Marriage Journey - Bab 118 Dia Tidak Bisa

Bahkan Sifa sendiri juga tidak tahu kapan dia mengeluarkan ponsel dan menelepon Laras.

Setelah Laras tiba, seluruh tubuh Sifa bergetar kedinginan, bibirnya membiru dan tangannya yang memegang ponsel menjadi kaku.

Laras melepaskan mantel dan meletakkannya di bahu Sifa, dia memapah Sifa yang tidak berhenti bergetar dan berkata dengan lembut "Apa yang telah terjadi?"

Pandangannya penuh dengan belas kasihan.

Mata Sifa penuh dengan air mata, ketika Laras tiba, emosionalnya tiba-tiba meningkat.

Sifa berjongkok dan memeluk dirinya sendiri, tiba-tiba hilang kendali dengan emosinya, Sifa memandang Laras dengan bingung dan tersenyum berkata "Laras, apakah aku terlihat sangat kasihan?"

Laras berjongkok, menunjukkan ekspresi penuh kesedihan di wajahnya dan mengulurkan tangan menepuk punggung Sifa dengan lembut "Tidak, kamu adalah orang terbaik dalam hatiku."

Sifa juga tidak tahu apa yang telah terjadi, tapi dirinya tidak bisa menahan tangis, dia sudah lama tidak pernah hilang kendali seperti saat ini.

Tidak tahu berapa lama Sifa menangis, lalu tanpa sadar tertidur di pelukan Laras dan Laras tidak menghibur Sifa sama sekali.

Dia hanya mendengarkan kata-kata Sifa dengan tenang, lalu mengangguk.

Laras memeluk Sifa, yang tidak berhenti menangis dan tidak bertenaga, dia baru menyadari ternyata Sifa begitu ringan. Jelas telah hamil empat atau lima bulan, tapi tidak jauh beda dengan sebelumnya dan bahkan lebih ringan dari sebelumnya.

Laras mengantar Sifa ke tempat tinggalnya, melepaskan mantel Sifa yang telah basah, kemudian meletakkan Sifa dengan lembut.

Mata Sifa sedikit merah dan bengkak karena terlalu lama menangis.

Dan bekas air mata di wajahnya juga terlihat jelas, Laras meletakkan Sifa, lalu duduk di tepi ranjang untuk waktu yang lama dan enggan untuk pergi.

Meskipun sudah tahu Sifa bukan miliknya dan juga tahu tidak seharusnya memiliki perasaan padanya.

Tetapi manusia selalu seperti ini, semakin tidak bisa mendapatkannya, mereka akan semakin menginginkannya.

Laras mengulurkan tangan menyentuh wajah Sifa yang pucat, dia dapat merasakan kedinginan tubuh Sifa.

Laras menyalakan alat pemanas, lalu berjalan mendekati Sifa, melihat wajahnya perlahan-lahan kembali memerah.

Begitu keluar, langsung melihat seseorang duduk di aula, Gustian duduk di sofa dengan kaki menyilang, mengangkat alis dan tersenyum berkata “Kenapa? Kamu mulai belajar menyembunyikan wanita dalam rumah?”

Laras memahami Gustian sejak kecil, dia tidak akan muncul di rumahnya tanpa tujuan, lagipula tidak ada bawahannya yang datang memberitahunya.

Laras mengerutkan kening dan berdiri di depan Gustian, berkata "Kamu seharusnya berada di hotel saat ini, kapan kamu datang ke sini?"

Laras berbalik dan bertanya dengan samar.

Laras berpura-pura tenang, tapi disaat berbalik, ekspresi khawatir muncul di wajahnya.

Gustian perlahan-lahan berdiri dan berjalan mendekati Laras yang berdiri dengan punggung menghadapnya, lalu berkata dengan sedikit senyuman di wajahnya "Laras, apa yang aku pikirkan, hatimu seharusnya sangat jelas."

Pandangan Gustian tiba-tiba menjadi tajam dan mulutnya tiba-tiba berkata dengan tidak senang "Wanita itu muncul di dompetmu dan sekarang digendong ke dalam kamarmu dan yang terpenting wanita itu milik Decky."

Gustian melihat kamar tidur di lantai atas dan menatap Laras dengan tatapan penuh makna.

Laras berbalik, matanya saling bertatapan dengan Gustian.

Kata-kata Gustian sepertinya sedang mengingatkan Laras, Laras tiba-tiba tidak bisa mengonsentrasikan pikirannya.

Melihat kepanikan Laras, Gustian berjalan ke depannya dengan tatapan penuh amarah "Wanita itu milik Decky, kamu seharusnya tahu, kamu jelas mengetahui dia milik seseorang, tapi masih jatuh cinta padanya?"

Gustian menatap Laras dan bertanya.

Laras terburu-buru menyembunyikan kepanikannya, berbalik dan membantah Gustian dengan keras dan berkata "Masalah ini tidak ada hubungannya denganmu, tidak peduli iya atau tidak, kamu juga tidak dapat mengendalikannya, lagi pula aku tidak tertarik padanya."

Selesai berkata, Laras berbalik, ekspresi di wajahnya jelas berbohong.

Gustian memandang Laras dan tertawa terbahak-bahak "Laras, aku telah mengenalmu selama belasan tahun, bagaimana mungkin aku tidak bisa melihatnya, pertama kali aku melihat wanita ini, aku sudah tahu kamu pasti menyukainya, tidak perlu berdalih."

Laras tidak berkata, di depan Gustian, dia benar-benar tidak pandai berdalih dan berbohong.

Laras berdiri di tempat dan mengeluarkan sebatang rokok dari sakunya, dia menyesapnya dengan kuat, bau rokok langsung memenuhi seluruh mulutnya.

Melihat Laras tidak berkata, Gustian mengambil langkah maju dan menepuk bahu Laras "Laras, aku tahu bagaimana rasanya menyukai seseorang, kamu bisa merebut wanita mana pun, tapi itu milik Decky, jangan pernah berpikir tentang itu. Kita tumbuh bersama sejak kecil, aku rasa kamu tahu lebih jelas dari siapapun."

Gustian menundukkan kepalanya, dia menggerakkan sudut mulutnya dan terus berkata "Aku tidak pernah merebut sesuatu dengannya, mungkin kali ini aku terlalu kepo, tapi aku benar-benar berharap kamu dapat melihat jelas apa yang sedang kamu lakukan."

Gustian berkata dengan sungguh-sungguh pada Laras.

Laras memadamkan rokok di tangannya, tatapannya agak kosong " Gustian, aku tahu diriku tidak bisa menyembunyikannya padamu, aku menyukai seseorang selalu menunjukkannya di wajah dan tidak bisa menyembunyikan apa pun."

Laras berbalik dan berkata pada Gustian, Gustian mengangguk dengan lembut.

"Kalau kamu tahu, aku tidak akan banyak bicara. Kamu harus mengerti apa yang sedang kamu lakukan, tidak peduli itu dulu atau sekarang."

Setelah selesai berkata, Gustian mengambil mantel hitamnya di sofa dan mengangguk pada Laras lalu berjalan menuju pintu, tidak ada sapaan dan bujukan yang berlebihan.

Laras berdiri sendirian di aula dan menatap pintu kamarnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Sifa hanya merasa seluruh tubuhnya kedinginan dan kata-kata yang diucapkan Decky terus bergema di pikirannya, orang kasihan yang mengibaskan ekor dan memohon belas kasihan…...

Tidak peduli bagaimana dirinya ingin melupakannya, kata-kata itu seperti kutukan selalu memenuhi pikirannya.

Sifa terbangun dalam keadaan linglung dan menemukan dirinya sedang tidur di ranjang yang empuk, suhu ruangan yang hangat membuat Sifa merasa jauh lebih nyaman.

Sifa melihat ke sekeliling dan menemukan bahwa ini adalah kamar tidur pria, dengan warna abu-abu dan furnitur sederhana tapi indah, dalam sekilas, bisa tahu itu pasti kamar pria.

Sifa perlahan-lahan berdiri, mantel yang dia kenakan telah dilepaskan.

Karena terlalu lama berada di bawah salju, seluruh tubuh Sifa terasa kebal dan pusing.

Sifa membuka pintu kamar, berjalan terhuyung-huyung, seolah-olah akan pingsan di detik berikutnya

Novel Terkait

My Superhero

My Superhero

Jessi
Kejam
4 tahun yang lalu
Awesome Guy

Awesome Guy

Robin
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
4 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
3 tahun yang lalu
I'm Rich Man

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
3 tahun yang lalu
The Comeback of My Ex-Wife

The Comeback of My Ex-Wife

Alina Queens
CEO
4 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu