Marriage Journey - Bab 111 Gunung Es Ribuan Tahun Telah Meleleh?

Decky duduk di tempat tidur Sifa, tergila-gila dengan aroma tubuhnya.

Decky terbaring di tempat tidur dengan bau rambut di atas bantalnya. Di malam yang sendirian ini, Decky terus memikirkan wanita yang dicintai dan dibencinya.

Keesokan pagi Decky berangkat ke kantor pagi-pagi sekali, wajahnya terlihat sangat lelah, dia tidak tidur sepanjang malam, berbaring tidak kenal lelah di tempat tidur Sifa.

Benaknya muncul bayangan Sifa, tidak peduli bagaimana dia mengontrol dirinya, wajah Sifa selalu muncul.

Decky tidak bisa menahan keinginannya untuk bertemu Sifa.

Dia duduk gelisah di kantor dan terus melihat jam tangan.

Sifa tidak punya pilihan selain datang ke perusahaan, setelah kompromi dengan Decky hari itu tidak membuahkan hasil.

Sifa menjalankan hidup seperti biasa, karena menangis semalaman, mata Sifa sedikit bengkak.

Marsha tidak menanyakan apa pun, setelah melihat Sifa pulang, dia hanya diam-diam mengeluarkan es batu dan dengan lembut menaruhnya di mata Sifa.

Decky melihat Sifa berjalan ke arah kantor, lalu dengan cepat menelepon “Kemari.” Ucap Decky dengan nada memerintah.

Sifa meletakkan tasnya, menarik sudut mulutnya tanpa daya, hari tarik ulur kembali tiba.

Sifa berjalan ke kantor Decky dengan tidak berdaya, biasanya dia tidak akan memanggil dirinya, tidak tahu masalah apalagi yang akan diberikan padanya

Sifa mengetuk pintu, berjalan masuk, bertanya dari jauh “Ada apa Direktur Decky?”

Decky mengangkat kepalanya menatap Sifa “Sore nanti temani aku keluar dan sekarang bantu aku mengurus dokumen di kantorku.”

Decky yang belum selesai berbicara sudah mengeluarkan beberapa dokumen untuk Sifa.

Wajah Sifa tetap tegas dan diam. Dia mengambil dokumen itu dari atas meja, lalu pergi ke sisi kantor lain dan memeriksanya dengan hati-hati.

Decky tersenyum puas dan fokus membaca dokumen yang ada di tangannya.

Di kantor yang sunyi hanya menyisakan Decky dan Sifa, seperti yang dikatakan Decky, selama dia tidak menginginkan orang lain berada di kantornya, maka tidak akan ada orang yang masuk mengganggunya.

Hampir tidak ada gerakan di kantor sepanjang pagi, selain terdengar suara membolak-balik dokumen dan goresan pena.

Sifa sedikit lelah sambil mengusap matanya, karena hamil dia sering lelah, perutnya bersuara, tapi sampai siang hari Decky tidak ada pergerakan apa pun.

Sifa hanya bisa duduk di sofa menelan amarahnya, memegangi perutnya yang mengerang keras.

Tidak tahu sejak kapan, Decky sudah berdiri di belakang Sifa, mengangkat alisnya menatap Sifa.

Sifa berbalik dan tiba-tiba terkejut karena Decky yang sudah lama berdiri di belakangnya.

Sifa berseru “Kenapa kamu berada disini tidak mengeluarkan suara.”

Ucap Sifa sedikit mengeluh.

Decky mengangkat alisnya dan melipat kedua tangannya “Karena perut seseorang yang terus menjerit mempengaruhiku membaca dokumen.”

Perkataan Decky tiba-tiba membuat wajah Sifa memerah, terbata-bata “A…apaan, mana ada.”

Sifa berbalik dengan terengah-engah dan berkata dengan marah.

Decky yang melihat Sifa seperti ini, dalam sekejap merasa sangat imut, perubahan sikap wanita ini sangat cepat, namun kalau dilihat memang sedikit imut.

Decky mengulurkan tangan mengusap lembut rambut Sifa, dengan nada menyayangi “Ayo, hari ini aku bawa kamu pergi ke tempat yang kamu suka.”

Sifa sedikit terkejut, melihat Decky memakaikan jas dan jaketnya dari belakang, ada kegembiraan instan di hatinya.

Decky membawa Sifa keluar kota, ketika keluar dari perusahaan Decky tidak langsung menghindari karyawan, dia menyetir mobil dan membawa Sifa keluar.

Sifa merasa hangat dengan tindakan yang tiba-tiba ini, ada kegembiraan di sudut matanya dan dia mengencangkan sabuk pengamannya.

Pada dasarnya Decky memang tidak banyak bicara, ketika menghadapi Sifa, dia tidak tahu bagaimana harus mencairkan suasana.

Sepanjang perjalanan keduanya diam, sekitar setengah jam kemudian Decky menghentikan mobil, membawa Sifa ke restoran yang tampak sepi.

Begitu Sifa turun hatinya langsung tertarik pada restoran ini, ada suatu ketika, dia berharap bisa membuka sebuah restoran kecil di pinggir kota dan menjalani hidup yang santai.

Mata Sifa berbinar, berjalan menuju restoran.

Decky tersenyum puas memandang Sifa, tampaknya tebakannya benar, dia suka yang begini.

Decky menemukan tempat ini secara tidak sengaja, restoran ini dekat dengan laut dan di pinggir kota.

Dekorasinya terlihat sederhana tapi mempesona. Lampu yang berkedip di seluruh ruangan membuat orang ingin masuk.

Ruangannya penuh dengan bintang dan orang-orang yang mendengarkan lagu daerah hati mereka terasa nyaman.

Begitu Decky masuk, dia langsung mengingat Sifa. Ini sangat mirip dengan temperamen dan kepribadian Sifa, dari lubuk hatinya berpikir Sifa pasti menyukai tempat ini.

Seperti yang diharapkan, dia tidak mengecewakan Decky, tatapan iri dan penuh harap Sifa tidak pernah terlihat sebelumnya.

Decky mengikuti Sifa dari belakang dan bergerak perlahan.

Sifa sangat gembira, berjalan masuk dan melihat sekeliling, dia sangat menyukai lingkungan di sini dan masih ingat dirinya selalu berfantasi.

Satu kamar berduaan, makan tiga kali sehari dalam empat musim.

Sifa tersenyum lembut, dengan senyum di sudut matanya.

Decky membawa Sifa ke bagian paling dalam restoran, saat ini kebetulan sudah jam makan siang, ada beberapa orang makan dengan tenang di dalam.

Pelayan di restoran berjalan ke arah mereka dengan kemeja putih sederhana dan rok hitam.

Setelah melihat Decky, dia mengangguk sedikit, lalu berjalan menuju sisi lain restoran.

Sifa memandang Decky dengan sedikit bingung, Decky tersenyum tipis, melepas jasnya, hanya mengenakan kemeja putih dan rompi hitam.

Sifa harus mengakui, dimana pun Decky berada dia selalu bisa menjadi orang yang paling bersinar. Setiap gerak-geriknya menarik hatinya. Begitulah cara dia pria yang dingin, sekarang tiba-tiba menjadi lembut, membuat Sifa merasa tidak terduga.

Decky menatap Sifa dengan serius, seolah ingin membaca pikirannya.

Sifa memalingkan wajahnya dengan tidak nyaman dan tidak berbicara, lalu pelayan dengan cepat menyajikan makanan.

Decky sudah memesannya terlebih dahulu, mengingat kehamilan Sifa, makanan yang dipesan Decky semuanya makanan bernutrisi.

Decky dengan hati-hati menyiapkan sup untuk Sifa “Makan pelan-pelan, makanan di sini sangat enak, kalau suka aku bisa membawamu kemari.”

Decky berkata lembut, sambil mengambil sup untuk Sifa.

Hati Sifa terasa hangat, lalu mengulurkan tangannya dan minum sup dengan pelan.

Suasana makan kali ini sangat tenang, Sifa tidak banyak bicara dan Decky juga mengikuti irama Sifa, dengan sedikit senyum di wajahnya dan tidak lagi dingin seperti dulu.

Ini membuat hati Sifa perlahan-lahan luluh, apakah gunung es yang tidak bisa mencair selama ribuan tahun akhirnya mencair.

Novel Terkait

My Perfect Lady

My Perfect Lady

Alicia
Misteri
4 tahun yang lalu
Mr. Ceo's Woman

Mr. Ceo's Woman

Rebecca Wang
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Lelah Terhadap Cinta Ini

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
5 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
5 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
5 tahun yang lalu
Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Thick Wallet

Thick Wallet

Tessa
Serangan Balik
4 tahun yang lalu