Marriage Journey - Bab 99 Pelecehan Seksual Dan Kekerasan

Perjalanan sekitar setengah jam, tapi Sifa dan Laras membutuhkan satu jam untuk tiba di tempat.

Begitu tiba di bawah rumah Marsha, Sifa segera membuka pintu mobil dan bergegas ke lantai atas.

Sebelumnya Marsha pernah membawa Sifa datang sekali, ketika melihat lingkungan tempat tinggal Marsha.

Sifa agak terkejut, Marsha sebagai karyawan resmi, yang bekerja di Perusahaan Leng umumnya dianggap lumayan baik di kota ini.

Gaji dan perlakuannya sangat bagus, Marsha telah bekerja selama beberapa tahun, wanita yang terlihat menarik malah tinggal di lingkungan seperti ini.

Ini adalah komunitas yang sederhana, terpencil dan tua, semua tangga penuh dengan jejak debu dan karat.

Tidak ada pos keamanan di luar gerbang, kebanyakan orang yang tinggal di sini adalah orang tua dan pekerja bangunan.

Selain itu, sebelumnya Marsha pernah mengatakan di sini sering mati listrik dan air.

Pada saat itu Sifa sedikit tertekan, mengapa gadis seperti ini akan tinggal di lingkungan seperti ini.

Fasilitas keamanan disini juga kurang bagus, sangat bahaya bagi seorang gadis untuk tinggal disini.

Marsha tinggal di lantai sebelas, tapi tidak ada lift di komunitas ini, hanya ada tangga sederhana.

Sifa terengah-engah menaiki tangga, terkadang berhenti untuk beristirahat sebentar.

Saat ini tidak ada suasana hati untuk beristirahat, pikiran Sifa penuh dengan Marsha.

Ketika tiba di sini, Laras berdiri dengan alis berkerut, dia dibesarkan di lingkungan yang unggul, reaksi pertama ketika melihat lingkungan di sini adalah tidak ingin masuk.

Laras bukannya tidak tahu tentang Marsha, Marsha sangat terkenal di dalam perusahaan.

Wanita yang terkenal dan terlahir dengan penampilan mempesona, terlihat menawan dan menggoda, telah menarik banyak perhatian atasan dan kolega pria di perusahaan.

Wanita yang biasanya selalu mengenakan pakaian glamor dan cantik, bisa tinggal di tempat seperti ini?

Laras sedikit bingung, meskipun enggan, dia tetap mengambil langkah mengikuti Sifa naik ke atas.

Meskipun dia adalah seorang pria, tapi juga sangat sulit baginya untuk langsung bergegas naik ke lantai sepuluh.

“Perhatikan dirimu sendiri.” Laras ikut di belakang karena takut Sifa tidak sengaja tergelincir.

Sifa tidak berbicara, dia terus menaiki tangga.

Sifa berdiri terengah-engah di depan rumah Marsha dan mengetuk dengan keras.

Gerbang besi yang tua, di bawah pukulan Sifa membunyikan suara yang sangat keras.

Tapi tetap tidak ada yang membuka pintu, Sifa tidak menyerah dan terus mengetuk dengan keras.

Laras berdiri di samping Sifa dan melihat ke pintu yang terkunci, lalu berkata "Apa mungkin dia keluar?"

Sifa juga ragu-ragu, tepat ketika Sifa ingin menyerah, pintunya tiba-tiba terbuka.

Sifa segera masuk, rumahnya tidak besar, hanya sekitar empat puluh atau lima puluh meter persegi, termasuk dapur, kamar mandi dan kamar tidur.

Secara keseluruhan terlihat sangat sederhana, jendela dan gorden tertutup rapat.

Membuat orang tidak dapat melihat perabotan dengan jelas, tapi samar-samar dapat melihat seorang wanita dengan rambut berantakan duduk di atas ranjang.

Sifa melangkah maju dan menyalakan lampu, wanita yang duduk di ranjang tiba-tiba berteriak "Jangan nyalakan lampu!"

Dia menutupi wajahnya dan mulai gemetar, wanita mengenakan piyama yang tipis dan terlihat sangat kurus.

Sifa merasakan tingkah Marsha yang aneh, dia segera berjalan ke depan, memegang tangan Marsha dan menarik tangannya ke bawah.

Kemudian langsung terlihat wajah Marsha, sudut mulutnya berlumuran darah, sudut mata dan dahinya juga penuh darah, sudut matanya bengkak dan sedikit memar.

Rambut dan pakaiannya berantakan, bagian leher, lengan dan pahanya penuh dengan bekas luka.

Marsha berteriak keras, berjuang untuk membebaskan diri.

Sifa dan Laras terkejut menatap Marsha, mereka tidak mengerti apa yang telah terjadi dalam waktu satu malam.

Sifa memeluk Marsha dan memandangnya dengan tidak nyaman, air mata mengalir dari sudut matanya, dia berteriak pada Marsha "Marsha, ini aku, aku Sifa…...."

Setelah berkata, dia terisak, Sifa memeluk Marsha dengan erat, mencegah Marsha membebaskan diri.

Awalnya Marsha berjuang dengan kuat dan perlahan-lahan menjadi tenang.

Ada senyuman di sudut mulutnya yang berdarah, dia terus berkata "…… Sifa datang,........ ini Sifa, tidak takut…...."

Selesai berkata, dia mengangkat kepala, air matanya mengalir tanpa suara, dia memeluk Sifa dengan erat dan tidak ingin melepaskannya.

Sifa mati-matian menggigit bibirnya dan menahan untuk tidak menangis.

Dia mengulurkan tangan, menepuk punggung Marsha dengan lembut dan menghiburnya dengan suara lembut "Ya, jangan takut, aku ada di sini."

Marsha tersenyum memeluk Sifa dan mulai menangis.

"Sifa, tolong aku……." Marsha berteriak dengan keras, air matanya mengalir keluar.

Laras berdiri di samping, tidak tega melihat adegan seperti ini, bahkan orang bodoh juga tahu apa yang telah terjadi, adegan seperti ini dan tubuhnya yang penuh dengan bekas luka.

Mata Sifa memerah, air matanya mengalir tak tertahankan.

Marsha selalu memeluk Sifa, enggan melepaskannya dan tidak berhenti bergumam di mulutnya.

Melihat kondisinya, Laras langsung menghubungi ambulans, kondisi seperti ini terlihat bahaya.

Sifa tentu mengikutinya, Marsha tidak ingin melepaskan tangan dan tidak ingin menerima perawatan.

Sifa hanya bisa membujuknya dan menemaninya.

Wajah Sifa terlihat buruk, dia berdiri di samping tidak berhenti membujuknya.

Tiba-tiba di depannya menjadi gelap dan kehilangan tenaga, duduk di atas ranjang.

Laras yang berdiri di samping bergegas maju memeluk Sifa dan bertanya "Ada apa, apakah kamu terlalu lelah?"

Lumayan lama kemudian, penglihatan Sifa baru kembali jelas, senyuman tak berdaya muncul di wajahnya yang pucat "Aku baik-baik saja."

Setelah berkata, dia menarik kembali tangan Marsha dan berbisik lembut untuk menenangkannya.

Laras agak kecewa, dia memberitahu Decky tentang situasi di sini.

Wajah Decky terlihat buruk, tubuh wanita ini selalu lemah dan sekarang masih hamil, memang tidak boleh terlalu lelah.

Ditambah lagi terjadinya hal-hal seperti itu pada karyawannya, bagaimanapun dia juga harus menunjukkan perhatian.

Setelah melakukan pemeriksaan sederhana, dokter meminta perawat untuk memberikan obat penenang pada Marsha, Marsha barulah menjadi tenang.

Dokter memanggil Sifa dan Laras ke sisi lain, wajahnya terlihat buruk: “Kondisi pasien tidak optimis.” Dokter itu terlihat ragu-ragu untuk berbicara.

Sifa terlihat cemas, dia melangkah maju, memegang tangan dokter dan bertanya "Dok, ada apa dengannya, katakan padaku…..."

Sifa tidak sabar, Laras segera bergegas ke depan, menyeret Sifa dan bertanya dengan suara rendah "Dok, katakan saja, kami adalah teman."

Dokter mendorong kacamatanya, menatap Sifa dan Laras, lalu berkata: “Dilihat dari luka pasien, seharusnya telah mengalami pelecehan seksual dan kekerasan.”

Novel Terkait

Innocent Kid

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
3 tahun yang lalu
Kamu Baik Banget

Kamu Baik Banget

Jeselin Velani
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Adieu

Adieu

Shi Qi
Kejam
5 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
3 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Everything i know about love

Everything i know about love

Shinta Charity
Cerpen
5 tahun yang lalu