Marriage Journey - Bab 81 Perhatian Yang Tiba-Tiba

Decky Leng mengernyit, lalu pergi ke perusahaan dengan menyetir mobil. Saat ini tidaklah terlalu telat, tetapi dia ingin melihat apakah Sifa datang ke perusahaan, dia selalu merasa bahwa masalah ini tidaklah begitu sederhana.

Namun ketika Decky tiba di perusahaan, dia tidak melihat Sifa. Seketika, dia merasa sedikit kecewa, tetapi kebingungan dalam hatinya semakin bertambah.

Ke manakah Sifa Shen pergi di saat seperti ini, tidak berada di rumah, juga tidak berada di perusahaan, jangan-jangan Sifa kabur begitu saja karena dia berkata akan mengurusinya setelah pulang nanti?

Decky menggerakkan sudut bibir, penjelasan ini terlalu dipaksakan, bahkan dia sendiri pun tidak mempercayainya.

Decky mengernyit, lalu berjalan ke arah kantornya sendiri.

Pada pagi hari tadi ketika Sifa akhirnya bangun, dia membuka matanya yang linglung, dan merasakan sakit menusuk di punggung tangannya.

Sifa Shen memiringkan badannya, barulah melihat Laras An yang duduk di sisinya.

Laras terlihat sangat lusuh, dan sudah tumbuh jenggot hitam pendek, bahkan alisnya pun terkerut ketika sedang tidur.

Bulu matanya lentik seperti gadis, garis wajahnya tajam, hidungnya tinggi mancung, dan raut wajahnya terlihat sangat tampan namun dingin.

Mulut Sifa terasa hambar, dia tahu dia telah merepotkan Laras semalaman tadi. Sifa bergeser dengan hati-hati ingin mengambil gelas air di atas meja lemari.

Namun sungguh tidak beruntung, pakaian pasien yang dikenakan Sifa mengenai kunci mobil Laras di samping. Kunci mobil itu langsung terjatuh ke lantai, dan menimbulkan suara di dalam bangsal yang hening.

Sifa memejamkan mata dan mengumpat dalam hati, sedangkan Laras mengernyit sambil membuka matanya yang linglung dan menatap Sifa.

“Kamu sudah sadar? Apakah kamu ingin minum air, aku ambilkan untukmu.”

Laras baru saja bangun, suaranya sedikit serak dan rendah.

Laras menjernihkan matanya, dia bangun dan menuangkan air, lalu memberikannya pada Sifa.

Sifa mengangguk, dia mengambil gelas air dan meneguknya. Setelah perawatan semalaman, Sifa merasa jauh lebih nyaman.

Sifa tampak jauh lebih baik, tetapi wajahnya tetap pucat.

Laras melihat jam, sudah hampir jam sembilan, kemarin malam dirinya pergi dengan tanpa alasan, jika masih tidak pergi ke perusahaan pada jam seperti ini, berdasarkan sifat Decky, pasti akan mencurigai hal ini.

Laras menenangkan diri, dia tidak tahu harus bagaimana mengatakan bahwa dirinya sudah harus pergi, tetapi Sifa justru berkata terlebih dahulu, “Laras, aku ingin keluar rumah sakit hari ini.”

Laras terkejut, lalu berkata sambil menatap Sifa, “Kondisi badanmu sekarang sama sekali tidak mendukung, apakah kamu tahu?”

Sifa mengangguk pelan, wajahnya yang pucat menunjukkan ekspresi tidak berdaya, “Laras, mungkin kamu tahu mengapa aku tidak membiarkan Decky mengetahui hal ini.”

Laras tertegun, dia menatap Sifa dan tidak bisa berkata apa-apa.

Sifa bergeleng dengan tidak berdaya dan berkata, “Kita tahu, jika dia tahu bahwa ajalku sudah dekat, anak ini pasti tidak akan bisa selamat. Aku tetap tidak ingin menyerah, kamu tahu, dia menginginkan aku melakukan transplantasi jantung setelah melahirkan….”

Setelah selesai berkata, mata Sifa menjadi kosong, tampak bagaikan balon yang sudah kempis.

Dalam hati Laras tahu, bahkan pada sebelumnya, dia juga merasa Decky terlalu sadis terhadap Sifa.

Laras mengangguk, dan tidak lagi bertanya. Pada saat ini, Sifa masih dalam keadaan sadar, betapa indahnya wanita ini.

Laras menghampiri Sifa dan memapahnya, lalu dia berkata dengan membelakangi Sifa, “Kamu berkemas terlebih dahulu, aku akan urus prosedur keluar rumah sakit.”

Sifa mengangguk pelan, dan berusaha menahan badannya yang terasa ingin tumbang ketika berdiri.

Sifa merapikan dirinya dengan cepat, dia berdiri di depan cermin dan melihat dirinya sendiri, wajahnya putih pucat, juga bibirnya.

Bagaikan mumi yang darahnya tersedot habis, tampak sempoyongan.

Sifa mengeluarkan perona pipi dan lipstik dari dalam tas, lalu segera memakainya ke wajah.

Laras memboncengkan Sifa ke perusahaan, kondisi Sifa terlihat sangat tidak baik, maka Laras An bertanya dengan cemas.

Namun, Sifa bergeleng dan berkata bahwa dia tidak apa-apa.

Setelah berpisah dengan Laras An, Sifa menerima pesan dari Hendi. Hendi Shen menyadari Sifa telah menghilang, setelah mencari tahu barulah dia tahu bahwa Sifa telah keluar rumah sakit.

Hendi sangat khawatir dan tidak hentinya mengingatkan Sifa mengenai kondisi kesehatannya, tetapi Sifa sama sekali tidak peduli. Setelah menghapus pesan itu, Sifa memasang senyum profesional dan berjalan ke arah kantor.

Sifa meletakkan tas jinjing, lalu segera berjalan ke arah kantor Decky Leng dengan membawa dokumen.

“Direktur Leng, Direktur An sudah selesai mengurusi dokumen kemarin, aku antarkan untukmu.”

Sifa mengetuk pintu dan berkata dengan suara kecil.

Decky menjawab dengan datar, “Masuklah.”

Sifa berjalan masuk dengan senyum profesional, lalu dia meletakkan dokumen di tangannya ke atas meja.

“Direktur Leng, Anda panggil aku saja jika ada sesuatu, aku pamit dulu.”

Sifa berbalik badan hendak pergi.

Namun, Decky memanggilnya, “Ke mana kamu pergi pagi ini, kenapa begitu telat?”

Sifa tertegun, dia berbalik badan, lalu mendongak menatap Decky dengan tampang polos, “Tidak ada, hanya karena jalanan macet saja, sehingga datang telat.”

Decky menghentikan pena, dan menatap Sifa dengan penuh pikiran. Setelah sesaat, barulah dia berkata, “Baguslah kalau begitu, kamu sudah boleh pergi.”

Hati Sifa langsung terasa lega, dia menyahut dan berbalik badan hendak pergi.

Tepat di saat itu, Sifa merasa ada aliran hangat yang mengalir turun dari rongga hidungnya.

Sifa mengernyit kebingungan dan meyeka hidungnya dengan jari. Decky juga menyadari gerakan Sifa.

Sifa melihat tangannya, jarinya penuh dengan darah, yang lebih parah lagi, darah segar terus menetes. Seketika, aroma amis darah pun menyebar di dalam ruangan kantor.

Decky sangat peka terhadap aroma amis darah, melihat Sifa yang berdiri di sana dengan tak berdaya sambil mendekap hidung, hatinya menegang, lalu dia mengambil tisu di atas meja kerjanya, dan berjalan ke arah Sifa.

Decky menarik lembaran tisu dan mendekap hidung Sifa, dia menatap Sifa dengan khawatir, dan nadanya juga terdengar cemas, “Cepat mendongak.”

Lalu Decky menarik Sifa ke dalam pelukannya, dan menyumbat lubang hidung Sifa yang sedang meneteskan darah dengan teliti.

Entah kenapa, Sifa mendongak dengan taat, dia berbaring dalam pelukan Decky, dan membiarkan Decky menyeka darah di hidungnya.

Sifa menatap lurus wajah tampan Decky, meskipun sudah entah berapa kali dia menyerah dalam hati, tetapi setiap kali Decky memberinya sedikit kehangatan, dia pun tenggelam lagi dan tidak bisa menarik diri.

Sifa melamun sambil menatap wajah Decky, tidak tahu apa yang dikatakan Decky padanya.

Hingga Decky mencubit pipinya, barulah Sifa sadar kembali. Decky terlihat sedikit tidak sabar, “Apakah kamu tuli? Aku menyuruhmu mengikutiku, aku menepukkan air ke belakang lehermu, hidungmu terus meneteskan darah.”

Sifa memiringkan badan, dia berkedip dan menjawab dengan canggung, “... oh….”

Novel Terkait

Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu
PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

Chantie Lee
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
5 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
4 tahun yang lalu
My Charming Lady Boss

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
5 tahun yang lalu
Lelah Terhadap Cinta Ini

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
5 tahun yang lalu
Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
4 tahun yang lalu
Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
4 tahun yang lalu