Marriage Journey - Bab 131 Tidak Akan Melupakan Pelajaran
Marsha tersenyum sambil memandang Sifa, berkata "Apa yang perlu kamu buktikan? Bukankah menjadi asisten Decky sangat bagus? Kenapa kamu harus membuktikan kepada orang lain? Kamu adalah kamu, individu yang mandiri. Kenapa kamu harus peduli pada pandangan orang lain terhadap kamu?"
Marsha selalu independen, dia, yang tidak pernah peduli dengan pendapat orang lain, tidak mengerti kelakuan Sifa.
Sifa menunduk dan tersenyum tipis “Kamu tidak mengerti, Marsha. Di dunia ini, orang tidak boleh hanya hidup di dunia mereka sendiri. Aku membuktikan diri bukan karena aku peduli dengan pandangan mereka, tapi aku mau menonjolkan kemampuanku sendiri supaya orang lain tidak dapat mengatai aku."
Marsha mengangguk dengan linglung, mengeluarkan permen dari saku dan memasukkannya ke dalam mulut. Ketika lift tiba di lantai 11, Marsha keluar dari lift dan melambai ke arah Sifa "Sampai jumpa malam ini."
Sifa mengangguk, lanjut menaiki gedung dengan lift.
Setelah membentuk tim, Linda mengumpulkan informasi semua orang dan memberikannya kepada Sifa.
"Semua ini adalah informasi orang-orang yang ada di tim kamu. Kamu bisa melihatnya terlebih dahulu. Ini amat diperlukan demi ketelitian."
Linda memandang Sifa dengan diiringi senyum tipis, menyerahkan dokumen padanya.
“Terima kasih Linda, seharusnya aku yang melakukannya sendiri.” Ujar Sifa pada Linda dengan sopan.
Linda melambaikan tangan "Aku menyukai orang seperti kamu, makanya aku bersedia membantu kamu. Kamu tidak licik."
Usai bicara, Linda berbalik dan pergi. Sifa melihat sosok Linda yang menjauh, tersenyum tipis.
Setelah sekilas melihat informasi semua orang, Sifa tiba-tiba menemukan bahwa Luis berasal dari daerah dan sekolah yang sama dengannya.
Tapi dia sama sekali tidak ingat adanya keberadaan orang seperti ini di dunianya. Apa yang paling mengejutkan bukanlah informasi Luis, tapi informasi Marsha.
Marsha pernah memberi tahu dia bahwa dirinya adalah anak tunggal, tetapi dia belum pernah mendengar apa pekerjaan orang tuanya.
Hal yang terakhir kali terjadi itu, bagaimanapun Marsha tidak mau mengatakan siapa pria yang menyakitinya.
Hal ini pernah mencurigakan Sifa. Sekarang dia mendapatkan petunjuk dari informasi Marsha.
Informasi yang diperlihatkan sangat sedikit, hanya sekadar informasi-informasi sederhana yang ada di KTP saja, bahkan pengenalan dan informasi kontak orang tua pun sangat minim.
Sifa terus berpikir, bagaimana mungkin orang normal bisa seperti ini.
Tapi Marsha sepertinya tidak pernah berniat buruk apapun terhadap dirinya, dia hanya terlihat sedikit lebih sembrono dan menjalani kehidupan yang ingin dijalani.
Kepribadian Marsha tidak bermasalah. Sifa meletakkan dokumen setelah berpikir beberapa saat.
Saat itu masalah Marsha memang agak mencurigakannya, termasuk persoalan Marsha yang tidak pernah mengungkit sepatah kata pun tentang masalah itu. Saat itu dia takut akan membuka luka kesedihan Marsha sehingga dia tidak pernah bertanya.
Namun setelah melihat informasi ini, dia agak bimbang.
Waktu sudah hampir pukul delapan, Sifa terus tinggal di kantor dan tidak keluar hampir sepanjang sore.
Setelah melihat waktu, Decky memandang Sifa yang ada di layar dengan cemas.
Wanita ini sepertinya tidak menyadari bahwa sudah hampir waktunya jam malam, apakah pelajaran yang diberikan terakhir kali tidak cukup?
Decky tiba-tiba teringat dia yang sengaja memerintah penjaga keamanan untuk mengunci perusahaan tanpa memeriksa terlebih dahulu pada malam itu.
Dia menunduk, merasa amat bersalah. Dia berdiri dan berjalan menuju pintu. Dia sudah makan malam. Wanita itu tidak bergerak sejak sore, hanya sibuk dengan dokumen-dokumen di meja.
Decky berjalan ke pintu dengan khawatir. Melalui kaca transparan, dia bisa melihat Sifa yang sedang membaca dengan serius.
Lampu meja di kantor mulai redup, di bawah lampu meja terdapat wajahnya yang kecil dan halus.
Decky memandang Sifa sampai terbengong, tapi Sifa fokus pada pekerjaan, sama sekali tidak menyadari keberadaan Decky.
Decky tidak mengetuk pintu. Dia perlahan membuka pintu dan berjalan masuk.
Sifa terlihat sangat cantik di bawah cahaya redup, Decky agak terobsesi padanya.
Decky mengulurkan tangan, membantu Sifa mengesampingkan rambut di kening ke belakang telinga.
Sifa terkejut dengan gerakan Decky yang datang secara mendadak. Dia sama sekali tidak menyadari ada orang lain di kantornya.
Sifa menjerit "Ah! Kamu..."
Sifa menatap Decky dengan kaget, jantung seolah akan meloncat keluar.
Decky memandang Sifa dengan kening berkedut, lalu menarik kembali tangannya "Apakah pelajaran terakhir kali tidak cukup?"
Sifa tidak tanggap untuk beberapa saat, melihat Decky dengan heran "Pelajaran apa?"
Dia seketika bingung.
Decky melihat jam dan berkata "Sekarang jam setengah sembilan, pintu akan dikunci setengah jam kemudian. Kamu mau dikunci lagi?"
Kata-kata Decky mengekspresikan kepedulian, meski tidak terlalu jelas, tapi tetap dapat dirasakan.
Sifa tertegun sejenak. Dia masih ingat ketakutan dan ketidakberdayaan yang dialami dirinya.
Tapi kenapa Decky tahu? Saat itu hanya Laras yang tahu. Jangan-jangan....
Sebuah tebakan muncul di benak Sifa. Wajahnya menjadi pucat, senyum masam menyembul di sudut mulutnya. Dia tidak heran lagi. Saat itu jelas ada penjaga keamanan yang harus berpatroli.
Sifa merasa dirinya seolah jatuh ke dalam tungku es. Pemanas di kantor menyala, namun ia merasa sangat dingin.
Decky memandang Sifa yang berparas pucat di depannya, mengerutkan kening dan berkata dengan dingin "Kenapa, aku bertanya padamu, kamu tidak jawab?"
Sifa ditarik kembali ke dunia nyata oleh suara Decky. Tatapannya tampak mengasingkan diri. Dia menunduk untuk merapikan dokumen di tangan.
Lalu, dia berkata dengan dingin “Terima kasih, Direktur Leng. Aku tidak akan melupakan pelajaran terakhir kali itu!” Sifa berkata dengan menyiratkan maksud lain.
Decky bukan orang bodoh, dia tentu tahu maksud yang tersirat di dalam kata-kata Sifa.
Wajah Decky tiba-tiba berubah dingin "Terserah kamu!"
Setelah berbicara, dia berjalan keluar pintu dan masuk ke lift tanpa menoleh ke belakang lagi.
Sifa menunduk, tersenyum lemah. Meski dia tahu Decky memberi tahu dia karena peduli, tapi begitu dia terpikir bahwa Decky sengaja memojokkannya, ketidaknyamanan yang tak terkatakan terasa di hatinya.
Hampir semua orang di perusahaan sudah pulang, keheningan yang langka. Sifa naik lift dengan tumpukan kertas di dalam pelukan, turun ke lantai satu.
Masih ada bus pada jam segini, tapi Sifa mengernyit saat melihat tumpukan dokumen yang dibawanya. Setelah berpikir sejenak, dia memutuskan untuk naik taksi saja.
Sudah hampir tiga bulan sejak dia bekerja di perusahaan. Gaji yang selama ini diperolehnya tidak rela digunakannya hanya karena dia mau membelikan sesuatu untuk anak saat dilahirkan. Meskipun kemampuannya terbatas, tapi dia ingin melakukan sesuatu yang bisa dilakukannya.
Sifa berjalan dengan kesulitan karena harus membawa banyak dokumen. Sekarang kebetulan adalah jam sibuk, banyak taksi yang penuh dengan orang. Dia tidak menemukan taksi kosong.
Di luar bersalju dan sangat dingin, Sifa berjalan ke depan dengan hati-hati sambil memeluk dokumen. Dia tidak berani menyentuhkan dokumen-dokumen ke bagian perutnya, takut tumpukan dokumen tersebut akan menindih anak di perut.
Postur ini sangat melelahkan. Tak lama kemudian, dia tidak lagi memiliki tenaga setelah berjalan kurang dari 50 meter.
Dia berdiri di tempat dengan terengah-engah, keringat di dahi bergulir ke pipi.
Setelah turun, Decky tidak pergi. Dia mengemudikan mobil ke sebuah gang kecil di depan perusahaan.
Melihat Sifa tampak kelelahan, dia ingin membuka pintu mobil. Tapi dia teringat akan sikap Sifa padanya.
Dia pun menarik kembali tangannya, lihat berapa lama Sifa bisa bertahan! Decky masih mengambek, dia duduk di dalam mobil, pandangan terkunci pada Sifa yang ada di depan.
Sifa yang memeluk dokumen berdiri di pinggir jalan untuk menunggu taksi, kekuatan fisiknya tidak bisa mendukungnya lagi.
Suhu di luar sudah di bawah nol. Sifa terengah-engah.
Decky memandang Sifa dengan cemas. Dia tidak bisa tahan lagi. Jadi, dia menginjak pedal gas dan melaju ke depan, membuka pintu dan segera keluar dari mobil. Sebelum Sifa bereaksi, Decky sudah mengulurkan tangan dan mengambil dokumen di pelukannya, lalu berjalan menuju mobil.
Sifa berseru, menatap Decky dengan kaget.
Decky tidak memberikan kesempatan kepada Sifa untuk menolak. Dia meraih tangan Sifa dan menggandengnya berjalan menuju pintu mobil, memasukkannya ke dalam mobil, menyelesaikan semua gerakan sekaligus.
Sifa menatap Decky. Dia tahu bahwa dia tidak bisa menolak Decky saat ini. Jadi, dia tidak punya pilihan selain duduk di tempat dengan diam.
Lagipula dia tidak bisa mendapatkan taksi saat ini, bagus juga jika bisa diantar.
Sifa diam di sepanjang jalan, sementara Decky memasang ekspresi muram dan tidak berbicara juga.
Setelah beberapa saat, Sifa menyadari bahwa perjalanan yang dilalui mereka bukan jalan menuju rumah Marsha.
Dia menegakkan tubuh, menoleh ke Decky dan berkata dengan marah "Ini bukan jalan pulangku."
Novel Terkait
Siswi Yang Lembut
Purn. Kenzi KusyadiMy Lady Boss
GeorgePria Misteriusku
LylyPejuang Hati
Marry SuMenantu Hebat
Alwi GoMr Huo’s Sweetpie
EllyaStep by Step
LeksMarriage Journey×
- Bab 1 : Kanker Lambung Stadium Terakhir
- Bab 2 : Kamu Kotor
- Bab 3 : Decky Menidurinya
- Bab 4 : Menghindar Bagaikan Ular Berbisa
- Bab 5 : Berikan Jantungku Kepadanya
- Bab 6 : Aku Merasa Aku Kotor !
- Bab 7 Transplantasi Dihentikan
- Bab 8 Hamil ?
- Bab 9 Anak Haram Siapa
- Bab 10 Kamu Tidak Pantas Menjadi Seorang Ibu
- Bab 9 Aku Tidak Punya Rumah
- Bab 12 Hasil Terburuk
- Bab 13 Wanita Tidak Tahu Malu
- Bab 14 Wanitaku
- Bab 15 Itu Anakku
- Bab 16 Shen, Kamu Tidak Pantas!
- Bab 17 Berubah Seiring Berjalannya Waktu
- Bab 18 Orang Seperti Apa
- Bab 19 Tamu Yang Tiba-tiba Datang Tanpa Diundang
- Bab 20 Membusuk Di Sekitarku
- Bab 21 Sedikit Berubah
- Bab 22 Harapan Mendapatkan Kekecewaan
- Bab 23 Bersimpati
- Bab 24 Bertemu di Rumah Sakit Secara Tidak Sengaja
- Bab 25 Keadaan Darurat
- Bab 26 Wanita Kuat
- Bab 27 Tidak Boleh Mati!
- Bab 28 Terserah!
- Bab 29 Mengkhawatirkanku?
- Bab 30 Seperti Sepasang Suami Istri
- Bab 31 Curiga
- Bab 32 Aku Nyonya Leng
- Bab 33 Kamu Mengorok
- Bab 34 Bawa Masuk
- Bab 35 Isi Hati
- Bab 36 Aku Sudah Memperkerjakan Pembantu Untukmu
- Bab 37 Shen Yang Berbeda
- Bab 38 Pembukuan?
- Bab 39 Kamu Hari Ini Cantik Sekali
- Bab 40 Makan Malam Keluarga Leng
- Bab 41 Serangan Balik
- Bab 42 Wanita Dengan Dua Watak
- Bab 43 Kami Akan Berusaha
- Bab 44 Secercah Harapan, Beratus Kali Lipat Usaha
- Bab 45 Menjadi Asistennya?
- Bab 46 Wanita Ini Tidak Gampang
- Bab 47 Rumor
- Bab 48 Bercanda Berlebihan
- Bab 49 Jaga Dirimu Dengan Baik (1)
- Bab 50 Jaga Dirimu Dengan Baik (2)
- Bab 51 Wanita Cantik, Marsha
- Bab 52 Pria Munafik
- Bab 53 Biarkan Aku Menemanimu Di Saat Sedih
- Bab 54 Wanita Pemberani
- Bab 55 Dengan Begini Apakah Kita Sudah Menjadi Teman?
- Bab 56 Aku Akan Melindungimu Mulai Dari Sekarang
- Bab 57 Bukankah Kamu Suka Seperti Ini?
- Bab 58 Bisakah Kamu Membawakanku Pakaian
- Bab 59 Tidak Peduli Apa Tujuanmu, Kamu Telah Berhasil
- Bab 60 Momen Yang Memalukan
- Bab 61 Tetap Terasa Dingin
- Bab 62 Apakah Dia Telah Pergi?
- Bab 63 Cemburu
- Bab 64 Lihat Saja Pulang Nanti
- Bab 65 Semakin Menarik Semakin Berbahaya
- Bab 66 Kekecewaan Dan Keputusasaan Datang Dari Harapan
- Bab 67 Tolong aku!
- Bab 68 Situasi Berbahaya
- Bab 69 Pegang Erat Tanganku
- Bab 70 Wanita Bertekad Dengan Pisau
- Bab 71 Tuhan Tahu Betapa Khawatirnya Dia
- Bab 72 Perubahan Mendadak
- Bab 73 Aku Dan Dia Pilih Salah Satu
- Bab 74 Jangan Bergerak!
- Bab 75 Melepaskanmu
- Bab 76 Kamu Tidak Pantas Menyukai Dia!
- Bab 77 Niat Licik
- Bab 79 Dia Sedang Sakit, Penyakit Yang Tidak Dapat Disembuhkan
- Bab 79 Laras, Tolong Menjaga Rahasia Ini
- Bab 80 Kondisi Penyakit Semakin Memburuk
- Bab 81 Perhatian Yang Tiba-Tiba
- Bab 82 Kehangatan
- Bab 83 Gaun Motif Bintang
- Bab 84 Sangat Cocok Denganmu
- Bab 85 Penghargaan Untukmu!
- Bab 86 Pikiran Ariana
- Bab 87 Lebih Perhatian Dari Dirinya Sendiri?
- Bab 88 Pusat Perhatian Semua Orang
- Bab 89 Tubuhmu Begitu Jujur?
- Bab 90 Beri Kesempatan?
- Bab 91 Mau Jadi Wanita Sejatiku?
- Bab 92 Wanita Yang Sedang Jatuh Cinta Memang Berbeda
- Bab 93 Hidup yang Didambakan
- Bab 94 Ngambek?
- Bab 95 Bagaimana Menghadapinya
- Bab 96 Tidak Ada Yang Lebih Mencintaimu Daripada Aku
- Bab 97 Merebut Wanita Orang Lain
- Bab 98 Harus Memperlakukannya Dengan Baik
- Bab 99 Pelecehan Seksual Dan Kekerasan
- Bab 100 Luka Hati
- Bab 101 Masalah Ini Tidak Begitu Sederhana
- Bab 102 Takut Akan Kepergiannya Yang Mendadak
- Bab 103 Kamu Suka Dia Kan?
- Bab 104 Aku Tidak Mau Bermain-Main Lagi
- Bab 105 Aku Jatuh Cinta Dengannya, Apakah Ada Yang Salah?
- Bab 106 Perjanjian Perceraian
- Bab 107 Ayo Kita Mulai Dari Awal Hubungan Kita?
- Bab 108 Selama Aku Ingin Kamu Milikku, Maka Kamu Hanya Bisa Jadi Milikku
- Bab 109 Kalau Merindukannya, Harusnya Pergi Langsung Menemuinya Tidak Peduli Seberapa Jauh Itu
- Bab 110 Aku Hanya Mencintai Satu Pria
- Bab 111 Gunung Es Ribuan Tahun Telah Meleleh?
- Bab 112 Romantis
- Bab 113 Sifa, Wanitaku
- Bab 114 Tidakkah Harus Memberiku Penghargaan?
- Bab 115 Takut Semua Ini Hanyalah Mimpi
- Bab 116 Penurunan Suhu Secara Tiba-tiba
- Bab 117 Mengibaskan Ekor
- Bab 118 Dia Tidak Bisa
- Bab 119 Mengapa Dia Melakukan Ini
- Bab 120 Cemburu
- Bab 121 Mengambil Inisiatif
- Bab 122 Perasaan Bukan Sesuatu Yang Dapat Dikendalikan
- Bab 123 Benar-Benar Menganggap Dirimu Sebagai Anak Dari Keluarga An
- Bab 124 Aku Tidak Akan Meremehkan Seseorang Sepertimu
- Bab 125 Memasuki Ranah Hiburan
- Bab 126 Status Sosial
- Bab 127 Sekolah Akting
- Bab 128 Cari Masalah?
- Bab 129 Kesempatan Membuktikan Diri
- Bab 130 Membentuk Tim Proyek
- Bab 131 Tidak Akan Melupakan Pelajaran
- Bab 132 Kura-kura Tua Akhirnya Berubah Cerdas
- Bab 133 Membuat Rencana Baru
- Bab 134 Mengambil Langkah Yang Tidak Biasa
- Bab 135 Bermain Dengan Api
- Bab 136 Apa Kamu Merindukan Aku ?
- Bab 137 Kebuntuan Investigasi
- Bab 138 Kekalahan
- Bab 139 Bisa Terpikirkan Aku, Itu Sudah Cukup
- Bab 140 Pertikaian Yang Jelas Sekali
- Bab 141 Tidak Kenal Akrab
- Bab 142 Kemunculan Yang Mengejutkan
- Bab 143 Kehangatan Sementara
- Bab 144 Krisis
- Bab 145 Menyelamatkan Korban
- Bab 146 Juna Lai
- Bab 147 Kamu Adalah Ayah Yang Baik
- Bab 148 Penyelidikan
- Bab 149 Kebenaran
- Bab 150 Keputusan Akhir
- Bab 151 Serangan Balik Yang Kuat
- Bab 152 Tertawalah Kalau Senang
- Bab 153 Bisakah Kamu Membantuku
- Bab 154 Apa Pun Yang Terjadi, Tolong Selamatkan Anakku
- Bab 155 Punya Hak Apa Kamu
- Bab 156 Jangan Mati Di Dalam Mobilku!
- Bab 157 Kabar Baik
- Bab 158 Kamu Tunggu Saja!
- Bab 159 Beritahu Aku Kalau Itu Bukan Sungguhan
- Bab 160 Pria Lain
- Bab 161 Kamu Coba Saja
- Bab 162 Perang Dingin
- Bab 163 Rasa Cemburu Yang Berlebihan
- Bab 164 Jangan Lupa Masalah Sebelumnya
- Bab 165 Sayang, Santai saja
- Bab 166 Kesempatan Yang Bisa Disembuhkan Dari Penyakit
- Bab 167 Selamat Ulang Tahun
- Bab 168 Rencana
- Bab 169 Rencana (2)
- Bab 170 Meskipun Tidak Percaya
- Bab 171 Aku Berharap Kamu Mati
- Bab 172 Badai Rumor
- Bab 173 Dia Yang Tidak Normal
- Bab 174 Perjanjian Perceraian
- Bab 175 Menginginkannya dengan Ganas
- Bab 176 Anakku ...
- Bab 178 Apakah Kondisi Ini Bisa Membaik?
- Bab 179 Gangguan Tanpa Henti
- Bab 180 Tidak Menghalangimu!
- Bab 181 Roda Berputar
- Bab 182 Apakah Kamu Orang Dunia Hiburan!
- Bab 183 Sadar Sepenuhnya
- Bab 184 Pergi
- Bab 185 Awalan Baru
- Bab 186 Masa Lalu Yang Tidak Bisa Dikenang
- Bab 187 Bangun
- Bab 188 Curhat
- Bab 189 Marsha Pergi
- Bab 190 Tindakan Kecil
- Bab 191 Terekspos
- Bab 192 Mencari Kesempatan
- Bab 193 Selalu Merindukannya
- Bab 194 Aku Ingin Dia Mati
- Bab 195 Sherly
- Bab 196 Pernah Mencintainya
- Bab 197 Menutup Pameran Lukisan
- Bab 198 Berangkat Ke Amerika Serikat
- Bab 199 Gerakan Janin
- Bab 200 Perhatian Hendi
- Bab 201 Sama Sekali Tidak Tahu Pameran Lukis Ditutup
- Bab 202 Diam-Diam Menyelidiki
- Bab 203 Menuju Apartemen
- Bab 204 Yuli Sakit Parah
- Bab 205 Menerima Pukulan
- Bab 206 Tidak Bisa Menghadapi Tekanan
- Bab 208 Tekanan Sifa
- Bab 208 Mendatangi
- Bab 209 Terpancing Emosi
- Bab 211 Kecemasan
- Bab 212 Kabar Mendadak
- Bab 213 Perasaan Bertentangan
- Bab 213 Penyebaran Sel Kanker
- Bab 214 Pertahanan Satu-Satunya
- Bab 215 Kedatangan Decky
- Bab 217 Tubuh Yang Lemah
- Bab 218 Kemarahan Yang Tidak Terkendali
- Bab 219 Diri Yang Tidak Berdaya
- Bab 219 Tubuh Lemah
- Bab 220 Memberi Tugas Secara Rahasia
- Bab 221 Menjaga Sepenuh Hati
- Bab 222 Menerima Pengobatan
- Bab 223 Mengatur Secara Rahasia
- Bab 224 Mengenang Masa Kecil
- Bab 225 Mendadak Pulang
- Bab 226 Bertemu Yuli
- Bab 227 Suasana yang Menekan
- Bab 228 Mengetahui Balas Dendam Dari Hendi
- Bab 229 Kerahasiaan Laras
- Bab 230 Kabar Baik Mendadak
- Bab 231 Yuli Akan Segera Bangun
- Bab 232 Ariana Memicu Keributan Besar
- Bab 233 Menjerat Tanpa Akhir
- Bab 234 Melihat Trik Licik Ariana
- Bab 235 Kabar Baik
- Bab 236 Insiden Ariana
- Bab 237 Yuli Bangun
- Bab 238 Mendapatkan Tanggapan
- Bab 239 Minta Enam Milyar
- Bab 240 Sudah Boleh Pulang
- Bab 241 Terus Berpikir
- Bab 242 Kembali Normal
- Bab 243 Panggilan Telepon Dari Ibu Leng
- Bab 244 Ketenangan Yang Akan Segera Hancur
- Bab 245 Tidak Ingin Membebani Hendi
- Bab 246 Kabar Baik Yang Tiba-Tiba Datang
- Bab 247 Dipaksa Kembali
- Bab 248 Diantar Lagi Ke Gerbang Pintu Rumah Keluarga Leng
- Bab 249 Hendi Mencari Dengan Sangat Panik
- Bab 250 Menanyakan Dan Menyalahkan
- Bab 251 Mendapat Saham
- Bab 252 Bertengkar
- Bab 253 Mengingat Masa Lalu
- Bab 254 Kekecewaan Tidak Berujung
- Bab 255 Menyewa Rumah Di Luar
- Bab 256 Bertemu Dengan Laras
- Bab 257 Hendi Kembali
- Bab 258 Tragedi
- Bab 259 Mengubah Pemikiran
- Bab 260 Pertemuan Yang Canggung
- Bab 262 Benar-Benar Kehilangan Harapan
- Bab 262 Sengketa Di Ruang Tamu
- Bab 264 Jatuh
- Bab 265 Mencoba Membuat Tuduhan Palsu
- Bab 266 Pertengkaran Antar Teman Baik
- Bab 267 Pikiran Yang Jahat
- Bab 268 Dia Sedang Berbohong
- Bab 269 Melakukan Kepalsuan
- Bab 270 Damai
- Bab 271 Tes DNA
- Bab 272 Ayo Bicarakan Ini Denganku
- Bab 273 Penghinaan
- Bab 274 Dilema
- Bab 275 Dilema
- 276 Menolak Cek
- 277 Berkomunikasi dengan Kakek
- BAB 278 Kecewa
- 279 Dalam Suasana Hati yang Buruk
- Bab 280 Bertemu Hendi Di Bar
- Bab 281 Main Tangan
- Bab 282 Kembali Ke Rumah Keluarga Leng
- Bab 283 Punya Pemikiran Masing-masing
- Bab 284 Diperingatkan
- Bab 285 Tidak Boleh Mengalah
- Bab 286 Dikalahkan
- Bab 287 Tidak Puas
- Bab 288 Kekhawatiran
- Bab 289 Diskusi Tak Berhasil
- Bab 290 Rapat di Ruang Kerja
- Bab 291 Tiga Persyaratan
- Bab 292 Mengikat
- Bab 293 Pembagian Warisan
- Bab 294 Mengobrol Secara Terbuka