Because You, My CEO - Bab 204 Kekejamannya (1)

Setelah bersembunyi di dalam sungai selama satu menit, pria ini kemudian membawaku ke tepian dan bersembunyi diantara semak-semak. Selain suara kericuhan orang-orang diatas sana, aku tidak bisa mendengar apapun lagi.

Aku gemetar kedinginan. Bahkan aku masih ketakutan dengan kejadian barusan, hampir saja... Aku tidak akan pernah bisa bertemu lagi dengan Andre Duan.

Barusan aku mengira aku benar-benar tidak akan bisa hidup lagi.

Apalagi pria di depanku ini adalah orang asing. Alasan ia menyelamatkanku hanya karena sebersit kebaikan hatinya saja. Kalau saja tadi aku mati tersedak atau mati karena dilempar olehnya ke dalam sungai, aku tidak akan pernah bisa bertemu lagi dengan Andre Duan seumur hidupku.

Dan aku juga tidak akan pernah bisa bertemu lagi dengan kedua anakku.

Sampai akhirnya suara diatas sana menjauh, barulah pria ini melemparkanku ke tepi sungai. Aku berbaring diatas rumput dengan napas yang menderu, jemariku mencengkram kuat-kuat ke dalam tanah, hatiku merasa luar biasa takut.

Sebelumnya, lompat ke laut adalah keputusasaan sedangkan sekarang adalah ketakutan.

Pria itu bersandar disamping sebuah pohon begitu ia naik ke tepian. Aku menoleh menghadapnya dan pria itu tetap menatapku dengan dingin.

Aku membuka mulutku namun tetap tidak bertanya siapakah ia.

Tidak peduli siapakah ia, ketika nanti sudah berpisah pun tidak akan ada yang mengenali satu sama lain.

Kami berdua duduk disitu untuk waktu yang cukup lama. Sampai akhirnya suasana diantara kami semakin lama semakin canggung, barulah aku mengucapkan terima kasih padanya, “Terima kasih sudah menyelamatkan hidupku.”

“Kebahagiaan sesaat.”

Dengan rasa tertarik ia menatapku dan bertanya, “Takut?”

Aku menjawab jujur, “Takut.”

“Takut apa? Takut diri sendiri mati?”

Mungkin karena baru saja berada diambang hidup dan mati, sehingga nada suaraku pun tersirat kelam, “Aku takut mati. Aku takut kalau aku mati, aku tidak bisa bertemu lagi dengan kedua anakku. Yang satu baru berusia sembilan tahun sedangkan yang satu lagi baru berusia tiga tahun. Kalau tadi aku... Aku benar-benar tidak bisa membayangkan...”

Ia memotong kata-kataku, “Kamu terlihat masih muda tapi anak sulungmu sudah berusia sembilan tahun? Kamu nyonya dari perusahaan mana?”

“Aku sudah memiliki anak di usiaku yang ke-20.” Saat aku teringat akan kedua anakku, rasa hangat pun menjalari hatiku. Angin timur di bulan Januari yang berhembus tidak membuatku kedinginan. Aku tersenyum, “Malam ini adalah perjamuan malam yang diadakan Rico. Aku hanya merasa tertarik sesaat sehingga aku mengikuti orang lain untuk membaur masuk dan melihatnya saja. Tidak kusangka sepanjang perjamuan malam ia bahkan tidak muncul, membuatku menunggu percuma.”

Saat aku mengingat Rico Xi, awalnya aku mengira ini adalah sebuah pertemuan sosial. Aku kira akan bisa membawa sebuah kesepakatan besar untuk ditandatangani oleh keluarga Shi. Tidak kusangka aku malah termakan oleh perkataan Christin Chen tentang pria itu, bahkan sampai membawaku bertemu dengan penderitaan seperti ini.

Kakiku sekarang terasa sangat sakit, namun aku mengeratkan gigi dan tidak berani bersuara.

Ia bertanya dengan datar, “Oh, untuk apa menemuinya?”

“Tidak ada apa-apa, hanya ingin melihatnya saja.”

Ia menyahut dengan datar, “Oh.”

Tiba-tiba ia menanggalkan jas dari tubuhnya, melemparkannya ke atas tubuhku dan dengan dingin berkata, “Aku akan pergi mencari orangku, kamu tunggu disini sebentar.”

“Apakah ponselmu masih bisa digunakan? Ponselku hilang, aku akan menelepon orangku agar mereka datang menjemputku.”

“Rusak. Kamu tunggu saja disini lima menit.”

Selesai berbicara, ia langsung membalikkan tubuhnya dan berjalan pergi.

Memandang bayang punggung itu, aku hanya merasa hidup pria itu sangat berbau darah.

Aku terus merasa ia selalu hidup dalam kegelapan, karena arah yang dituju langkah kakinya adalah tempat yang sekelilingnya paling gelap.

Tempat yang tidak bisa diraih sinar bulan.

Sepeninggalannya, aku menahan rasa sakit kakiku sambil kembali ke jalan semula. Aku bertubrukkan dengan Tono Ruan di dalam hutan kecil. Ia langsung menyampirkan jas berbuluku yang ada ditangannya untuk menyelimutiku begitu melihat rupaku yang berantakan kemudian memapahku pergi.

Aku terus-menerus menggigil di dalam mobil. Tono Ruan menyuruh orang untuk menaikkan suhu AC dan juga mengambil beberapa helai baju untuk menyelimutiku. Setelah itu, barulah ia menginterogasiku atas apa yang telah terjadi dan aku menceritakan semua padanya dengan jujur secara detail dan sistematis.

Tono Ruan mengernyitkan alis dan berkata, “Aku akan menyuruh orang untuk menyelidiki hal ini. Direktur Shi juga bisa dibilang mengalami semua penderitaan ini padahal tidak ada hubungan apapun.”

Malam itu, Tono Ruan dengan panik mengatur sebuah helikopter yang langsung membawaku pulang ke Beijing. Sesampainya di Beijing, aku langsung masuk rawat inap di rumah sakit karena kondisiku sangat gawat.

Aku mengalami demam tinggi yang tidak kunjung mereda. Ditambah lagi, kakiku terkilir yang mengarah ke retak ringan sehingga harus dirawat di rumah sakit selama satu bulan penuh.

Setelah keluar dari rumah sakit, aku langsung menemui Andre Duan.

Tapi ia masih menolak menemuiku.

Aku menghela napas kecewa dan pulang ke rumah, pulang ke apartemen yang masih terhitung milik Andre Duan. Benar, apartemen miliknya di Beijing.

Semenjak Andre Duan mendekam di penjara, ibunya mulai menggunakan berbagai macam cara untuk menyulitkanku. Awalnya, aku masih bisa menahannya. Tapi, semakin lama ia semakin keterlaluan. Asalkan bertemu denganku, ia akan menyiramiku dengan air atau melemparkan mangkuk.

Ayah Andre Duan yang melihat kondisiku membujukku agar aku pulang dulu ke rumah keluarga Shi. Ia menyarankan agar aku menunggu saja sampai Andre Duan kembali dan biar pria itulah yang menjemputku.

Kupikir benar juga. Asalkan Andre Duan ada di dalam penjara, ibunya tidak akan bisa melepaskanku. Hati seorang wanita itu sederhana. Aku menindas putranya, maka ia juga akan membalasnya dengan menindasku.

Hanya saja aku tidak kembali ke keluarga Shi melainkan pulang ke apartemen Andre Duan. Untung saja aku terus mengingat kata sandi pintu apartemennya.

Menghitung waktu dengan cermat, masih ada empat bulan lagi sebelum Andre Duan keluar dari penjara. Pagi harinya aku bekerja di keluarga Duan dan memanfaatkan waktu di siang hari untuk pergi menemuinya.

Walaupun ia tidak menemuiku, namun aku merasa berbuat seperti ini sangat berarti. Setidaknya ia menggunakan sikapnya untuk membalasku.

Walaupun sikapnya itu tidak menyenangkan orang lain.

Novel Terkait

My Perfect Lady

My Perfect Lady

Alicia
Misteri
4 tahun yang lalu
Cintaku Pada Presdir

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
3 tahun yang lalu
Unlimited Love

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu
The Break-up Guru

The Break-up Guru

Jose
18+
4 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
3 tahun yang lalu
PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

Chantie Lee
Balas Dendam
3 tahun yang lalu
Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
4 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
3 tahun yang lalu