Marriage Journey - Bab 185 Awalan Baru

Datang ke tempat baru seperti menjalani awalan hidup yang baru. Sifa mengikuti Hendi datang ke sini untuk berobat.

Para dokter dan perawat di sini sangat taat dan bertanggung jawab, mereka menjaga keseharian Sifa setiap hari.

Sedangkan Hendi selalu sibuk di perjalanan untuk mencari solusi penyakit Sifa dan mendiskusikan kondisi Sifa dengan gurunya setiap hari, jarang melihatnya beristirahat.

Ketika Sifa memikirkan kerenggangan antara dirinya dan Hendi yang terjadi sebelumnya karena perihal Decky, dia merasa amat bersalah pada Hendi.

Memikirkan masa lalu, Sifa merasa semua itu seolah sudah berlalu lama sekali.

Perut Sifa semakin membesar. Seiring berlalunya waktu, tubuh Sifa semakin tidak dapat mencukupi kebutuhan gizi anak.

Tubuhnya semakin lemah. Sifa menyadari semua ini.

Belakangan ini, sakit maagnya menjadi semakin jelas. Dia sewaktu-waktu merasa pusing. Walau dia sedang hamil, tapi berat badannya masih saja tidak melebihi 50 kg.

Anak mengambil sebagian besar porsi berat badannya. Melalui cermin, dia melihat dirinya yang kurus dan pucat.

Biasanya pengasuh akan membuatkannya makanan enak, tapi dia tidak bisa memakannya. Begitu dia makan lebih banyak, lambungnya langsung tidak tahan.

Ketika terangsang oleh asam lambung, dia pun ingin muntah. Terkadang ada darah yang tercampur di muntahan.

Melihat kondisi Sifa yang seperti ini, Hendi dan gurunya menduga bahwa Sifa tidak bisa bertahan lama.

Setelah berdiskusi, mereka memutuskan agar Sifa mengakhiri kehamilannya lebih awal.

Hendi berdiri di depan Sifa, menatapnya dengan ragu-ragu "Sifa, aku mau berdiskusi denganmu."

Sifa menyadari kepanikan dan kegelisahan Hendi. Dia tersenyum tipis padanya, wajah yang pucat terlihat lesu.

Akhir-akhir ini, dia bisa merasakan dirinya yang sering kantuk serta kondisi dirinya yang semakin memburuk.

Sifa memandang Hendi, berkata dengan lemah "Katakanlah Hendi."

Hendi mengulurkan tangan dan menggenggam lengan Sifa dengan erat, tampak tertekan "Sifa, aku rasa kamu pasti tahu seperti apa kondisi tubuhmu."

"Sekarang tubuhmu sudah sepenuhnya menampakkan gejala. Anak di perutmu harus keluar lebih awal supaya nyawa kalian berdua bisa dipertahankan."

Sifa mengangguk tanpa bicara, mengulurkan tangan dan membelai perutnya sendiri.

Dia tersenyum tipis "Kamu ambil keputusan saja, aku yakin kamu tidak akan mencelakai aku."

Hendi melihat Sifa. Sifa memberikan kepercayaan yang membuatnya agak bingung.

Saat ini pula Hendi menerima telepon yang mengabarkan tentang dokter yang pernah merawat pasien bumil yang berkondisi sama seperti Sifa.

Dokter tersebut telah pergi ke luar negeri. Bumil itu mengalami gejala yang terlalu banyak. Setelah belasan hari persalinan, bumil tersebut meninggal dunia.

Ketika Hendi mendapat kabar seperti itu, dia terpaku di tempat. Dia diam-diam menutup telepon dan berbalik menuju kantor.

Melihat raut muka Hendi, Sifa agaknya bisa menebak apa yang telah terjadi.

Hendi tidak pernah seperti ini di hadapannya. Sifa menundukkan kepala, tampak melamun.

Hendi buru-buru bergegas ke kantor gurunya, berbicara dengan menggunakan bahasa Inggris yang fasih “Guru, aku sudah mendapat kabar dari sana yang mengatakan bahwa bumil tersebut telah meninggal. Sementara anak itu terdapat kemungkinan cerebral palsy karena dikeluarkan sebelum waktunya."

Guru David adalah seorang Chinese Amerika. Dia menoleh untuk melihat Hendi, meletakkan pena di tangan.

Dia tampak tidak percaya "Ini tidak mungkin. Saat aku mengunjungi mereka, bukankah mereka masih baik-baik saja?"

"Ya, sebelumnya aku juga tidak menyangka hal seperti ini akan terjadi. Kejadian ini sudah berlalu lebih dari sepuluh hari, tapi kita baru menerima kabar sekarang. Sepertinya kita telah lalai."

Hendi menunduk, tampak tertekan.

Guru David berjalan kemari. Dia menatap Hendi dengan ramah, lalu mengulurkan tangan untuk menghiburnya "Tidak apa-apa, aku sedang mempelajari kasus ini. Kamu percaya padaku, kita bisa mendapatkan solusi dengan cepat."

"Bagaimanapun, tubuh gadis itu benar-benar tidak kuat lagi. Kita harus melakukan perawatan yang sesuai dulu. Aku rasa kita akan berhasil.”

Guru David tampak ramah. Hendi segera mendapatkan kembali kepercayaan dirinya setelah mendengar penghiburan dari Guru David.

Saat kuliah, dia dan Guru David terus mempelajari kasus kanker. Bagaimanapun, ini merupakan salah satu masalah di dunia yang belum dapat diatasi.

Sekarang penelitian yang dilakukan mereka menjadi sangat berguna. Hendi menghela napas dalam-dalam.

Setelah pembelajaran sederhana, Hendi dan Guru David memutuskan untuk segera memberi Sifa perawatan yang sesuai.

Sifa duduk di ranjang rumah sakit dalam keadaan linglung. Tepat pada saat ini, dia tiba-tiba merasakan pusing yang hebat.

Dia tidak bisa tahan sehingga berbaring di ranjang sambil terengah-engah, tapi dia gagal mengambil nafas.

Kemudian dia merasa dirinya seolah akan mati, seluruh tubuh kehilangan energi.

Dia terbaring di ranjang, tidak lagi meronta, mengulurkan tangan yang bergemetaran untuk mengelus perut.

Apakah dia mati begitu saja, sekaligus membawa pergi anak yang ada di perut?

Pada saat ini pula, suster mendengar suara dari dalam ruangan. Dia pun segera berlari masuk. Melihat ekspresi Sifa yang janggal, dia buru-buru menghampiri Hendi dan memberitahunya terjadi sesuatu pada Sifa.

Hendi sangat cemas, dia langsung berlari ke bangsal Sifa.

Sifa kehilangan kesadaran. Dia jelas kelihatan baik-baik saja sebelum ditinggal Hendi.

Wajahnya pucat pasi, seluruh tubuh sepanas ketel yang mendidih.

Terdapat bercak darah di sudut mulutnya. Dia telah jatuh ke kondisi koma.

Hendi dan Guru David segera melakukan penyelamatan pada Sifa, tapi hasil elektrokardiogram masih menunjukkan detak jantung dan denyut nadi yang tidak normal.

Hendi memberikan tekanan jantung paling besar pada Sifa. Keringat di dahinya bergulir sampai ke pipi.

“Sifa, kamu tidak boleh begitu. Sifa, bangunlah. Semua orang sangat mengharapkan kamu bisa pulang. Pikirkan anak yang ada di perutmu…” Emosi Hendi hampir di ambang kehancuran.

Tetapi gerakan tangannya masih berlanjut. Semua perawat dan dokter berpartisipasi dalam penyelamatan.

Melihat Hendi terlalu emosional, Guru David meminta orang untuk membawanya keluar. Hendi yang beremosi seperti ini tidak cocok untuk berpartisipasi dalam penyelamatan.

Hendi berjalan keluar, kemudian sontak terjatuh lemas di lantai. Air mata membasahi pipinya.

Entah kenapa dia merasa segitu sakit hati saat melihat wanita tercintanya sedang diselamatkan di atas ranjang rumah sakit.

Hendi berlutut di lantai dan berteriak histeris "Tuhan, tolong buka matamu. Kalau kamu mau merenggut nyawa orang, maka ambil nyawa orang seperti aku. Kenapa kamu memperlakukannya seperti ini... kenapa..."

Novel Terkait

Takdir Raja Perang

Takdir Raja Perang

Brama aditio
Raja Tentara
4 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
4 tahun yang lalu
Pernikahan Kontrak

Pernikahan Kontrak

Jenny
Percintaan
5 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu
King Of Red Sea

King Of Red Sea

Hideo Takashi
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
4 tahun yang lalu
Diamond Lover

Diamond Lover

Lena
Kejam
4 tahun yang lalu
Siswi Yang Lembut

Siswi Yang Lembut

Purn. Kenzi Kusyadi
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu