Marriage Journey - Bab 92 Wanita Yang Sedang Jatuh Cinta Memang Berbeda

Untuk pertama kalinya, Sifa naik taksi dan datang ke perusahaan dengan tergesa-gesa. Sebelum tiba di kantor, dia bertemu Marsha di pintu masuk lift.

Melihat Sifa tersenyum ceria, Marsha berkata sambil menatapnya "Chch, ceritakan apa yang terjadi. Sekarang semua orang yang memiliki antena panjang tahu bahwa kamu dan Direktur Leng . . . . ."

Ekspresi Marsha yang seolah tersenyum membuat Sifa merasa dia sangat genit.

Sifa tersenyum tipis "Kepo sekali kamu. Kalau kamu sudah tahu, untuk apa kamu bertanya padaku lagi?"

Sifa berkata dengan suara santai, tapi bernada emosi.

Marsha langsung tertawa terbahak-bahak "Kakak, wajahmu jelas terlihat berseri hari ini, kamu terlihat malu-malu. Katakan, apakah ada kemajuan?"

Sifa langsung tersipu dengan omongan Marsha. Wanita ini benar-benar mau menanyakan apapun.

Sifa menutupi wajahnya dengan tangan, tergagap-gagap “. . . . . Dasar kamu ini. . . . . apapun mau ditanyaimu. . . . ."

Marsha tertawa lebih keras, dia berjalan ke sisi Sifa dan berbisik di telinganya "Hati-hati, ada anak di perutmu. Dia terlalu kecil, tidak boleh diajarkan hal yang tidak senonoh."

Setelah berbicara, dia melepas syal sutra dari leher dan mengenakannya pada Sifa, lalu berjalan menuju mejanya sendiri sambil tersenyum.

Sifa tidak tanggap untuk sesaat, apakah tadi malam Decky. . . . .

Dia berlari menuju toilet, melepaskan syal sutra. Leher yang tadinya terpapar di luar penuh dengan cupang merah keunguan yang padat.

Kepala Sifa seolah meledak. Dia turun dari gedung, naik taksi dan datang ke perusahaan dengan penampilan seperti ini. . . . .

Kalau tidak kebetulan bertemu Marsha, hari ini dia akan sangat memalukan. . . . .

Sifa menutupi pipi, kenapa hal seperti ini terjadi padanya. . . . .

Dia cepat-cepat mengenakan syal sutra yang diberikan Marsha, lalu pergi ke kantornya sendiri. Setelah ragu-ragu untuk waktu yang lama, dia akhirnya memberanikan diri untuk berjalan menuju kantor Decky.

Decky menyuruhnya tidak usah datang bekerja, tetapi dia tidak bisa mengendalikan kerinduan di hatinya.

Dia menenangkan diri sebelum mengetuk pintu dan masuk. Dia yang berdiri di sana terlihat sangat gugup.

Tetapi ketika dia mengangkat kepala, dia tidak menemukan Decky. Dia seketika terbengong.

Pada jam segini, Decky biasanya hanya berada di kantor ataupun mengadakan rapat. Tetapi tadinya saat melewati ruang konferensi, dia tidak melihat ada orang di dalam.

Sifa tertegun. Ketika Linda datang untuk mengantarkan dokumen, dia menemukan Sifa berdiri di kantor dengan tatapan kosong.

Dia memanggil Sifa "Ada apa, Direktur Leng bilang dia tidak akan datang ke kantor hari ini. Apakah kamu tidak tahu, Asisten Sifa?"

Linda memandang Sifa dengan heran.

Sifa disadarkan oleh suara Linda "Ah. . . . . Aku masuk untuk mengambil dokumen, tapi aku malah tiba-tiba melupakannya. . . . ."

Setelah berkata, dia mengambil dokumen yang dibawakan Linda dan berjalan keluar. Linda menghentikan Sifa dengan suara keras "Asisten Sifa, aku baru saja menaruh dokumen itu. . . . ."

Sifa terbengong. Dia berbalik dan meletakkan dokumen itu dengan canggung; "Maaf Linda. . . . . Aku, aku tidak enak badan, jadi agak tidak fokus. . . . ."

Linda memandangi Sifa, berkata dengan cemas "Tidak apa-apa. Kalau kamu merasa tidak enak badan, sebaiknya pergi ke rumah sakit untuk berkonsultasi dengan dokter. Jaga dirimu baik-baik. Aku masih ada urusan lain, aku pergi dulu. Ingat untuk pergi ke dokter."

Usai bicara, Linda berjalan keluar.

Sifa berjalan perlahan menuju kantornya sendiri. Dia sesekali melihat ke kantor Decky.

Decky tidak datang. Hari terasa berlalu dengan sangat lambat.

Decky tidak datang. Sifa tidak ada kerjaan, hanya bisa mengurus dokumen yang tersisa.

Dulunya dia tidak suka Decky meminta dirinya untuk pergi ke kantor, tetapi sekarang dia malah merasa tidak nyaman dengan Decky yang tiba-tiba menghilang.

Saat waktunya pulang kerja, Decky masih belum datang juga.

Sifa agak sedih. Ekspresi kesepian terpasang di wajahnya. Dia mengemasi barang-barang dan berjalan menuju lift.

Begitu pintu lift terbuka, dia melihat Marsha berdiri di dalam lift. Marsha menatap Sifa dengan diiringi senyuman di wajah, melambaikan tangan untuk menyapanya.

Sifa tersenyum dengan terpaksa, berjalan masuk. Marsha langsung meraih tangannya "Kamu kelihatan muram. Apakah wanita yang jatuh cinta memang seperti ini, suasana hati selalu tidak stabil?"

Marsha mengedipkan mata besarnya dan menatap Sifa sambil tersenyum.

“Apa yang kamu bilang. Aku hanya membingungkan masalah pekerjaan, jatuh cinta apaan.” Sifa masih tidak mau mengaku, berusaha berdalih.

Marsha mengangkat-angkat bahu "Baiklah, kata-kata wanita selalu tidak sesuai dengan isi hati."

Sifa seketika tidak tahu harus berkata apa. Marsha secerdas kucing.

Marsha mengetahui semua hal-hal yang berhubungan dengan cinta. Apakah kehidupan lalu dia pernah mengalami percintaan yang penuh lika-liku, sehingga dia tahu begitu banyak tentang persoalan cinta.

Sifa sedikit bingung. Apakah menghilangnya Decky berkaitan dengan dirinya.

Keingintahuan yang sialan ini membuat Sifa harus bertanya pada Marsha dengan enggan "Marsha, aku mau bertanya padamu. Pria menghilang setelah berhubungan intim. Apa maksudnya? Apakah dia memang ada urusan atau sengaja menghindar?"

Marsha menoleh untuk melihat Sifa, mengangguk. Dia semakin yakin dengan pemikirannya bahwa Sifa dibingungkan oleh persoalan pria.

Dia melemparkan rambut di dadanya ke belakang bahu, berbatuk dan berkata "Pria memang begitu. Mereka suka berpura-pura melonggarkan mangsa, tapi sebenarnya ingin menangkapnya dengan lebih baik. Semakin kamu menyukainya, dia akan semakin menyiksamu. Dia seharusnya tidak menghilang, tapi kemungkinan menghindar memang ada."

Marsha menatap Sifa dengan tatapan yakin.

Sifa agak mengangguk. Kecerdasan emosinya tidak tinggi, jadi dia agak kesulitan untuk memahami apa yang dikatakan Marsha.

Tetapi dia tetap mengangguk. Lift tiba di lantai pertama, Marsha masih membicarakan persoalan cinta.

Sifa mengangguk dengan acuh tak acuh, mendengarkannya di sepanjang jalan.

Tiba-tiba sebuah Maybach muncul di terminal bus, Sifa langsung mengenali bahwa itu adalah mobil Decky.

Marsha berwawasan luas. Dia tentu tahu bahwa pemilik mobil ini pasti sangat kaya.

Dia berhenti dan memandangi orang di dalam mobil. Decky menurunkan jendela mobil sambil membunyikan klakson kepada Sifa.

Marsha menatap Decky dengan takjub. Sebelumnya dia hanya tahu bahwa perlakuan Decky terhadap Sifa tidak baik. Apakah ini merupakan tanda-tanda awal berdamai?

Sifa juga sangat kaget. Setelah beberapa saat, dia melihat ke arah Marsha dan berkata "Marsha, aku pergi dulu. Kalau ada masalah lain, saling menghubungi."

Sifa tahu jelas apa maksud Decky, Decky tidak pernah memiliki temperamen yang baik.

Dia masuk ke dalam mobil dan memasang sabuk pengaman. Mata Decky terus menatap ke depan tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Dia menginjak pedal gas sampai penuh. Mobil berderum di depan semua orang dan melaju ke arah kota dengan kecepatan tinggi.

Novel Terkait

Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
4 tahun yang lalu
Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
3 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
4 tahun yang lalu
His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
3 tahun yang lalu