Marriage Journey - Bab 109 Kalau Merindukannya, Harusnya Pergi Langsung Menemuinya Tidak Peduli Seberapa Jauh Itu

Sifa membuka matanya lebar-lebar, tangannya sedikit gemetar ketika melihat rambut rontok yang ada tangannya. Dia pun membeku di tempat.

Sifa hanya merasa seperti disambar petir di hari cerah, napasnya jadi tidak karuan, kedua tangannya bergetar dengan hebat.

Kondisi sakitnya sudah memburuk secepat ini, hati Sifa penuh dengan ketidakberdayaan dan ketakutan.

Dia berjongkok untuk memeluk dirinya sendiri. Air hangat membasahi tubuhnya melewati sepanjang rambutnya.

Tapi dirinya malah masih terasa dingin, dia memeluk dirinya sendiri yang menggigil. Tanpa terasa air matanya mengalir tanpa suara.

Pada saat ketakutan dan tak berdaya seperti ini, dia selalu harus melewatinya sendirian. Sifa berjongkok di lantai cukup lama dan masih tidak bersedia percaya hal ini.

Hendi terlihat cukup muram. Akhir-akhir ini, penyakit Sifa semakin lama semakin memburuk dengan cepat. Ketika memeriksa Sifa terakhir kali, sel kankernya sudah mulai menyebar.

Hendi minum seteguk demi seteguk alkoholnya. Hendi tidak cukup ahli dalam minum alkohol. Hanya minum beberapa gelas alkohol saja, dia sudah pusing.

Yang ada di dalam pikiran Hendi saat ini hanya satu hal, yaitu bagaimana menyelamatkan Sifa.

Begitu teringat pemandangan ketika Sifa menolaknya, Hendi hanya merasa ada sakit yang hebat di dalam hatinya.

Hendi mengulurkan tangan memegang kedua pipinya sendiri. Perbedaan yang dibawa oleh alkohol sudah mulai membuat perubahan di diri Hendi.

Hendi sudah mulai sedikit kesal, dia yang hampir tidak minum banyak alkohol pun jadi meneguk langsung satu botol alkohol dengan gilanya.

Hendi yang duduk di bar, matanya sudah mulai meredup dan berkunang-kunang. Semua yang ada di depannya perlahan menjadi kabur.

Kesadaran Hendi perlahan sudah tidak terlalu jelas, sekarang hanya ada satu pikiran yaitu menemui Sifa.

Hendi mengambil ponselnya lalu menelepon nomer Sifa dengan gilanya.

Sifa mulai mencoba menenangkan emosi dalam dirinya. Tidak ada warna darah di wajah pucatnya itu, karena alasan sakit ini, Sifa terlihat sangat kurus dan lemah.

Sifa pun mengambil ponselnya yang terus saja bergetar dari tadi. Nama yang ada di layar adalah Hendi.

Sifa sedikit mengerutkan kening bingung, lalu mengambil ponselnya. Awalnya dia mau menekan tombol jawab, tapi setelah ragu sejenak, dia akhirnya menolak panggilan telepon itu.

Sifa tahu Hendi khawatir mengenai penyakit yang dideritanya sekarang. Tapi dia sendiri juga tahu kalau Hendi punya perasaan berbeda terhadap dirinya.

Karena dia tidak mungkin dengan Hendi, jadi dia merasa dirinya tidak boleh terus memberikan harapan pada Hendi. Sifa berusaha jadi kejam, berbalik dan tak melihat ke arah ponselnya lagi.

Tapi telepon Hendi seperti telah terinfeksi virus, terus berbunyi dengan menyebalkannya.

Sifa pun terpaksa menekan tombol mematikan ponselnya. Lalu, melemparkan ponselnya ke sisi lain dengan kesalnya.

Hendi mendengarkan suara wanita yang sangat familiar dari telepon itu, Nomer yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jaringan. Tolong telepon beberapa saat lagi.

Hendi menarik sudut bibirnya dengan getir, lalu menurunkan tangannya yang memegang ponsel dengan tak bertenaga.

“Sifa, kenapa kamu begitu kejam seperti ini....” Hendi menundukkan kepala, dan bergumam sendiri meluapkan rasa sedih dan sakit di hatinya.

Hendi duduk sendirian di meja bar. Kesedihannya yang sangat membebani ini dengan cepat menarik perhatian seorang wanita cantik di sampingnya.

Karin memandang pria tampan yang mabuk di hadapannya, hatinya tidak bisa menahan diri untuk tidak peduli padanya, “Tuan, permisi apa ada yang bisa aku bantu?"

Karin cukup sering melihat orang mabuk di bar yang adalah orang-orang yang memang begitu suka mabuk, tetapi pria di depannya memiliki pesona tak terlihat yang mendorongnya untuk mendekati pria itu.

Hendi mengangkat kepalanya sedikit, matanya sudah memerah. Dia menarik sudut bibirnya berusaha memaksakan diri tersenyum, “Tidak apa-apa....”

Karin tersenyum dan berjalan ke samping Hendi, "Orang yang tidak apa-apa, tidak akan minum sampai seperti ini, meneguk langsung satu gelas alkohol terus menerus seperti memang mau memabukkan dirinya dengan bodohnya.”

Hendi sedikit tak sadarkan diri, dia mengangkat kepalanya menatap Karin .

Meski Hendi sedikit pusing, tapi dia masih bisa melihat dengan jelas kalau wanita di depannya sangat cantik, dengan bibir merah dan gigi putih, tubuhnya sungguh indah dan anggun.

Hendi menggelengkan kepalanya yang pusing, memaksa dirinya untuk tetap sadar sambil berkata, "Terima kasih nona, aku hanya, sedikit merindukan wanita yang kusuka ..."

Kata Hendi dengan terus terang.

Karin menaikkan alisnya memandang Hendi, lalu tersenyum dan duduk dengan kedua tangan menompang pipinya, "Hei, tuan yang tampan, apa kamu tahu? ketika kamu merindukan seserang, harusnya kamu langsung menemuinya tidak peduli seberapa jauhnya itu.”

Karin menatap Hendi dengan saksama, dan berkata dengan santai.

Hendi memandang wanita cantik di depannya. Tiba-tiba dirinya terpukul hatinya oleh apa yang dikatakan wanita itu.

Tundukkan kepalamu dan diam, iyakan? Ketika merindukan seseorang, apa harusnya langsung pergi menemuinya?

Ketika dia di Amerika dan merindukan Sifa, dia bisa berusaha untuk menekan dan mengontrol dirinya sendiri. Tapi, pada akhirnya dia baru menyadari kalau dirinya benar-benar jatuh cinta pada Sifa.

Mengenai dirinya pada akhirnya kehilangan Sifa, membiarkan Sifa menikah dengan pria yang tidak mencintainya dan akhirnya Sifa menderita dan menerima begitu banyak kepahitan dan kesulitan hidup.

Sekarang kali ini, apakah dia juga harus menahannya?

Hendi diam-diam mengepalkan tangannya dengan erat. Kedua matanya jadi terlihat begitu tajam.

Karin tertawa, meneguk sekali alkohol di depannya sampai habis, “Jika kamu suka, kamu harus menggenggam erat dia jika dia juga menyukaimu. Tapi, jika mencintai orang yang salah dan tak menyukaimu, maka kamu harus tahu diri dan rela untuk melepaskannya.”

Sebelum Karin selesai berbicara, Hendi berdiri tiba-tiba, memegang erat kunci mobil di tangannya.

Dia buru-buru berlari menuju ke tempat parkir.

Hendi mengetahui keberadaan Sifa saat ini. Ketika Sifa terakhir kali datang ke rumah sakit, Marsha yang menemaninya. Pada saat itu, dia khawatir terhadap Sifa, jadi dia sengaja menanyakan kepada Marsha tentang kondisi dan situasi Sifa.

Marsha bilang padanya kalau Sifa sekarang tinggal dengan dirinya, Sifa sudah pindah.

Hendi tidak mau mendengarkan logikanya, sekarang yang ada di pikirannya hanya satu yaitu ingin bertemu Sifa. Hendi langsung menginjak gas mobilnya mengendarai mobilnya ke arah rumah Marsha.

Betapa pun sulitnya hari itu, orang tetap harus makan. Setelah Sifa menyisir rambutnya, perutnya terus mengerang keruyukan.

Ketika dia membuka kulkas, dia melihat kulkasnya kosong melompong. Sifa menggelengkan kepalanya lalu melihat ke jam. Marsha tidak juga pulang.

Sifa pun terpaksa mengenakan mantelnya, lalu berjalan menuju supermarket terdekat.

Rumah Marsha yang baru pindah tidak seperti rumahnya di distrik tua yang dulu, lingkungan di sini terbilang aman dan seluruh lantai sangat bersih.

Sifa mengambil uang recehnya, lalu berjalan keluar. Pada saat ini, cuaca di luar sedikit berangin. Sifa tanpa sadar langsung mengeratkan mantelnya membungkus tubuhnya dan berjalan ke arah gerbang kecil di distrik itu.

Pada saat itu, cahaya lampu mobil yang begitu terang mengarah ke dirinya. Tanpa sadar Sifa mengulurkan tangan menutup pandangan matanya.

Dia pun mengintip dari balik jemarinya, dia hanya melihat seorang pria jangkung keluar dari mobil.

Dan dia berjalan ke arahnya, Sifa tidak melihat wajah orang itu dengan jelas karena orang itu membelakangi cahaya lampu.

Sebelum pria itu sudah berjalan di dekatnya, Sifa sudah mencium bau alkohol yang sangat kuat.

Sifa mengerutkan kening, hingga pria itu berdiri di depannya dan menutupi cahaya lampu mobil.

Sifa perlahan menurunkan tangannya dan melihat wajah pria itu dengan jelas.

Ketika Sifa melihat kalau itu adalah Hendi, dia cukup terkejut, "Hendi, kenapa kamu ada di sini?"

Tanya Sifa bingung.

Ekspresi wajah Hendi sedikit tidak bisa dilihat jelas. Dia berjalan perlahan ke samping Sifa dan berkata dengan tenang, “Seseorang mengatakan kepadaku, jika merindukan seseorang, maka harusnya langsung pergi menemuinya.”

Novel Terkait

Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Menantu Hebat

Menantu Hebat

Alwi Go
Menantu
4 tahun yang lalu
Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
4 tahun yang lalu
Unplanned Marriage

Unplanned Marriage

Margery
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Tiffany
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
4 tahun yang lalu