Marriage Journey - Bab 94 Ngambek?

Sifa tidak lagi berbicara. Dia duduk di samping dengan kepala tertunduk, tubuh sedikit meringkuk.

Decky mengangkat kepala, kebetulan bertemu dengan tatapan Sifa. Seketika, mereka berdua sontak menarik kembali pandangan masing-masing seolah tersengat listrik. Decky menoleh kembali dengan canggung.

Decky memang tidak pandai berbicara, ditambah dengan apa yang terjadi tadi malam. . . . .

Sifa batuk beberapa kali, lalu berdiri. Sedangkan Decky berjalan menuju kamar mandi. Setelah beberapa saat, terdengar suara percikan air dari kamar mandi.

Decky berganti satu set pakaian baru, masih bergaya hitam putih seperti biasanya. Pakaian yang dipegangnya langsung dihempaskannya ke samping.

Sifa berdiri dan berjalan menuju kamar mandi, mengambil pakaian yang baru saja dibuang Decky. Karena kegairahan tadi malam, lipstiknya berbekas di atas pakaian itu, warna merah cerah yang menyilaukan.

Sifa berjongkok, mengambil pakaian itu dan ingin membersihkannya.

Decky memandangi pakaian kusut itu dengan dingin, berkata "Aku tidak mau pakaian itu lagi."

Sifa sedang memegang pakaian itu, dia langsung terbengong. Tidak mau? Apakah karena ada barangnya yang berbekas di pakaian sehingga Decky merasa kotor?

Emosi Sifa yang sudah lama tertahan akhirnya meledak pada saat ini. Dia bukan tidak memiliki temperamen, tetapi dia selalu ingin menunjukkan temperamannya yang baik setiap kali berada di hadapan Decky.

Kalau memang begitu, lebih baik jangan memberikan apapun pada dirinya, jangan memberikan harapan apapun.

Sifa berdiri, membuang pakaian ke tempat sampah dengan ekspresi muram. Hatinya penuh kesakitan.

Dia mengambil tas dan berjalan menuju pintu "Direktur Leng, kalau tidak ada urusan, aku pergi dulu."

Decky mengangkat alis sambil menyaksikan gerakan Sifa yang cekat. Meskipun dia tidak memahami wanita, juga tidak memahami Sifa, tapi dia merasakan dengan jelas bahwa wanita ini sedang ngambek.

Apakah kata-kata yang baru saja diucapkannya salah, atau kelakuannya membuat Sifa merasa tidak puas?

Decky tiba-tiba merasa lucu, wanita yang selalu bertemperamen baik di hadapannya marah.

Decky menggelengkan kepala, menghentikan Sifa yang memakai sepatu "Kamu mau pergi ke mana, tidak boleh pergi."

Dia melangkah maju, dua tangan memblokir kedua sisi Sifa, menhalanginya, lalu mencondongkan tubuh ke telinganya.

Napas berat dan ringan menghembus di telinga. Sifa berusaha menahan emosi dan mengendalikan diri agar napasnya tetap stabil.

"Pergi mandi dan tidur, aku tidak mau bilang untuk kedua kalinya."

Usai bicara, Decky berbalik dan kembali duduk di sofa. Dia berbicara dengan nada memerintah.

Sifa agak terbengong, tapi dia tidak pernah berani menolak perintah Decky. Jadi, dia hanya bisa mengangguk, meletakkan tas dan berjalan menuju kamar mandi.

Ketika dia keluar dari kamar mandi, Decky tidak di sofa lagi.

Pintu kamar sedikit terbuka, lampu di kamar menyala.

Sifa ragu-ragu sejenak. Hanya ada dua kamar di sini, tetapi dia melihat bahwa kamar lainnya tidak ada barang lain, kecuali satu ranjang yang mengisi kekosongan.

Dia berjalan ke arah kamar Decky, mengulurkan tangan dengan ragu, memikirkan apakah dirinya harus mengetuk pintu atau tidak.

Decky tiba-tiba membuka pintu dan berdiri di depan pintu, menatap Sifa dengan tatapan sembrono.

Sifa berdiri di depan pintu, tergagap-gagap ". . . . . Aku tidur di mana?"

Sesudah bertanya, dia langsung menundukkan kepala.

Decky berbalik, masuk ke kamar, mengeluarkan selimut dan menyodorkannya pada Sifa "Tidak pernah ada orang yang datang ke sini, masuklah."

Sifa agak kaget. Decky tidak pernah berbicara seperti ini pada dirinya.

Decky berjalan menuju ranjang, berbaring di tempat tidur yang empuk, menyisihkan tempat untuk Sifa, membalikkan punggung ke sisi lain.

Sifa mendekati ranjang, meletakkan selimut yang ada di tangan, menaiki ranjang dengan gerakan pelan. Ada satu set piyama wanita di atas bantal.

Sifa menoleh untuk melihat Decky. Apakah pria berhati keras ini akhirnya mulai tergerak?

Sambil tersenyum, dia berjalan menuju kamar mandi. Piyama itu kebetulan pas dengan ukuran tubuhnya, terasa nyaman saat dipakai.

Dia naik ke ranjang lagi, Decky sudah tidak bergerak. Dia merasakan jantung berdetak sangat kencang.

Dia sangat gugup, sampai-sampai dia tidak tahu di mana tangan dan kakinya harus diletak.

Suara nafas Decky terdengar stabil dan jelas, membuatnya merasa sangat bahagia. Dia bersembunyi di bawah selimut, bibir membentuk senyuman.

Sifa nyaris tidak tidur sepanjang malam. Dia merasakan tempat tidur di sampingnya yang ditempati seseorang, serta gerakan yang sewaktu-waktu terdengar.

Dia sangat gembira hingga tidak bisa tidur. Sampai hari berangsur-angsur cerah, barulah dia tertidur.

Decky bangun sangat pagi. Melihat wanita yang tertidur pulas di sampingnya, bibirnya merapat erat.

Wanita ini tidak tahu betapa menderitanya dia tadi malam, tidak mudah baginya untuk berhasil menahan keinginan nafsu yang berkobar.

Sifa merasakan tatapan membara, langsung terbangun. Dia memang mudah terbangun.

Begitu bangun, dia menemukan bahwa Decky sedang menatap dirinya. Dia agak malu.

Decky mengalihkan pandangan dan tidak menatapnya lagi, mengenakan jas, berbalik dan berkata pada Sifa "Kamu keluar satu jam kemudian."

Setelah berbicara, Decky berjalan keluar. Terdengar suara pintu yang ditutup.

Sifa menunduk, duduk di tempat tidur dengan bengong, merenungkan apa yang baru saja dikatakan Decky.

Apakah Decky menyuruhnya untuk keluar satu jam kemudian supaya orang tidak mengetahui bahwa dirinya berada di rumah yang sama dengan dia?

Apakah dirinya begitu mempermalukan dia sehingga dia harus bertindak seperti ini?

Sifa mencibir pada diri sendiri, tersenyum pahit.

Dia bangun, mandi dan makan sarapan. Saat waktu sudah tiba, dia berangkat ke perusahaan.

Saat ini kebetulan adalah jam sibuk, banyak orang yang naik bus. Sewaktu-waktu, ada orang yang sengaja menabrak dan menyentuh Sifa, mencari kesempatan di dalam kesempitan.

Sifa menghindari mereka di sepanjang jalan sampai akhirnya tiba di gerbang perusahaan. Dia berlari ke perusahaan dalam satu tarikan napas.

Marsha datang ke perusahaan lebih awal. Dia terlihat agak kuyu. Dia melambaikan tangan pada Sifa, berjalan menuju meja kantornya dengan setumpuk dokumen di dalam pelukan.

Hari ini Decky harus mengadakan rapat jarak jauh, sekarang dia sudah memulainya dengan Laras dan Linda. Sifa masuk untuk menuangkan air kepada mereka setiap beberapa saat.

Tampaknya rapat berjalan dengan lancer. Tanpa sadar, waktu sudah berlalu beberapa jam.

Duduk di kantor, Sifa tiba-tiba teringat bahwa ponselnya belum diaktifkan. Dia buru-buru mengeluarkan ponsel dari tas dan mengaktifkannya.

Begitu diaktifkan, langsung muncul banyak notifikasi panggilan tak terjawab, pesan dan WeChat.

Kebanyakan panggilan berasal dari Hendi. Sifa mengerutkan kening, mengusap layar.

Dia meletakkan ponsel, otak penuh dengan pikiran.

Dia tahu bahwa Hendi peduli pada dirinya, tetapi dia memiliki sesuatu yang ingin dipertahankan. Tidak peduli benar atau salah, dia masih ingin mempertahankannya.

Sifa membalas pesan Hendi. Hal seperti ini harus diklarifikasi agar nantinya tidak menimbulkan banyak masalah.

Kemudian dia mematikan ponsel, berkonsentrasi pada pekerjaan.

Novel Terkait

Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
5 tahun yang lalu

Adieu

Shi Qi
Kejam
5 tahun yang lalu

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
4 tahun yang lalu

Marriage Journey

Hyon Song
Percintaan
4 tahun yang lalu

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
5 tahun yang lalu