Because You, My CEO - Bab 272. Seno Sheng Setuju

Seno Sheng tiba-tiba memintaku untuk melakukan sesuatu? Aku mengerjap-kerjapkan mata, lalu bergegas mengenakan jubah mandi dan membuka pintu. Sambil menatap fitur wajah sempurna Seno Sheng, aku pun bertanya, “Kak Seno akhirnya mempedulikanku?”

Seno Sheng menunjuk sebuah kotak obat yang ada di tangannya, dengan suara pelan menjelaskan, “Aku baru meminta ini pada petugas lobi. Aku bantu bersihkan lukamu.”

Aku tertawa dan berujar, “Lukanya ada di sekujur tubuhku.”

“Tanggalkan pakaianmu dan berbaring telungkup.”

Ketika ia sudah selesai berbicara, ia membalikkan tubuhnya dan memunggungiku.

Aku membuka jubah mandiku lalu berbaring telanjang diatas kasur yang empuk. Satu-satunya yang bisa kututupi hanyalah sepasang dadaku.

Sejujurnya, aku sengaja melakukannya.

Aku menolehkan kepalaku dan menatap Seno Sheng. Ia berbalik untuk sesaat lalu membalikkan tubuhnya lagi dan berkata, “Cukup sampai pinggang saja. Tutupi bokongmu.”

Aku memekik kecil dan segera melakukan apa yang ia pinta.

Seno Sheng lalu duduk disampingku. Ia membuka kotak obat itu dan mengeluarkan apa yang ia butuhkan. Sensasi dingin lalu terasa di punggungku. Aku menghela napas dan bertanya, “Seno, apa kamu marah?”

Raut wajah Seno Sheng biasa saja. Aku tertawa dan berujar, “Aku tahu kamu marah. Tapi Kak Seno, hal yang paling kutakutkan adalah membuatmu marah.”

Nada suara Seno Sheng tiba-tiba terdengar mendesak, “Sella, jangan berbicara.”

Aku mengangkat kepalaku dengan ragu dan bertanya, “Kenapa?”

Aku menatapnya cukup lama, namun hanya melihat pipinya yang merona merah. Aku segera mengerti rasa malu yang ada di dalam hati Seno Sheng. Aku menutupi dadaku dengan jubah mandi lalu bangkit berdiri, tanganku mengelus pipinya dengan lembut.

Sebenarnya, aku sangat ingin menciumnya.

Tidak dapat menahan diri lagi, aku pun bertanya, “Bolehkah?”

Seno Sheng menatapku lurus-lurus. Ia menurunkan tangannya yang sedang memegang barang, lalu dengan suara pelan bertanya, “Kamu serius?”

Aku tersenyum dan bertanya, “Siapa yang bilang aku bercanda?”

“Sella, kalau kamu melanjutkan ciuman ini, kamu tidak akan pernah bisa melarikan diri. Apa kamu bisa mengerti maksudku? Aku bukanlah seorang pria sembarangan. Aku hanya mempersembahkan hidupku selamanya kepada satu orang, cinta bagiku adalah sebuah hal yang sakral. Kalau tidak begitu, aku tidak mungkin masih sendirian hingga usia 34 tahun. Apa kamu mengerti keseriusan hatiku?”

“Kak Seno, maksudmu...”

“Kalau kamu benar-benar bertekad untuk bersama denganku, maka aku akan menemanimu sampai akhir. Tapi ada satu syarat. Irlandia memiliki batasan waktu untuk kontrak pernikahan. Apa kamu berani menandatangani kontrak seumur hidup denganku?”

Seperti ada sesuatu yang membakarku, aku dengan cepat menurunkan tanganku dari pipi Seno Sheng. Pria itu tersenyum simpul lalu bangkit berdiri dan berkata, “Kalau kamu tidak bisa melakukannya, jangan coba menarikku masuk.”

Permintaan Seno Sheng terlalu terus terang.

Dan aku juga sama sekali tidak bermaksud ke arah itu.

Apa yang barusan kulakukan ternyata juga menyakitinya. Karena mulai dari bangkit berdiri hingga tidur, pria itu tidak mengajakku berbicara sama sekali.

Keesokan harinya, kami baru keluar dari penginapan saat tengah hari dan kami baru sampai di pantai saat hari sudah petang. Kami naik kapal pesiar yang akan membawa kami menuju Irlandia dan kira-kira akan tiba pada siang hari keesokan harinya. Karena aku tidak memiliki kartu identitas, kami hanya bisa diaturkan satu kamar, selembar kartu hanya berlaku untuk satu kamar berisi sebuah kasur.

Teringat akan kejadian semalam, aku pun merasa sangat canggung.

Apalagi sejujurnya, aku juga merasa marah pada diriku sendiri.

Aku pergi ke kamar mandi untuk mandi, lalu berganti pakaian. Aku mengenakan sehelai gaun berwarna emas lalu berjalan-jalan di aula kapal dan minum-minum. Aku juga berdansa dengan beberapa pria asing. Aku baru kembali ke kamar setelah merasa sedikit mabuk dengan kesal. Ketika aku membuka pintu, aku melihat Seno Sheng yang sedang duduk diatas sofa sambil membaca sebuah buku berbahasa Inggris.

Ia ini benar-benar adalah seorang pria yang monoton.

Karena kejadian semalam, aku juga tidak berani mengajaknya berbicara. Pada akhirnya, memang hatikulah yang salah. Aku berbaring telungkup diatas kasur dan perutku rasanya bergejolak. Sepertinya karena akhir-akhir ini aku tidak makan dengan benar.

Aku sudah menyetir selama dua hari terakhir dan hanya makan sedikit. Setelah minum alkohol yang kuat tadi, sekarang perutku rasanya tidak enak.

Aku menjulurkan tangan dan meletakkannya diatas perutku, lalu memejamkan mataku perlahan. Dalam kondisi setengah sadar, aku merasa ada seseorang yang mengguncang-guncangkan tubuhku pelan. Aku membuka mata dan melihat Seno Sheng, ia mendekatkan segelas air ke bibirku, “Kalau perutmu tidak enak, minum sedikit air hangat. Lain kali jangan minum alkohol terlalu banyak.”

Aku mengiyakan singkat. Seno Sheng membantuku untuk bangun dan menyenderkan setengah badanku pada bahunya. Aku menyesap air itu sebanyak dua teguk lalu berujar, “Maaf.”

Seno Sheng berujar, “Kamu selalu meminta maaf.”

Tangan yang memegang gelas itu terlihat sangat ramping. Tiba-tiba aku menggenggamnya dan dengan cepat menyurukkan kepalaku lalu mencium bibir Seno Sheng. Ia menatapku dengan tenang, tapi aku balas menatapnya dengan kosong.

Bibirku berada diatas bibirnya yang lembut. Kami berdua hanya terdiam di posisi itu, ia juga tidak mendorongku pergi.

Setelah ragu beberapa saat, aku akhirnya memutuskan untuk menjulurkan tanganku dan mendorong kepalanya, menciumnya dengan pelan. Hatiku sangat gelisah, takut kalau ia mendorongku pergi. Tapi ia tidak melakukannya.

Ia hanya menatapku dengan tenang.

Seolah-olah ia bisa melihat isi hatiku.

Aku mengambil gelas air itu dari tangan Seno Sheng lalu melemparkannya ke atas lantai. Kemudian aku duduk diatas kakinya yang sedang bersila. Aku memeluk lehernya dan menciumnya dengan penuh kasih sayang. Seno Sheng tidak mengambil inisiatif apapun. Aku menggigit bibir bawahnya lalu mengambil napas dan berujar, “Aku setuju.”

Seno Sheng tidak mengucapkan apapun. Aku menjilat bibirnya dan berujar, “Aku setuju menandatangani kontrak seumur hidup denganmu.”

Matanya bergerak sedikit dan aku menyenderkan kepalaku di lehernya sambil tetap memeluk lehernya. Aku lalu berujar dengan mantap, “Aku bersedia untuk menandatangani kontrak pernikahan dengan kakak. Hanya saja, aku berharap kakak tidak marah padaku dan bisa menyukaiku... Aku tahu ini kelewat batas, tapi aku tidak punya cara lain. Aku tahu direktur keluarga Shi akan melarang, aku tahu ayahku akan melarang, aku tahu pamanku akan melarang, tapi aku tidak punya cara lain... Aku ingin dekat denganmu, aku ingin memelukmu. Aku menginginkanmu.”

“Sella, kamu benar-benar sudah memutuskannya dengan mantap?”

Seno Sheng benar-benar tenang, nada suaranya tidak berubah sama sekali.

Aku memeluk lehernya erat-erat dan tidak berbicara apapun.

Aku tidak pernah membuat keputusan dengan begitu mantap seperti ini, tapi kali ini... Seno Sheng adalah tipe orang yang terlalu kaku. Kalau ia tidak bisa mendapatkan jawaban yang ia inginkan, maka ia tidak akan pernah mau bekerja sama. Jadi kontrak pernikahan ini... Aku berikan saja padanya.

Bagaimanapun juga, ia adalah kandidat yang paling cocok.

Saat tengah malam tiba, Seno Sheng tidur dengan pulas disampingku. Tapi suasana hatiku benar-benar kacau. Ia sudah setuju untuk bersama denganku.

Tapi ia sama sekali tidak mau menyentuhku.

Selain dari tindakanku yang menciumnya, ia benar-benar tidak melakukan gerakan yang lain. Aku meremas sprei dibawahku dan setelah beberapa saat, aku mendengar suara hangat dari orang disebelahku, “Tidak usah berpikir macam-macam, cepat tidur.”

Seolah-olah ia selalu bisa melihat isi hati orang lain.

Ya, aku memang sedang membiarkan imajinasiku berlari liar.

Aku ingin mengelusnya, aku ingin ia menyayangiku.

Aku ingin ia menggunakan sepasang tangannya untuk menyentuhku.

Saat ini aku sama sekali tidak tahu bahwa Seno Sheng yang sedang berbaring disampingku ini tahu semua isi hatiku. Jika saja aku tahu—

Aku harus membunuhnya.

Aku menunjukkan semua isi hatiku di depannya, tapi ternyata ia dapat menerimanya dengan tenang. Memangnya ketenangan ini butuh level seberapa tinggi?!

Aku tidak sedang berpikir macam-macam.” ujarku.

Seno Sheng tidak menjawabku. Setelah ragu untuk waktu yang lama, aku menarik tangannya dan meletakkan telapak tangannya yang ramping di perut bagian bawahku. Lalu aku berujar dengan nada memelas, “Bisakah kamu membantuku mengelusnya?”

Seno Sheng segera menyentak lepas tangannya. Menurutku, ia terlalu kaku.

Saking kakunya sampai membosankan.

Tapi menggoda tipe pria yang seperti ini cukup menyenangkan dan seru.

Aku memutar tubuhku dan memeluk lengannya. Ia tidak mendorongku pergi, hanya menjawab dengan lembut, “Cepat tidur. Besok sudah sampai Irlandia.”

“Kakak, bisakah kamu mencintaiku?”

Novel Terkait

Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
4 tahun yang lalu
The Break-up Guru

The Break-up Guru

Jose
18+
4 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
4 tahun yang lalu
Back To You

Back To You

CC Lenny
CEO
4 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
5 tahun yang lalu