku tidak naik saat aku berdiri. Tidak apa-apa, kondisiku sangat baik."

Sifa pura-pura seperti tidak ada masalah dan karena takut orang tuanya mencurigai keanehannya, Sifa kemudian mulai mengambil piring yang belum selesai di ambil oleh ibunya.

Sifa tidak tidur semalaman. Decky jarang pergi ke vilanya, tetapi belakangan ini dia datang lebih sering.

Tidak tahu seperti apa eskpresi Decky saat melihat Sifa tidak ada di rumah, dan kondisi kesehatan Sifa semakin memburuk.

Sifa menghela nafas memikirkan hal ini, dia tidak bisa tidur dan hanya berbaring di tempat tidur hingga pagi, Sifa bangun dengan sepasang mata panda.

Karena putrinya baru saja kembali setelah sekian lama, Farah dan suaminya bergegas keluar untuk membeli barang, siang harinya, mereka ingin membuat sesuatu yang lezat untuk Sifa.

Sifa membuka matanya di pagi-pagi buta dan melihat ponselnya, di layar terlihat banyak sekali panggilan masuk yang tak terjawab, beberapa di antaranya dari Hendi dan ada juga dari Decky.

Sifa yang tadinya masih linglung seketika langsung sadar dan ingin menelepon Decky. Setelah dipikir-pikir, Sifa meletakkan lagi ponselnya.

Decky hanya ingin memenjarakan Sifa, hidup ataupun mati tidak ada hubungan dengannya, lagipula, saat ini Decky mungkin juga sedang bekerja, jadi tidak mungkin akan menjawab teleponnya.

Sifa bangkit dan berkemas, setelah selesai berkemas, dia segera berjalan keluar halaman. Saat dia kembali ke rumah, langit sudah gelap, jadi dia tidak melihat perubahan di halaman rumahnya.

Kebetulan hari ini cuacanya sangat baik. Matahari musim gugur terasa sangat nyaman. Sifa mengenakan gaun putih dan rambutnya terurai di pundaknya.

Sifa duduk di bangku halaman. Kemudian mulai menyadari bahwa orang tuanya telah menanam begitu banyak jenis bunga di halaman.

Saat masih kecil, Sifa dan Hendi suka bermain di halaman rumah ini. Pada saat itu, Sifa selalu suka berjalan di belakang Hendi.

Sifa duduk di halaman dan melihat sekeliling tempat ini, semuanya penuh kenangan, seolah-olah semuanya baru saja terjadi, tetapi jika dipikirkan lagi,

tampaknya sudah lewat beberapa tahun yang lalu, Sifa tersenyum dan menundukkan kepalanya,kemudian menutup matanya dan menenangkan dirinya, jari-jari tangannya memutari perutnya yang masih rata.

"Melihatmu seperti ini, tampaknya kamu merindukan rumah, makanya saat ini kamu memilih untuk kembali ke sini, benar kan Sifa!"

Pada saat ini, terdengar suara Hendi, Sifa membuka matanya dan melihat Hendi berdiri di depan matanya dengan senyuman lembut.

Sifa sedikit terkejut, berhadapan dengan Hendi, Sifa tidak tahu harus bagaimana menghadapinya.

Ekspresi wajah Sifa terlihat sedikit canggung, tetapi seketika ditutupi oleh senyum: " Hendi, mengapa kamu ada di rumah?"

Hendi berjongkok dan menatap lurus ke arah Sifa : "Sifa, aku tahu kamu tidak ingin melibatkan aku dalam masalahmu. Aku juga tahu bahwa hubunganmu dengan Decky tidak normal."

Hendi berhenti sejenak, melihat Sifa yang masih diam, Hendi melanjutkannya lagi: "Aku tahu aku seharusnya tidak ikut campur dengan urusanmu, tetapi saat ini kamu sedang hamil, kesehatanmu sangat penting, aku juga melihat bagaimana Decky memperlakukan dirimu, apakah kamu pikir aku bisa membiarkan kamu pergi begitu saja? "

Sifa mengerti maksud Hendi dan kemudian menatap Hendi dengan senyum sedih sambil membelai perutnya: " Hendi, aku mengerti maksudmu dan aku akan melindungi diriku sendiri dengan baik."

Hendi merasa sangat sedih melihat Sifa yang tersenyum tak berdaya, mengapa dirinya tidak bisa menyadari isi hatinya lebih awal.

Setelah Hendi dan Sifa berpisah, Hendi sendirian pergi ke Amerika Serikat. Pada saat itu, Hendi baru menyadari bahwa dirinya sudah terbiasa dengan kehadiran Sifa di sampingnya.

Waktu itu, Hendi masih berpikir mereka berdua hanyalah persahabatan murni, tetapi setelah pergi, Hendi baru menyadari bahwa dirnya benar-benar menyukai Sifa.

Hendi tidak mendengar bujukan dari orang tua dan teman-teman sekelasnya, dia melepaskan masa depannya yang cemerang di Amerika Serikat, dan kembali ke daerah tempat tinggal Sifa.

Tetapi saat bertemu kembali dengan Sifa, Hendi mendapatkan kabar bahwa Sifa sudah menjadi istri orang dan menderita kanker, dan suami Sifa sama sekali tidak menyukai Sifa.

Hendi tersenyum sedih secara diam-diam, kemudian menundukkan kepalanya dan tidak berbicara. Sifa menatap Hendi, dia tidak bisa menahan diri dan meminta maaf dalam hatinya.

Tapi saat ini, Sifa tidak boleh mendengarkan Hendi, Hendi tidak begitu tahu tentang masalahnya. Hubungan Sifa dengan Decky sangat rumit.

Hendi menenangkan pikirannya dan tiba-tiba berkata sambil tersenyum, "Sifa, apakah kamu masih ingat waktu kecil, kamu suka mengikutiku dari belakang dan memanggil namaku. Waktu itu, kita benar-benar bahagia."

Sifa mengangguk, "Iya, Hendi, waktu kecil masih tidak mengerti apa-apa, setiap kali aku kembali ke sini, aku pasti mengingatnya."

Hendi berbalik dan menyandarkan tubuhnya. Kedua matanya yang cerah memandang Sifa dan berkata dengan serius, "Sifa, jangan lupa dengan dirimu waktu kecil, dan jangan lupa dengan harapan yang kamu inginkan saat kamu tumbuh dewasa. "

Sifa memandang Hendi dan air matanya tiba-tiba mengalir. Hendi telah menjadi seperti yang diimpikan waktu kecil,

menjadi seorang dokter yang bisa menyelamatkan hidup orang, tetapi Sifa sendiri, telah menjadi seseorang yang bukan dirinya mau, dia telah mencintai Decky selama tiga tahun dan semuanya sia-sia selama tiga tahun.

Sifa menundukkan kepalanya dan berhenti berbicara. Sifa dan Hendi kembali tenang. Tangan Hendi menepuk pundak Sifa dengan lembut dan Sifa tidak menolak.

Di malam harinya, Setelah Farah mendapatkan kabar bahwa Hendi juga kembali, Farah menyiapkan makanan dan memanggil Hendi untuk makan bersama. Hendi membeli banyak produk kesehatan saat datang ke rumah Sifa.

Dan dengan sopan memberinya kepada orang tua Sifa, Farah memandang pemuda yang dulunya masih kecil sekarang sudah tumbuh dewasa.

Dengan berlinangan air mata, Farah memandang Hendi dan berkata, "Lihatlah, Hendi sudah tumbuh begitu tinggi. Waktu pergi ke Amerika Serikat, kami semua merasa tidak rela dan sekarang sudah sukses, bibi merasa sangat bahagia."

Novel Terkait

Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Perjalanan Selingkuh

Perjalanan Selingkuh

Linda
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu
 Habis Cerai Nikah Lagi

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Thick Wallet

Thick Wallet

Tessa
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
4 tahun yang lalu
The Winner Of Your Heart

The Winner Of Your Heart

Shinta
Perkotaan
5 tahun yang lalu