Marriage Journey - Bab 184 Pergi

Hendi berdiri di belakang Sifa, mengulurkan tangan untuk menarik Sifa "Sifa, buruan. Kita sudah mau kehabisan waktu."

"Entah kenapa, ada orang di rumah sakit yang menyebarkan informasiku. Sekarang semua orang sudah tahu bahwa aku mengundurkan diri dari rumah sakit dan mereka agaknya bisa tebak bahwa kita mau berpergian. Sekarang kita harus berangkat ke luar negeri secepat mungkin sebelum mereka kejar ke sini."

Sifa menoleh ke Hendi dan mengangguk. Dia sudah menduga akhiran seperti ini, tapi dia tidak menyangka Ariana akan segitu kejam.

"Gustian, selama aku tidak ada di sini, bantu aku jaga Marsha dengan baik. Meski dia selalu kelihatan riang, tapi bagaimanapun dia adala seorang wanita. Apalagi dia masih bekerja di bawah pimpinan Decky."

Sifa menatap Marsha, berkata sambil tersenyum tipis padanya.

Wajah Marsha tercetak keluhan "Apaan, aku tidak perlu dijaga siapapun. Aku cuman mau kamu menyelesaikan perawatan secepatnya dan membawa putra angkatku pulang."

Kata-kata Marsha langsung membuat Sifa tertawa. Sifa tersenyum padanya "Kapan kamu menjadi ibu angkat dari anakku?"

Marsha mendadak menjadi galak, dia menatap mata Sifa sambil berkata "Sifa, kali ini kamu harus menjalani perawatan dengan baik. Aku tahu kamu juga takut, tapi kami semua berharap kamu bisa kuat."

Sifa memang merupakan wanita yang kuat. Ketika menghadapi hal-hal seperti ini, dia biasanya memilih untuk mengubur emosinya di dalam hati dan tidak mau memperlihatkannya kepada orang lain.

Matanya memerah, dia mengangguk dan mengulurkan tangan untuk memeluk Marsha lagi.

“Sifa, kita sudah harus pergi.” Hendi melihat arloji, lalu berkata pada Sifa.

Sifa mengangkat kepala, memandangi lantai atas dan berkata dengan keras "Aku tahu kamu ada di sini. Turunlah. Aku sudah kehabisan waktu."

Semua orang saling memandang, tidak tahu harus berbuat apa. Mereka sengaja mencegah Laras keluar agar Sifa tidak menemukannya.

Itu sebabnya semua orang setuju untuk membiarkan Laras melihat Sifa secara diam-diam dari lantai atas, tapi mereka tidak menyangka Sifa akan tahu bahwa Laras ada di lantai atas.

Hendi menoleh ke Gustian, menggelengkan kepala. Sifa masih cerdas dan peka seperti biasanya.

Laras amat terkejut, tapi dia tetap perlahan melangkah ke luar. Di bawah tatapan Sifa, Laras berjalan ke arahnya.

Sifa menatap Laras, tatapan dibanjiri emosi yang kompleks. Tapi ketika raut wajah hampir berubah, dia tiba-tiba memasang ekspresi riang.

Dia perlahan maju, melihat Laras "Masa lalu sudah berlalu. Aku sudah mau pergi. Begitu aku pergi, aku mungkin tidak akan bisa pulang lagi. Aku rasa kita masih berteman, jadi aku seharusnya berpamitan padamu."

Ucapan Sifa sempat membuat Laras agak sentimental. Dia menatap bibir Sifa untuk waktu yang lama sekali sebelum tersenyum pahit "Sifa ... maafkan aku."

"Tidak, Laras. Aku yang bersalah padamu. Masalahku yang menjadikanmu seperti sekarang ini. Tapi Laras, semuanya akan berlalu. Kita semua akan menjadi lebih baik dari sebelumnya."

Senyuman tawar menghiasi wajah Sifa sehingga orang-orang tidak bisa melihat dengan jelas seperti apa emosinya, tapi ekspresi yang agak bergelombang di wajahnya membuat orang merasakan gejolak pada emosinya.

Hendi menatap Sifa, lalu memandang Laras dan mengangguk "Laras, semuanya akan baik-baik saja."

"Sifa, aku minta maaf atas kesalahan yang telah kulakukan sebelumnya. Aku tidak punya pemikiran lain. Aku hanya berharap kamu bisa kembali dengan selamat."

Sifa mengangguk pada Laras "Baiklah, jaga dirimu baik-baik."

Setelah Sifa selesai berbicara, dia memutar badan dan berjalan keluar. Hendi mengikuti Sifa dengan membawa koper kecil di tangan, berjalan keluar.

Gustian tidak banyak komentar. Bagaimanapun mereka hanya pergi ke Amerika Serikat. Hendi akan memberi tahu setiap kabar padanya.

Laras berdiri di aula dan menatap sosok Sifa yang menjauh, matanya memerah untuk waktu yang lama.

Marsha melangkah maju dan memandang Laras "Laras, semuanya akan baik-baik saja. Dia pasti akan pulang dengan selamat dari Amerika."

Laras mengangguk, dia sangat berharap Sifa bisa pulang dengan selamat.

Semua kejadian seolah tidak pernah terjadi. Gustian dan Laras tidak pernah menghubungi Decky semenjak kejadian Sifa.

Semenjak Sifa hampir mengalami keguguran karena Decky sampai sekarang hendak berangkat ke luar negeri, Decky tidak pernah datang.

Ini membuat Marsha dan yang lainnya tidak bisa memahami sikap dan kelakuan Decky.

Bagaimanapun sebelumnya mereka adalah suami istri, apalagi anak yang ada di perut Sifa juga merupakan anaknya. Dia hampir saja membunuh anaknya sendiri dan nyaris membunuh wanitanya dengan tangannya sendiri juga, tapi dia malah tidak merasa bersalah sama sekali.

Setelah Sifa dan Hendi pergi, semua orang kembali ke kehidupan semula.

Saat Hendi membawa Sifa ke Amerika Serikat, perjalanan sangat lancar. Semua wartawan dan penggemar Ariana yang pergi ke bandara untuk mengepung Sifa juga telah dibubarkan oleh bawahan Gustian.

Ini adalah pertama kalinya Sifa pergi ke Amerika Serikat. Dia tidak pernah menyangka pergi ke luar negeri akan terasa senyaman ini.

Sebelumnya dia tidak ingin datang karena khawatir kepergiannya akan mempengaruhi Decky.

Tetapi sekarang dia menyadari bahwa pikirannya terlalu konyol. Decky sama sekali tidak akan terpengaruh oleh kepergiannya.

Decky tidak akan sedih atau menunjukkan belas kasihan hanya karena dia telah menemaninya selama bertahun-tahun atau betapa dia mencintainya atau bahkan dia mengandung anaknya,

Karena Decky memang merupakan orang seperti itu, dia terbiasa dengan ketidakpedulian.

Duduk di dalam pesawat, Sifa berlinangan air mata saat memikirkan hal ini. Dia tidak pernah menangis karena hal-hal kecil, tapi sekarang dia tidak bisa menahan emosi begitu teringat hal-hal ini.

Hendi diam-diam memalingkan muka ke samping dan enggan melihat Sifa. Melihat Sifa seperti ini, dia merasa sangat sakit hati.

Sesampainya di California, Gustian telah mengutus seseorang untuk menjemput Hendi dan Sifa.

Mereka berdua dipandu oleh beberapa orang ke sebuah vila kecil. Tempat itu dikelilingi pemandangan yang indah.

Di sana tidak sama dengan kebanyakan kota di dalam negeri. Seluruh wilayahnya datar, pemandangan hijaunya sangat bagus.

Hendi telah menghubungi tim dokter-dokter profesional. Semua itu adalah guru dan teman yang dikenalnya saat kuliah di Amerika Serikat.

Di sana ada pengasuh profesional yang memasak untuk Sifa, semuanya diatur oleh Hendi dan Gustian.

Setelah semuanya beres, Hendi mendesak Sifa untuk beristirahat. Raut muka Sifa terlihat buruk.

Sifa mengangguk "Iya, kamu juga sudah lelah. Istirahat dulu."

Hendi mengangguk "Kamu duluan. Aku mau mendiskusikan kondisimu dengan guru dan teman lain."

Sifa mengangguk, lalu naik ke lantai atas. Seluruh tubuhnya terasa lemas, sangat letih.

Dia merasa rileks setelah datang ke sini. Bertemu daratan dan wajah-wajah yang sepenuhnya asing, dia sama sekali tidak menyesal maupun takut.

Selama Hendi ada di sini, dia tidak perlu terlalu khawatir.

Novel Terkait

The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
5 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
4 tahun yang lalu
Doctor Stranger

Doctor Stranger

Kevin Wong
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
5 tahun yang lalu
Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Marriage Journey

Marriage Journey

Hyon Song
Percintaan
4 tahun yang lalu