Marriage Journey - Bab 154 Apa Pun Yang Terjadi, Tolong Selamatkan Anakku

Ada edit nama Joshua = Luis Bab 133-138, 144-146 19/10/2020

Ada edit nama Kabupaten Li -> Kabupaten Kansas Bab 133-138, 144-146 Tanggal 19/10/2020

Sifa mengikuti perkataan Decky, di ruang rapat, dia terus berdiri di sebelah menunggu Decky.

Setelah Decky sedang menjelaskan semua detail proyek, dia mengusap matanya dengan lelah dan melihat Sifa yang berdiri di sebelahnya.

Dia melambai ke Sifa untuk mendekat dan berkata kepada semua staf yang terlibat dalam proyek pembongkaran dan pembangunan perumahan.

Di sini aku mau memberi tahu suatu hal kepada kalian, seseorang yang selama ini selalu menolak untuk pembongkaran mengajukan satu syarat pada pembongkaran ini.

Semua orang memandang Decky dengan penuh kebingungan.

Decky berucap sambil menatap ke Sifa “Asisten Shen sudah setuju dengan hal ini, aku pikir kita harus melakukannya.”

Decky mengeluarkan foto putra Juna yang dulu dia suruh bawahannya selidiki secara diam-diam.

Dia menaruh di atas meja, itu foto Juna ketika dia muda dan sedang menggendong anak berusia sekitar empat tahun.

Sifa menatap kaget pada Decky, Decky menghadap semua orang dan berujar “Aku yakin kalian semua tahu bagaimana cara membuat iklan, asalkan itu perumahan kita dan pabrik atau toko bawahan, semuanya pasang spanduk besar, kerahkan kemampuan terbesar kita.”

“Ngomong-ngomong, Linda, temui Komisioner Wang di kantor polisi, katakan padanya bahwa aku butuh bantuannya dalam masalah ini. Selama anak ini masih ada di dunia, aku harus menemukannya.” Decky berbalik dan berujar pada Linda.

Linda segera mengangguk “Aku akan segera mengaturnya, Direktur Leng.” Selesai berkata, dia berbalik dan menelepon.

Penanggung jawab proyek lainnya mengangguk serius, Decky menatap Sifa, matanya penuh dengan ketegasan.

Sifa merasa Decky yang di hadapannya ini sangat berbeda dengan biasanya, sangat mempesona.

Setelah menyelesaikan semua serah terima, orang-orang di ruang rapat hampir semuanya sudah bubar.

Decky berbalik dan mengangguk ringan ke arah Sifa “Ikuti aku ke kantorku.”

Sifa mengikuti di belakang dengan patuh, dalam hatinya dia sangat terharu.

Begitu masuk, Decky langsung menuju meja, Sifa tiba-tiba berjalan dan memeluknya dari belakang.

Dia hanya mencapai tulang belikat Decky yang tinggi badannya 1,7 meter. Seketika, hidung Sifa kesakitan, dia membenamkan wajahnya pada pakaian Decky.

Tubuhnya sedikit gemetar, Decky berbalik dengan terkejut dan bertanya datar “Ada apa?”

Setelah beberapa saat, Sifa baru menjawab dengan suara serak “Decky, terima kasih, ya!”

Decky sedikit terkejut, dia berbalik perlahan dan memeluk tubuh Sifa yang lebih pendek darinya “Tidak perlu berterima kasih, anggap saja sebagai hadiah dariku.”

Sifa memeluk erat Decky, dia tidak mau melepaskannya.

Marsha berjalan menuju kantor Laras sambil memegang dokumen yang sudah diselesaikannya.

Laras mendongak menatap Marsha dan berujar “Sudah lama tidak melihatmu, kelihatannya kamu makin kurus.”

Marsha tersenyum tipis sambil menyerahkan dokumen untuk Laras “Aku rasa kamu ingin menanyakan kabar Sifa.”

Marsha itu wanita yang cerdas, perasaan Laras terhadap Sifa terlihat sangat jelas.

Sesaat, ekspresi Laras menjadi canggung, dia menundukkan kepala tidak tahu harus berkata apa.

Marsha tersenyum simpul “Dia baik-baik saja, aku percaya semuanya akan berlalu.”

Marsha mengedipkan mata pada Laras sambil tersenyum menyeringai.

Laras diam, hatinya luluh, baguslah jika dia baik-baik saja.

Akhir-akhir ini Hendi dan Gustian terus bersama, Gustian mengajak Hendi ke perjamuan penyambutan di hotelnya.

Hendi tidak terbiasa dengan situasi seperti ini, dia sedikit bingung.

Gustian menggeleng kepala, dia mendekatinya dan menghiburnya “Aku tahu apa yang kamu pikirkan, dengan perlindungan Decky, dia akan baik-baik saja.”

Hendi mengangguk dan terdiam.

Gustian selalu memberi tahu Hendi bahwa dia berharap bisa melakukan sesuatu dengannya.

Namun, Hendi tidak terlalu suka, dia tidak seperti Gustian yang licik, tapi di bawah dorongan Gustian, Hendi masih terus berusaha.

Tetapi masalah Sifa selalu membuat Hendi khawatir.

Begitu melihat tumpukan dokumen, Sifa langsung gelisah.

Ketika mengambil dokumen dan berencana menyelesaikannya, tiba-tiba Sifa merasa pusing, kedua tangannya bertumpu di meja, dia berusaha untuk tetap sadar.

Setelah beberapa saat, pandangannya dengan perlahan kembali terang.

Tapi dengan segera disusul dengan rasa mual, Sifa berlari ke kamar mandi.

Dia merasakan kejang di pantatnya, seketika, dia memuntahkan seteguk darah, Sifa menumpu pada dinding dan perlahan berjongkok dengan wajah pucat.

Ada apa ini? Sifa mengeluarkan hpnya dan menelepon Hendi dengan panik.

Setelah menceritakan semua situasinya, Hendi dengan cemas menyuruh Sifa segera pergi ke rumah sakit.

Sifa melihat meja yang penuh dengan dokumen, sesaat, dia merasa ragu “Aku akan menemuimu malam ini.”

Kemudian mengakhiri panggilan.

Ketika Hendi menelepon Sifa lagi, Sifa sudah mematikan hpnya.

Hendi menunggu dengan cemas hingga jam 7 malam, akhirnya, Sifa datang di saat kecemasan dan penantian.

Sifa tampak pucat, dia tetap kurus meskipun sudah hamil hampir lima bulan.

Setelah Hendi membawa Sifa melakukan pemeriksan kesehatan dan mendapatkan laporannya, tidak ada kerutan dalam sekejap.

Sifa bertanya lemah pada Hendi “Bagaimana keadaanku?”

Hendi menatap Sifa seperti hendak berbicara tapi tertahan, namun, tidak berkata sepatah kata pun.

Sifa tersenyum pahit “Katakanlah, aku bisa menerimanya.”

Hendi menunduk, terdapat kesedihan di matanya “Kamu harus ikut aku ke Amerika Serikat, kalau tidak, kamu tidak bisa mempertahankan anakmu, bahkan bisa merengut nyawamu...”

Perkataan Hendi seperti pukulan di kepalanya, Sifa yang harus mempersiapkan diri masih terkejut.

Sifa mengelus perutnya dengan gemetar, berusaha mengendalikan emosinya.

Sifa mendongak melihat ke Hendi, dia bertanya “Jika aku pergi ke Amerika, berapa besar kemungkinan bisa mempertahankannya dan menyembuhkanku?”

Mata Hendi memberat, dia menatap Sifa dan mengatakan yang sebenarnya “Lima puluh persen, tetapi jika menjalani kemoterapi, bayi itu mungkin tidak bisa dipertahankan.”

Hendi tidak berani menyembunyikan fakta bahwa Sifa harus menjalani kemoterapi, jadi, dia hanya menunduk dan berbisik.

Sifa tersenyum tipis “Kalau begitu, aku bersedia bertahan sampai akhir. Jika demikian, setidaknya salah satu dari kami dapat bertahan.”

Sifa tersenyum simpul, dia berkata sambil menatap Hendi.

Hendi sangat menderita, dia berbalik badan tidak berani menatap mata Sifa.

Fakta kejam seperti itu sungguh tidak bisa diterima. Sel kanker dalam tubuh Sifa telah menyebar luas. Walaupun sebelumnya dia telah mengembangkan obat untuk gurunya yang dapat menghambat penyebaran sel kanker dan juga tidak memiliki efek samping pada anak dan tubuh.

Namun, sel kanker akan terus menyebar dalam waktu yang lama, hanya bisa memperlambat penyebarannya.

Hendi mengernyit, dia tidak tahu bagaimana menerima perkataan Sifa.

Sifa berjalan perlahan ke sisi Hendi, dia mengulurkan tangannya dengan lembut dan meraih telapak tangan Hendi “Aku mohon satu hal padamu, tidak peduli apa yang terjadi padaku kelak, tolong kamu harus selamatkan anakku dulu.”

Hendi menatap Sifa dengan prihatin. Tangan yang dipegang Sifa terasa hangat, tetapi dia merasa hati Sifa saat ini seperti es hitam.

Hendi menarik tangannya, dia berbalik dan membelakangi Sifa “ Sifa, aku tidak bisa melakukannya...”

Suasana hati Hendi agak buruk, setiap kali Sifa meminta bantuannya, dia tidak pernah menolaknya, tetapi kali ini, dia tidak bisa melakukannya...

Wajah Sifa yang pucat dan tak bertenaga menampilkan senyuman “Tidak apa-apa Hendi, kamu akan membantuku dan pasti akan melakukannya...”

Selesai berucap, Sifa berjalan ke hadapan Hendi, dia mengambil laporan dari tangan Hendi, meskipun Sifa tidak paham apa yang ditunjukkan pada kurva dan gambar. Namun, di atas kertas putih dan tulisan hitam itu tertulis dengan jelas; penyebaran sel kanker, beberapa kata itu sangat menusuk mata Sifa.

Sifa menutup mata, dia meremas laporan itu dengan erat hingga menjadi bola kertas.

Sifa berbalik perlahan dan berucap pada Hendi “Tidak apa-apa Hendi, jangan khawatir, ketika pulang nanti, aku akan mengikuti sesuai dengan cara yang kamu katakan dan minum obat yang kamu berikan tepat waktu, tenanglah, aku akan bertahan...”

Selesai berucap, Sifa kembali ke perumahan sendirian. Dia terus salah jalan di persimpangan dan kemudian berjalan kembali dengan perlahan.

Sifa mengendalikan emosinya, dia mengeluarkan cermin di tasnya, berkaca seolah-olah tidak ada yang terjadi, mengeluarkan senyuman dan berlatih di cermin.

Novel Terkait

My Beautiful Teacher

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
3 tahun yang lalu
Mr Huo’s Sweetpie

Mr Huo’s Sweetpie

Ellya
Aristocratic
3 tahun yang lalu
Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
3 tahun yang lalu
Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
3 tahun yang lalu
Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
3 tahun yang lalu
Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu