Marriage Journey - Bab 60 Momen Yang Memalukan

Decky seketika agak linglung saat melihat Sifa menatap dirinya dengan dingin. Dia bahkan agak panik dalam waktu sesaat.

Sifa tidak memberikan penjelasan yang terlalu banyak. Usai berbicara, dia segera merapikan diri dan barang di meja kerjanya.

Pakaian Decky agak tidak rapi. Dia tampak tidak terpengaruh oleh perkataan Sifa, bibirnya yang melengkung menyiratkan cibiran.

Sifa tidak melihat Decky lagi. Meski tangannya bergemataran hebat, tapi dia tetap berpura-pura tenang.

Dia melakukan pekerjaannya sendiri dengan kepala tertunduk, sementara Decky masih berdiri diam di sana tanpa mengucapkan sepatah kata pun, tanpa bergerak juga.

Sifa teringat adegan di mana Decky memejamkan mata sambil memanggil dirinya Yuli. Betapa ironisnya itu.

Sifa mencibir, mengangkat alis dan menatap Decky dengan sinis, berkata, "Direktur Leng, jika tidak ada urusan lain, Anda silakan keluar dulu. Saya masih harus bekerja."

Tatapan Sifa terasa dingin, tidak ada emosi apa pun yang tercetak di wajahnya. Dia yang sekarang terlihat seperti orang yang berbeda dari dia yang barusan.

Decky tersenyum dingin. Wanita ini mengusir dirinya. Dari mana asal keberanian wanita ini.

Ketika Decky hendak melangkah maju dan berdebat dengan Sifa, ponselnya berdering.

Dia sekilas melihat Sifa sebelum berbalik dan mengeluarkan ponsel.

Dia melihat nama yang muncul di layar, lalu berbalik dan berjalan keluar sambil mengangkat telepon.

Sifa menatap sosok Decky yang menjauh. Dia tiba-tiba merasa putus asa. Jika dia tahu akan berakhir seperti ini, mengapa dia harus bersikeras.

Dia menggeleng-gelengkan kepala, melanjutkan pekerjaannya sendiri. Namun, bagaimanapun dia mengalihkan perhatiannya ke hal lain, otaknya tetap penuh dengan adegan di mana Decky memeluknya dan memanggilnya Yuli. Jadinya, tidak ada kemajuan apa pun dalam pekerjaan yang sedang dikerjakannya.

Dia dengan kesal mendorong dokumen-dokumen di meja, menutupi wajahnya dengan kedua tangan, merasa sangat jengkel.

Saat Laras berjalan menuju kantor Sifa, dia bisa merasakan kejengkelan Sifa melalui jendela kaca yang tebal.

Laras agak ragu-ragu, tapi dia tetap mendorong pintu untuk masuk. Saat memasuki kantor Sifa, dia membungkuk untuk mengambil dokumen-dokumen yang didorong ke lantai oleh Sifa.

“Apa yang membuatmu begitu jengkel. Kalau itu masalah pekerjaan, mungkin aku bisa bantu.” Ucapan Laras yang ringan masuk ke telinga Sifa.

Sifa menatap Laras dengan kaget. Dia tidak tahu kapan Laras masuk. Dia langsung tersipu karena penampilannya yang seperti ini terlihat oleh Laras.

Laras tidak lanjut bicara. Dia tiba-tiba menemukan cupang yang mengejutkan di leher Sifa, sehingga dia terbengong sesaat. Tapi ekspresinya segera kembali seperti semula.

Sifa menggaruk-garuk kepala dengan canggung: “Tidak, aku agak tertekan saja.” Dia tersenyum pada Laras, mencoba menutupi kecanggungannya.

Laras tidak berbicara lagi. Dia melengkungkan bibir dan berjalan keluar. Sebenarnya dia datang untuk memberitahu Sifa agar tidak terlalu dekat dengan wanita yang bernama Marsha , dia ingin menyuruhnya untuk melindungi diri dengan baik.

Tapi ketika melihat cupang mengejutkan yang tercetak di leher Sifa, dia tak bisa berkata apa-apa. Dia jelas tahu, dia jelas tahu ...

Marsha yang menunggu di depan pintu melihat jam, dia berdiri di tengah pintu, ini membuat semua orang yang lewat memperhatikannya. Dia tidak pernah takut dengan pandangan berbeda seperti itu, dia sudah terbiasa.

Sifa naik lift untuk turun ke bawah, Lift penuh dengan orang. Melihat Sifa masuk, orang-orang di lift melihatnya dengan pandangan berbeda.

Sifa mengangkat kepala, berdiri di depan. Begitu lift terbuka, dia langsung berjalan keluar. Orang-orang di belakangnya mulai berdesas-desus.

Sifa tidak tinggal lama, melainkan langsung melangkah menuju Marsha . Dia yang tadinya masih muram langsung berubah ceria.

Dia melangkah ke depan, menggandeng tangan Marsha dan berkata sambil tersenyum: "Apakah kamu sudah lama menungguku, ayo."

Marsha tersenyum, mengulurkan tangan dan mencubit wajah Sifa. Dia secara tidak sengaja menemukan cupang di leher Sifa, tapi dia hanya mengangkat sudut bibir dan berpura-pura tidak ada yang terjadi.

"Iya, menunggumu untuk pulang kerja bareng benar-benar keputusan yang salah."

Jalan pulang Marsha hampir sama dengan Sifa. Mereka naik bus yang sama. Marsha tidak menanyakan apa yang terjadi dengan Sifa hari ini, melainkan hanya membicarakan masalah perusahaan.

Sifa mendengarkan dengan penuh perhatian, wajah memasang senyuman, tidak banyak bicara.

Setelah mereka berdua berpisah, Sifa berjalan sendirian menuju vila. Sekarang adalah musim di mana angin laut bertiup semilir.

Berjalan di tengah jalan, dia merasa sangat dingin. Dia menyusutkan kepalanya, menarik mantel untuk membungkus tubuhnya lebih erat, lalu mempercepat langkahnya.

Dia mengeluarkan kunci dan membuka pintu dengan gerakan cepat, lalu berjalan menuju rumah. Dia menggigil, sungguh cuaca yang sangat menakutkan.

Begitu dia masuk, dia melihat mokasin hitam pria milik Decky terletak di rak sepatu. Di samping sepatu Decky, ada sepasang sepatu berhak setinggi 10 cm yang kelihatannya sangat mahal.

Sifa tidak pernah suka memakai sepatu setinggi itu. Sepatu itu bukan miliknya. Ada wanita yang datang ke rumah hari ini.

Sifa kehilangan akal sehatnya sesaat. Dia melangkah ke depan dan menatap pintu kamar Decky yang tertutup rapat.

Melihat Sifa sudah pulang, Bibi Wu bergegas ke depan dengan wajah cemas, "Nona, kamu sudah pulang, Tuan, Tuan...”

Sifa tahu apa yang ingin dikatakan Bibi Wu. Tidak ada ekspresi ekstra di wajahnya, Dia mengulurkan tangan dan menggandeng tangan Bibi Wu, memberi isyarat kepada Bibi Wu untuk tidak melanjutkan kata-katanya.

Sifa merengut, berjalan menuju lantai dua. Bibi Wu memanggil Sifa dengan lembut, tapi Sifa tidak menghiraukannya.

Meskipun di dalam hati Sifa tahu mengapa Decky membawa wanita pulang ke rumah, dia juga jelas tahu bahwa adegan semacam itu tidak cocok untuk dilihatnya, tetapi dia tidak bisa menahan diri untuk berjalan ke atas.

Entah kenapa, jarak yang sangat pendek tiba-tiba terasa sangat panjang. Langkah kakinya menjadi sangat berat.

Begitu sampai di depan pintu kamar Decky, dia mendengar suara yang keluar dari dalam pintu.

Di dalam pintu, terdengar suara tawa seorang wanita diiringi suara Decky yang berbicara.

Setelah beberapa saat, suara mereka tidak terdengar lagi, tapi digantikan dengan suara ranjang berderit, serta erangan wanita yang sengaja ditahan.

Sifa berdiri di depan pintu, otaknya kosong. Decky membawa wanita pulang ke rumah dan melakukan hal-hal yang tak bisa dideskripsikan itu.

Apakah keinginan nafsu Decky belum terpenuhi hari ini? Apa maksud Decky membawa wanita ke rumah dan melakukan hal itu untuk ditunjukkan kepadanya.

Sifa tidak bisa lagi menahan amarah di hatinya saat ini, tinjunya terkepal erat, kukunya yang panjang menancap di daging, darah segar menetes melalui jari-jari.

Dia berdiri di depan pintu, mendengar rintihan cinta yang datang dari kamar, mata memerah, tatapan penuh emosi. Dia mau mengingat momen ini, momen yang memalukan ini.

Novel Terkait

1001Malam bersama pramugari cantik

1001Malam bersama pramugari cantik

andrian wijaya
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
5 tahun yang lalu
See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
5 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
5 tahun yang lalu
This Isn't Love

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
4 tahun yang lalu
Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
5 tahun yang lalu