Marriage Journey - Bab 95 Bagaimana Menghadapinya

Setelah kembali dari rapat, Decky duduk di dalam kantor dan memijat matanya, dia menghidupkan komputer, melihat Sifa memegang ponsel dengan alis berkerut.

Decky mengangkat alis, menatap Sifa, semalam wanita ini masih kesal dengannya, kelihatannya emosinya semakin kuat, sekarang merupakan jam kerja, dia malah melihat ponsel pada jam kerja?

Decky segera menghubungi nomor telepon kantor Sifa “Ke sini sebentar.”

Sebelum Sifa bereaksi, Decky langsung memutuskan telepon.

Sifa berdiri dengan kaku dan berjalan menuju ke kantor Decky.

Sifa menundukkan kepala dan berkata pada Decky “Tuan Leng, ada apa?”

Decky mengangkat kepala dengan lelah, semalam dia tidur tidak nyenyak, semua karena wanita ini, tapi dia malah terlihat semangat.

Decky menepuk bahunya dan memejamkan matanya berkata “Aku terlalu lelah, bantu pijatkan untukku.”

Sifa agak keringatan, ternyata Decky memanggilnya datang untuk memijatkan tubuhnya, emangnya dia adalah Nona tukang urut?

Tapi Sifa tidak pernah membantah perintah Decky, dia melangkah maju dan mulai memijat.

Sifa tidak mengatakan sepatah kata pun, aroma di tubuh Decky membuatnya sedikit terpesona.

“Decky, kali ini……” Laras berjalan masuk sambil menundukkan kepala melihat dokumen di tangannya.

Tapi begitu mengangkat kepala langsung melihat Sifa berdiri di belakang Decky dan gerakan mereka terlihat begitu mesra.

Laras tiba-tiba berhenti melangkah, bertemu situasi seperti ini benar-benar sangat canggung.

Gerakan Sifa tiba-tiba berhenti, dia menundukkan kepala dengan segan.

Decky agak kesal melihat situasi seperti ini, dia menatap Laras dan berkata dengan dingin “Katakanlah.”

Laras menggaruk kepalanya, masuk ke dalam dan menutup pintu “Rapat kali ini berlangsung dengan lancar, masalah pembiayaan bisa diperlambat untuk sementara waktu.”

Laras melirik Sifa di samping dan menatapnya dengan sengaja.

Sifa menundukkan kepala dan tidak berkata, pada saat ini dia merasa apakah dirinya tidak seharusnya berada di sini?

Decky mengangguk “Ya, lakukan saja, kamu paling ahli dalam mengurus urusan seperti ini “

Sifa mengangguk “Tuan Leng, aku keluar dulu.”

Sifa berbalik dan pergi, setelah keluar, dia menarik nafas dalam-dalam.

Pada saat pulang kerja, ponsel Sifa berdering, dia agak ragu, saat ini siapa yang akan meneleponnya?

Sifa mengeluarkan ponsel dalam sakunya, lalu terlihat nama Hendi di layar ponsel.

Teringat dirinya sudah beberapa hari tidak berkontak dengan Hendi, sebelumnya dia pergi dari rumah sakit tanpa memberitahunya.

Hendi mengkhawatirkan kondisinya, selalu meneleponnya, tapi karena takut diketahui Decky, dia tidak berani mengangkatnya dan selalu mematikan ponselnya.

Sifa mengerutkan kening, berjalan ke toilet dan mengangkatnya.

“Hendi.”Sifa memanggil nama Hendi dengan lembut.

Begitu mendengar suara Sifa, Hendi langsung menjadi semangat, akhir-akhir ini Sifa selalu menolak mengangkat panggilan teleponnya.

Ini membuat Hendi sangat khawatir, tapi dia tidak berani pergi mencarinya, dia khawatir setelah suaminya tahu akan melakukan sesuatu padanya.

“Sifa, mengapa hari itu kamu pergi tanpa memberitahuku? Aku sangat mengkhawatirkanmu dan beberapa saat ini tidak ada kabarmu sama sekali.” Hendi berturut-turut menanyakan beberapa pertanyaan.

Nada suaranya penuh perhatian dan kekhawatiran.

Sifa mengangguk dan merespon dengan lembut “Maaf Hendi, saat itu aku benar-benar ada urusan, tidak sempat memberitahumu, akhir-akhir ini juga sibuk.”

Sifa tidak pandai berbohong, setelah berkata dia berdiri di toilet dengan cemas dan jari tangannya tidak berhenti menarik tisu.

Hendi agak kaget mendengar kata-kata Sifa, tapi tetap tersenyum berkata “Tidak apa-apa, aku tahu, tapi kamu harus tahu kondisimu saat ini tidak boleh ditunda lagi……”

Hendi mengalihkan topik pembicaraan, nada suaranya segera menjadi rendah.

Sifa mengangguk “Hendi, aku tahu kamu mengkhawatirkanku….”

Hendi tahu apa yang dikhawatirkan Sifa, akhir-akhir ini, Sifa tidak mengangkat teleponnya, dirinya hampir gila dan tidak berhenti menghubunginya.

Dia bahkan mencari Laras, ingin menanyakan kondisi Sifa, tapi Laras memberitahunya, untuk tidak mencampurtangan dalam hal ini, kalau tidak masalahnya akan menjadi semakin rumit.

Saat itu, dia hampir menjadi gila, selalu mabuk di bar dan selalu ingin bertemu dengan Sifa.

“Sifa, aku ingin…… mengajakmu makan bersama malam ini….” Nada suara Hendi tiba-tiba menjadi lembut.

Tidak ada yang tahu betapa senangnya ketika Sifa mengangkat teleponnya.

Hendi mengkhawatirkannya, menyukainya, tapi dia tidak pernah mengungkapkannya, dirinya sangat menyesal, tidak kembali ke dunianya lebih awal, dengan begini Sifa tidak akan mengalami begitu banyak penderitaan.

Sifa menyetujuinya “Ya.”

Setelah menutup telepon, Sifa terdiam sejenak.

Hendi segera bangun dan mengemas dirinya, beberapa hari ini dia selalu tidak semangat di saat kerja dan berturut-turut ditegur beberapa kali oleh atasannya, oleh karena itu dia meminta izin untuk beristirahat di rumah selama beberapa hari.

Hendi melihat pria yang telah disiksa oleh perasaan rindu di depan cermin, dia menggelengkan kepala dan merasa lucu.

Setelah mengemas dirinya, dia segera mengendarai mobil pergi ke restoran yang telah dipesan sebelumnya.

Dia baru berapa lama tidak bertemu dengannya, tapi mengapa begitu merindukannya.

Hendi membuka dompetnya, dalamnya ada satu-satunya foto mereka berdua.

Sifa baru berusia lima belas atau enam belas tahun di dalam foto, dia menarik tangan Hendi tersenyum ceria.

Saat itu, Sifa selalu berpikir menikah dengan Hendi di masa depan.

Hendi hanya tersenyum tidak berkata, tapi waktu benar-benar tidak menunggu orang……

Ketika Sifa datang kebetulan melihat Hendi sedang memandang dompetnya dengan wajah serius.

Dia tertegun sejenak kemudian melangkah maju “Apa yang sedang kamu lihat?”

Sifa tersenyum, wajahnya tetap sangat pucat.

Hendi menyimpan dompet dan tersenyum “Tidak apa-apa, itu hanyalah foto waktu kecil.”

Hendi melihat wajah yang selalu tidak bisa dia lupakan dan menjelaskannya.

Hendi sengaja memilih restoran ini, karena sup di sini sangat bergizi, tubuh Sifa membutuhkan banyak tenaga dan karena kondisinya memburuk, dia membutuhkan lebih banyak nutrisi daripada orang lain.

Hendi mengambilkan sup untuk Sifa dengan penuh perhatian “Sifa, aku tahu biasanya tidak ada orang menjagamu, sekarang ada aku, makanlah yang banyak.”

Hendi menatap Sifa dengan tatapan tertekan dan berkata.

Sifa mengangguk, sejak kecil Hendi selalu memperhatikan dirinya, Sifa tersenyum padanya.

Hendi tertegun menatap Sifa, dalam matanya memiliki perasaan yang tak terkatakan.

“Ada apa? Apakah ada sesuatu?” Sifa bertanya dengan curiga.

Hendi menggelengkan kepalanya “Tidak apa-apa, ayo makanlah.”

Novel Terkait

Aku bukan menantu sampah

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
4 tahun yang lalu
Suami Misterius

Suami Misterius

Laura
Paman
4 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
5 tahun yang lalu
Wanita Pengganti Idaman William

Wanita Pengganti Idaman William

Jeanne
Merayu Gadis
5 tahun yang lalu
My Beautiful Teacher

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
4 tahun yang lalu
Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
4 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
4 tahun yang lalu